13. Keluar - Ga

47 7 22
                                    

Senja menyapa para pemuda yang bermandikan keringat. Mereka memilih duduk di samping parit karena baraknya sudah seperti neraka. Panasnya tak terhingga. Ini akibat kipas angin barak yang belum selesai diservis. Hanya ada dua kipas angin yang bertengger di dinding ruangan sepanjang sepuluh meter, itu pun keduanya sedang menunggu giliran untuk dibawa ke tukang servis.

Menikmati senja sambil menghilangkan penat setelah seharian bekerja, tapi nampaknya hanya Cakra yang menikmati permainan kartu UNO sampai tertawa berkali-kali karena berhasil menjadi juara satu selama tiga ronde berturut-turut. Walau demikian, Bravo tetap melanjutkan bermain kartu UNO sambil bercengkrama. Mempererat tali persaudaraan, tanpa melihat pangkat dan jabatan.

"Kemarin aku lihat kucing yang di dekat barak sudah kempes perutnya. Sudah lahiran ya?" tanya Isa.

"Mungkin udah. Kalo udah lahiran emang kenapa? Kamu mau jenguk anak-anaknya?" tanggap Dana.

"Ya gak gitu, cuma mau aku nafkahin kok." seloroh Isa.

"Astagfirullah, Bang Isa! Jadi Abang yang ngehamilin Si Cantek, kucing barak kita?" Kurnia menoleh ke Isa.

"Nyebut, Sa, nyebut! Napsu kok sama kocheng." ujar Anto.

"Nyebut apa?" tanya Isa.

"Asyhadu ...." Erik menuntun Isa.

TAK!
Satu sentilan di kepala Erik dari Fais yang membuatnya langsung diam seribu bahasa, sedangkan teman-temannya menahan tawa.

"Anaknya ada berapa?" Dana mengembalikan topik pembicaraan.

"Biasanya kucing punya anak tiga sampai lima ekor." terka Aldo.

"Kasian ya bapaknya, butuh kerja keras buat biayain hidup anak istrinya." ucap Petra.

"Emang bapaknya yang mana?" tanya Kurnia.

"Coba minta surat nikahnya." seloroh Bayu.

"Emang kucing nikah?" tanya Erik.

"Ya nikah lah! Gimana caranya dia bisa bunting kalo kagak nikah?" jawab Kurnia.

"Kucing tuh kawin, bukan nikah." Dana meluruskan.

"Berarti kalo orang yang kawin, sama kayak kucing dong." ucap Cakra.

"Lah emang Lu gak mau kawin?" tanya Ega.

"Ya mau, tapi nikah dulu lah." jawab Cakra.

"Kawin dulu juga gakpapa, Kra." ucap Bayu.

"Yeehh, Bang. Kan nanti kalimatnya, saya nikahkan dan kawinkan, bukan saya kawinkan baru nikahkan." Cakra menentang.

"Bagus lah otakmu masih jernih." ucap Bayu.

"Bahas-bahas nikah. Emang kalian punya apa buat nikahin anak orang?" tanya Dana.

"Punya ketulusan cinta." jawab Anto.

"Cinta gak bikin kenyang, Bang." timpal Ega.

"Kan ditambah sama kasih sayang dan tanggung jawab." tanggap Anto.

"Kasih sayang cuma bertahan sebentar. Lama kelamaan juga bakal bosen terus nyari yang baru." ucap Ega.

"Yaaa kalo itu mungkin udah takdir Tuhan." ucap Anto.

Ega tersenyum sinis. "Pas lagi sayang-sayangnya sampe lupa sama Tuhan, tapi begitu pisah langsung bilang kalo itu takdir, bahkan nyalahin Tuhan. Manusia itu dilengkapi akal dan nafsu, jangan maunya nafsu doang, tapi akalnya gak jalan."

"UNO!" Bayu membanting kartunya.
"Benar apa kata Ega. Manusia dilengkapi akal dan nafsu. Kalau mau menang harus pakai akal juga, jangan cuma nafsu."

Ega meletakkan semua kartunya lalu berdiri dan beranjak pergi meninggalkan rekan-rekannya. Bravo memandang Ega dengan tatapan bingung, takut-takut ada ucapan mereka yang tak disukai Ega.

Darat Masih JauhTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang