40. Not a Biggest Secret

5.3K 420 20
                                    

"Kak Jayden!"

Jayden mendengus kecil, kalah cepat dari Adel yang datang memanggilnya padahal Jayden sudah berjalan secepat mungkin. Jayden menoleh ke arah Adel yang tersenyum cerah menatap Jayden yang lebih tinggi darinya.

"Selamat buat kelulusan lo, kak! Gue pengen ngajak makan bareng bisa ga?" Mohon Adel menatap Jayden yang terdiam.

"Makasih tapi gue ga bisa sekarang dan sampai kapanpun itu." Balas Jayden santai mengalihkan pandangannya dari Adel yang menurunkan bibirnya menatap Jayden kecewa.

"Lo mau apa, kak? Biar bisa ngerayain kelulusan lo." Tanya Adel.

"Mending lo berhenti sekarang, berhenti bekerja buat ayah gue. Gue bisa gantiin dia yang bayarin pengobatan mama lo daripada lo kayak gini yang bakal di cap gatel sama orang-orang."

Adel terkejut mendengar itu, Adel menunduk, pandangannya menyendu. Adel bahkan rela di panggil murahan seperti ini karena mendekati Jayden ataupun Jeano demi uang berobat mamanya yang sakit di rumah sakit.

"Gue cuma mau mama sembuh, kak." Lirih Adel namun masih bisa terdengar Jayden. Sebenarnya Adel sangat sakit hati di panggil murahan oleh murid-murid lainnya apalagi para penggemar Jayden dan Jeano.

Jayden menjilat bibirnya yang bingung dengan jalan pikiran Adel, tapi lebih bingung dengan pikiran Ayahnya yang sudah di luar nalar.

Jayden sudah mengetahui semua ini saat malam itu bersama Jeano, hanya saja sedang menunggu waktu yang tepat untuk memberitahu Jeano dan Adel sendiri.

"Biar gue yang bayarin, berhenti kerja sama ayah gue." Kata Jayden mutlak kemudian pergi menuju mobilnya meninggalkan Adel yang bungkam dilanda kebingungan.

ㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤ***ㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤ

Jayden masuk ke dalam kampus kembali, menyusul Jeano yang masih di dalam. Sesungguhnya dirinya lapar namun alangkah baiknya menunggu Jeano agar ikut makan bersamanya.

Jayden kembali termenung menatap kampusnya yang luas disini, menghela nafas berat berpikir dengan mimpinya tadi pagi. Jayden tidak pernah mendapatkan mimpi seperti itu sebelumnya, bahkan rasanya itu sangat nyata. Badannya sungguh terasa sakit itu seperti nyata, bahkan bundanya juga.

Jayden hanya kalut, takut hal yang dulu terjadi lagi.

"Woi, Jay!"

Jayden mendongak melihat Gino merangkul pundak Jeano yang lesu, bertanya-tanya apa yang terjadi.

"Bawa nih cowok lo," Gino mendorong Jeano perlahan agar berjalan ke Jayden, Jayden yang paham langsung mendekap yang lebih tua.

"Kenapa?" Tanya Jayden pada keduanya.

"Tadi habis kena amuk dikit gara-gara dia ngelamun, ga tau kenapa tuh." Balas Gino bingung, menggaruk tengkuknya yang tidak gatal menatap heran Jeano yang lemas.

Gino berpamitan kepada keduanya karena ada janji dengan orang lain, Jeano masih diam di tempatnya begitupun Jayden yang masih menunggu Jeano berbicara.

"Everything okay?" Bisik Jayden, memeluk kepala Jeano di lehernya. Ia terkejut merasakan dahi Jeano hangat, cepat-cepat meraba wajah lain Jeano yang hangat hingga lehernya.

"Apartemen." Lirih Jeano, masih tidak mau berubah posisi. Badannya lemas tapi masih mampu berjalan.

Jayden tanpa berpikir panjang, langsung menggendong Jeano ala bridal menuju mobilnya yang terparkir di luar kampus, beruntungnya keadaan kampus sudah sepi. Mendudukkan Jeano di depan di sampingnya kemudian ke belakang mengambil jaket yang kebetulan miliknya selalu bawa kemana-mana, meletakkannya di dada Jeano agar tidak kedinginan dan menurunkan suhu ac-nya.

BOYFRIEND - JAEMJEN [✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang