Typo ignore.
***
"Mas."
"Apa?!"
"Mas kok galak banget sih, mau cium?"
Vandra natap Sabrina melotot. Dia tidak habis fikir, kenapa Sabrina agresif sekali. Tidak sinkron dengan wajahnya yang polos. Ternyata polos-polos mematikan.
"Kamu kenapa, Na?" tanya Vandra setelah menghela napas.
"Kenapa apanya sih Mas? Dari tadi nanya itu mulu perasaan," balas Sabrina sedikit protes.
"Ya kan memang benar, kamu kenapa hari ini? Agresif sekali," jelas Vandra.
"Agresif gimana maksudnya, bisa di perjelas?"
"Cium terus ancamannya, kamu lagi bicara dengan lawan jenis, Sabrina."
"Ya terus? Kan memang harusnya begitu, masa aku harus kasih ancaman yang sama ke temen cewek ku kayak gitu? Lesbi dong aku."
"Heh!" Vandra melotot.
"Salah lagi?" tanya Sabrina menatap Vandra intens.
"Enteng banget ngomong begitu, kamu sebenarnya punya beban ga si?"
"Banyak. Karena terlalu banyak jadinya aku mau bagi beban aku ke kamu Mas, kita nikah jadi beban aku beban kamu juga, kalo beban kamu ya punya kamu."
Vandra tersedak mendengarnya. Tidak beres memang wanita satu ini.
"Konsep pernikahan macam apa itu?" protesnya.
"Ya konsep yang ada di otak aku, Mas. Salah lagi, ya?" tanya Sabrina sembari memainkan jari-jari Vandra.
Oh ya, keduanya emang di posisi duduk di kursi ruang keluarga apartemen Vandra, natap televisi yang lagi siarin berita terkini yang lagi rame di warga net.
Vandra menarik tangannya, tapi Sabrina menahannya. "Gak boleh lepas, ish!"
Vandra menghela napas, tidak lagi menjawab. Lama-lama dia frustasi dengan Sabrina.
"Aku itu kangen Mas Vandra. Mas kok gak peka sih? Aku kan ngajak Mas ribut terus gara-gara itu. Kangen banget," gumam Sabrina yang masih memainkan jari panjang Vandra.
"Terus mau kamu apa, Na?" tanya Vandra sembari menarik wajah Sabrina agar menatapnya.
Sabrina senyum liatin gigi rapihnya. "Lagi mau kentang McD. Go-food in dong, Mas."
Vandra nganga denger itu. "Mau itu?" Sabrina ngangguk.
"Astaga." Vandra mengusap wajahnya, lalu menghela napas kasar.
Otak dia kejauhan ternyata. Dia fikir Sabrina bakal minta sesuatu yang ada di otak dia. Salahkan juga Sabrina, kenapa dia dari tadi ngancam cium terus, Vandra jadi mau nyerang bibir cherry wanita itu. Vandra juga harusnya sadar, kalau Sabrina ini wanita limited edition, beda dari wanita pada umumnya.
"Mas kan biasanya go-food in aku kalau aku bilang kangen. Ya aku kangen duit Mas lah, kasian cacingku," ucap Sabrina.
"Saya capek. Kamu pesan aja sendiri," jawab Vandra menyodorkan handphonenya.
Sabrina nyengir. Dia langsung semangat. Tapi semangatnya luntur pas dia liat lockscreen handphone Vandra.
"Vante terus!" dumelnya sambil balikin handphone Vandra.
"Hah?" Vandra menatap Sabrina yang cemberut.
"Apa Sabrina?" tanya Vandra waktu wanita itu gak jawab sama sekali.
"Gak." Sabrina simpen handphone Vandra di meja karena Vandra gak mau terima handphonenya. Setelah itu pergi dari sana.
"Loh mau kemana? Bukannya tadi mau pesen kentang?" tanya Vandra sedikit teriak.
KAMU SEDANG MEMBACA
Vandra ; ek
Romantizm[M] Vandra heran, kenapa ada wanita modelan Sabrina. Agresif nomor satu bagi wanita itu. "Mau cium." "Tahu tempat Sabrina." "Ya terus? Orang kan gak bakal peduli. Lagian biar dunia tahu kalau Vandra punya Sabrina seorang." "Kamu gak punya malu?" "...