» 31 «

201 26 0
                                    

Tetes-tetes hujan mengalir dan terlihat di balik kaca jendela kamar Sunwoo yang tirainya tidak tertutup rapat. Gemuruh guntur bersahutan, menandakan bahwa hujan belum akan usai.

Langit manja sekali, sebentar-sebentar ia menangis. Menjatuhkan hujan. Membawa kerinduan untuk dia yang sudah pergi, dia yang masih di hati, atau dia yang belum sempat dimiliki.

Sunwoo berdeham, kemudian meraih cangkir berisi teh hangat yang baru dibuatnya lima belas menit lalu. Matanya masih menatap lurus, mengawasi jemarinya yang kembali mengetik.

Di depannya masih ada laptop tua yang layarnya menyala. Di layar, itu tertera halaman tugas mata kuliah seni yang sedang dikerjakan olehnya. Ini adalah tahun ketiga ia menjadi mahasiswa jurusan tersebut. Dan itu artinya, ini juga tahun ketiga ia berpacaran dengan Haknyeon.

Selama tiga tahun ini, hubungan Sunwoo dan Haknyeon berjalan lancar, meski kadang mereka sedikit terlibat pertengkaran kecil. Sungguh hebat bagi Sunwoo, karena ia belum pernah berpacaran sampai selama ini.

Jam dinding menunjukkan pukul satu dini hari. Sunwoo terpaksa tetap terjaga karena tugas kuliahnya harus dikumpulkan besok. Di luar, hujan terus turun, membuat Sunwoo merasa sedikit mellow.

la merindukan masa lalu.

Belum pernah terpikir sebelumnya kalau ia akan merindukan semua itu.

la rindu sekolah.

la rindu masa di mana beban di pundaknya tidak seberat dan senyata sekarang. la rindu pakai seragam. la rindu dicari saat membolos atau tidak masuk tanpa keterangan. Ia rindu Pak Seongwoo yang gemar sekali menjewer telinganya.

la rindu bercakap-cakap dengan ketiga sahabatnya di lorong loker. la rindu mengerjai anak-anak yang lewat di koridor. la rindu membolos di Warkojok. la rindu rumah San dan masakan rumahnya. la rindu membicarakan hal paling tidak penting di dunia ini bersama ketiga sahabatnya. Ia rindu adu argumen menyebalkan yang dulu mereka lakukan.

Keempatnya memang masih satu kota. Tetapi tetap saja, kenyataan tidak bisa dibantah. Lepas dari bangku sekolah dan di sibukkan dengan segudang urusan kuliah membuat mereka sama-sama tidak punya waktu sebanyak dulu.

Apalagi, untuk sekadar berkumpul, membicarakan hal tidak penting semisal, "kenapa Teh Yoona terlahir sebagai perempuan?".

Mata Sunwoo melirik ke arah nakas dan menatap tepat pada bingkai pigura di tempat itu. Empat anak lelaki, sedang duduk dan tersenyum ke arah kamera. Tulus sekali. Tidak ada yang dibuat-buat.

Sunwoo ingat sekali foto itu diambil saat mereka ada di Warkojok teh Yoona. Dan sesaat setelah pengambilan foto, Hyunjin terjungkal ke belakangan karena ulah Sunwoo dan Eric.

Keempatnya tertawa. Sama-sama bahagia dengan alasan yang sederhana. Ia tidak pernah tahu foto yang diambil Bomin secara iseng itu sekarang justru menjadi sesuatu yang berharga. Ia merasa masa sekolah mereka adalah sesuatu yang akan dikenang di masa yang akan datang.

Sunwoo tidak pernah tahu masa-masa sekolah yang dulunya paling ia benci, justru kini menjadi saat-saat yang paling ia inginkan agar kembali dan bisa diulang lagi.

Bibir Sunwoo tersenyum simpul, sepasang lensa mata bulat warna cokelat madu yang begitu teduh merayap masuk di pikirannya. Beberapa detik setelahnya, wajah pemilik tatapan itu ikut hadir membayangi.

Sunwoo masih ingat saat pertama ia dengan sangat tidak sengaja memulai interaksi dengan pemuda manis menyebalkan yang saat itu memakai seragam hitam putihnya. Berlari cepat, dan dengan ceroboh menyeberangi jalan tanpa melihat keadaan sekitar.

Mulai dari kertas tugas matematika Haknyeon yang terjatuh dikubangan air, kecelakaan bodoh, hukuman meminta maaf, harus menjadi asisten dadakan, mengembalikan catatan fisika, hingga mereka pernah terkunci di ruang audio visual berdua. Rasanya, semua bukan kebetulan yang menyenangkan. Ia bahkan masih tidak tahu mengapa pemuda manis yang ia anggap sumber kesialan itu kini justru menjadi sumber kebahagiaannya.

FARESTA •| SunHak Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang