21; izin

499 103 58
                                    

typo ignore.

****

Selama seminggu penuh ini Vandra selalu kasih Sabrina perhatian yang gak biasanya. Selalu anterin makanan buat dia, bahkan saat malam pun, Vandra seakan tahu, jika Sabrina memang suka ngemil, jadinya selalu dia berikan cemilan lewat driver ojol.

Vandra beneran gak temuin Sabrina, tapi pria itu selalu meminta video call atau sekedar telfon biasa. Dan itu terjadi selama seminggu ini.

Sabrina jelas luluh kembali, hati dia menghangat lagi. Tapi Hani, dan dua temannya selalu bilang, kalau Vandra harus diberi ujian lagi. Baru juga seminggu ngasih effort gitu doang, tapi Sabrina udah luluh aja.

"Menurut lo sebanding gak tujuh hari sama tujuh bulan?" tanya Hani.

Sabrina geleng kepala. "Nah lo tau gak sebanding, terus napa lo bilang mau balik ke dia?" tanya Hani.

"Lo jangan terlalu nyudutin gua dong, Ni. Lo kan tau, gimana perasaan gua ke dia sedalam apa?" tanya Sabrina dengan wajah sinis.

"Ya tapi cinta boleh, bego jangan, Na," balas Hani kesal.

"Lo juga pernah kali bego gara-gara cinta," kata Sabrina ungkit masa lalu.

"Iya, gua sebagai teman lo kan gak mau lo rasain hal yang sama. Temen mana sih, yang rela temennya masuk ke jurang yang sama? Gak ada." Setelah mengatakan itu, Hani pergi dari sana.

Sabrina hela nafas kasar. Keduanya lagi duduk santai di store. Selain gak ada pesanan, kebetulan emang mau siap-siap tutup, jadinya mereka agak nyantai.

"Ni, sorry kalau gua sakitin hati lo, tapi gua gak bisa." Sabrina langsung susul Hani dan samain langkahnya.

"Ya terserah lo aja deh, tapi lo juga harus inget, gimana waktu si Vandra seenaknya sama lo, ngejatuhin lo juga. Sadar gak si, harga diri lo tuh gak ada di mata dia?" Sabrina diam denger ucapan Hani.

"Gua tau, kalimat gua barusan nyakitin hati lo, banget malah. Tapi, please Na. Coba lo buka hati dan mata lo, banyak yang nunggu. Pria gak cuman satu," lanjut Hani.

Sabrina nunduk, air matanya siap keluar. Seminggu ini Vandra emang buat hati dia menghangat. Bahkan tumbuh rasa cintanya semakin besar.

"Lo juga gak inget apa? Lingkungan pertemanan Vandra beneran toxic. Apalagi si anjing Jesellyn."

Sabrina nutup wajahnya, bahunya bergetar. Ucapan Jesellyn kembali terdengar di telinganya.

Hani langsung peluk temennya itu. Ardi yang lewat depan keduanya kaget.

"Loh, kok Sabrina nangis? Na lo kenapa?" tanya Ardi panik.

"Gak apa-apa, lagi mode manja dia, Kak," jawab Hani.

"Serius gua anjing, Na lo gak apa-apa?" Ardi langsung narik Sabrina buat natap dia.

Diantara yang lain, selain Hani, Ardi juga yang paling dekat dengan Sabrina kan. Makanya pria itu khawatir. Ardi udah anggap Sabrina itu adiknya.

Sabrina menggeleng pelan, "Iya gak apa-apa, Kak."

Ardi langsung peluk Sabrina, dan usap-usap pelan punggung Sabrina.

"Duh, adek gua ini, siapa yang buat nangis," ucap Ardi.

"Vandra gukguk," balas Hani.

Sabrina ketawa pelan, masih suka pengen ngakak kalau Hani sebut Vandra gukguk.

"Idih, yang nangis ketawa lagi," ejek Hani.

"Ish apaan si," kata Sabrina sambil peluk Ardi erat.

"Teh Caca pinjam Kak Ardi bentar," gumam Sabrina.

Vandra ; ekTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang