22. Memory Loss

36 4 8
                                    

Tidak semua rencana manusia direstui Tuhan. Tapi, semua manusia pasti masuk ke dalam rencana Tuhan.
--------

"Sersan Pandega, Prada Cakra! Cepat bersiap! KALIAN SUSUL BRAVO SEKARANG JUGA!"

Pekikan Danton membuat Ega dan Cakra langsung mengambil langkah seribu menuju barak. Remang-remang lampu jalan membuat suasana semakin tegang. Tidak ada lima menit, kedua prajurit yang sedang dalam masa skorsing sudah berada di hadapan Danton.

"Kalian akan berangkat menggunakan helikopter ke titik Bravo berada. Tugas kalian adalah mengevakuasi mereka dan membawa pulang ke Jakarta. Saya rasa jelas ya?"

"Siap, jelas!"

"Segera ke helipad!"

Kepanikan tak bisa ditutupi dari wajah keduanya. Langkahnya kian cepat saat pilot meneriaki mereka. Banyak pikiran yang langsung terbayang. Dugaan, kekhawatiran, bayang-bayang menyeramkan menghantui kepala mereka.

Helikopter mengudara. Melewati gedung-gedung pencakar langit hingga rimbunan pohon. Ega dan Cakra merasakan helikopter mulai terbang rendah.

"Kita mau sampai, Pak?" tanya Cakra.

Pilot menggeleng, "Kita diintai musuh."

Ega dan Cakra refleks merapat ke pintu helikopter. Dengan tubuh yang merapat pada dinding heli, Ega memantau situasi dari pintu sebelah kiri, sedangkan Cakra dari pintu sebelah kanan.

Mereka tidak tau kekuatan musuh berapa banyak, bahkan siapa musuhnya saja tidak mereka ketahui. Mata Cakra membulat kala melihat asap menjunjung ke langit.

"Ada asap merah, arah jam tiga!" seru Cakra.

Tapi helikopter tidak menghampiri lokasi asap itu. Tak berselang lama, Ega melihat asap berwarna hijau.

"Asap hijau di sebelah barat laut!" sesaat setelah Ega berbicara, helikopter langsung menghampiri lokasi asap.

Cakra masih belum paham, tapi dia memilih untuk menyimpan pertanyaannya. Semakin banyak asap yang muncul dari rimbunan pohon dengan warna yang beragam. Bahkan sesekali warna merah dan hijau berasal dari lokasi yang sama. Cakra menatap Ega dengan penuh tanya. Ega yang seakan paham dengan isi kepala Cakra langsung menggeleng dan mengendikkan bahunya.

"Posisi Bravo ada di depan sana. Kalian turun dari masing-masing pintu." ucap pilot.

"Siap!" mengangguk mantap.

Dalam hitungan detik, Ega dan Cakra sudah menginjakkan kaki di tanah. Bagai mimpi buruk terjadi di depan mereka. Diam tanpa suara dengan tatapan nanar lurus ke depan.

Tampak Isa yang sibuk mengobati luka Kurnia di bahu kanan, Dana yang mengobrak-abrik tas bersama Anto, Fais yang tengah membagikan minum untuk sepuluh orang tak dikenal. Sedangkan Bayu, Erik, dan Petra bersiaga di tiga titik berbeda. Tujuh dari sepuluh orang tak dikenal bergelatakan di tanah, wajah mereka sangat kelelahan dan lumayan pucat. Wajah mereka tak bisa berbohong, mereka semua sudah kelelahan.

"Ayo, Dul!" Ega menyadarkan Cakra dari keterkejutannya.

"Elang?" Fais berdiri menghadap ke arah dua anggotanya datang. "Kenapa kalian bisa di sini?"

"Perintah Danton. Apa yang bisa kami bantu, Danru?" tanggap Ega.

Sedetik kemudian, Ega mendapat tatapan menyeramkan dari semua rekannya. "Ada apa?" membalas tatapan rekan-rekannya dengan wajah bingung.

Anto berdiri, menarik bahu Ega agar mendekat padanya. "Cuma orang bodoh yang menyebut nama dan jabatan di tempat seperti ini!" tekan Anto tepat di telinga Ega.

Darat Masih JauhTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang