» 12 «

225 29 5
                                    

Sunwoo mengerjapkan matanya dan apa yang ia lihat adalah tembok dengan warna hijau toska yang terkesan tenang. Sesuatu dalam dirinya langsung menyadari bahwa saat ini ia bukan berada di rumahnya. Udara Busan pukul tujuh pagi masih terasa sejuk. Sunwoo melangkah gontai menuju jendela kamarnya sambil sesekali mengusap matanya. la memegang tengkuk leher, lalu berpindah membuka jendela dan membiarkan semilir angin bercampur kabut tipis menerpa dadanya yang tidak ditutupi apa-apa.

Bayangan pemuda itu hadir lagi. Muncul dalam angan bersamaan dengan senyuman manis nan cantiknya. Sunwoo tidak tahu apa yang salah dari dirinya beberapa minggu belakangan ini. Perasaan aneh itu muncul tanpa ia duga dan ia minta.

Rasanya Sunwoo ingin cepat-cepat masuk sekolah, rasanya dirinya jadi berharap agar Haknyeon belum sembuh benar. Bukan karena ia tidak suka pemuda manis itu pulih, tetapi sunwoo tidak bisa menerima kalau jarak keduanya mulai normal, seperti sebelum kecelakaan itu menimpa keduanya. Sunwoo tidak suka saat Haknyeon jauh darinya.

Dan hatinya saat ini merasa berbeda.

"Abaaaaang!" Suara teriakkan yang tidak asing untuknya belum mampu mengalihkan perhatian Sunwoo dari hamparan jalan yang di samping-sampingnya terdapat banyak pohon. "Weh, gue lagi ajakin ngomong juga. Abang!" teriak Junseok dengan kesalnya.

"Apaan sih?" Sunwoo mengalihkan arah pandangnya kepada anak laki-laki yang berusia tiga tahun lebih muda darinya itu.

"Yeee, lo dipanggil Papa noh!" Junseok lalu melangkah mundur sampai ia duduk di bibir kasur tempat Sunwoo tidur. "Bang? Cepetan elah. Lelet bener lo"

"Kok Lo yang ribet sih cok?! Duluan aja sono ah," kata Sunwoo.

"Yeee, udah ditungguin!"

"Iya. Nanti Abang kan juga belom mandi, cok."

"Idih. Mau sarapan aja nungguin Abang mandi. Nggak usah sok iye mau mandi pagi." Junseok berkata nyinyir. "Buruan Bang! Entar kalo Papa marah, gue nggak tanggung jawab ya."

"Berisik Juncok!!."

💤

"Morning," sapa Sunwoo seraya tersenyum canggung begitu ia muncul dari pintu kamar dan melangkah ke meja makan. Di meja berbentuk persegi itu sudah ada Taehyung, Jungkook dan Junseok.

"Duduk, sini, Nu." Taehyung menuding bangku kosong untuk tempat duduk Sunwoo.

"Morning Abang, mau makan apa? Biar Bunda ambilin sekalian?" tawar Jungkook lembut. Pria cantik yang sudah dua tahun belakangan dinikahi Taehyung itu memang selalu begitu. Membawa aura lain, teduh dan terlihat sebagai tempat yang nyaman untuk pulang. Tetapi bagi Sunwoo, rasanya tetap biasa saja. Tidak ada yang mampu menggantikan sosok Irene-ibunya, yang sudah pergi sekitar tiga tahun yang lalu.

"lya, nanti aja. Saya nggak biasa sarapan om-eh, maksudnya Bunda." Sunwoo terlihat kikuk dan ia merasa tidak enak karena masih sering salah dalam memanggil ibu tirinya itu.

"Nggak apa-apa." Jungkook hanya bisa tersenyum sebagai respons maklum. la tahu betul bahwa mungkin anak sulung dari suaminya belum sepenuhnya terbiasa dengan kehadiran anggota baru di keluarga mereka. "Atau kamu mau kopi?"

"Enggak," sahut Sunwoo cepat. "Saya nggak ngopi," sambungnya sambil tersenyum simpul.

"Teh?" Sunwoo kali ini mengangguk. Setelahnya, Jungkook langsung melangkah menuju dapur. Dan saat itu, tatapan Taehyung menajam ke arah Sunwoo.

"Papa nggak suka kamu menyebut diri kamu 'saya' kalau kamu bicara sama Bunda," kata Taehyung tegas. "Biar bagaimanapun, dia itu istri Papa. Dan papa nggak peduli kamu bisa menerima pernikahan kedua Papa atau enggak, Sunwoo."

FARESTA •| SunHak Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang