30. Panggilan Kehormatan

9 1 0
                                    

Langkahnya melambat. Sadar bahwa baru saja ia meninggalkan seseorang. Berhenti di tengah jalur, melihat ke belakang. Dari sekian banyak kepala, belum terlihat wajah orang yang dikenalnya.

Melangkah masuk ke minimarket yang tak jauh dari tempatnya berdiri. Membeli dua botol minuman penambah ion. Satu diteguknya hingga tandas hampir setengah botol. Satunya lagi, nanti akan diberikan ke orang lain.

Duduk di kursi depan minimarket. Mematikan tracking run di ponselnya. Pandangannya tak lepas dari lalu lalang manusia.

Alisnya terangkat. "Rayna!" cukup kencang.

Sosok wanita yang dipanggilnya langsung berbelok arah. Berjalan menghampiri pria yang duduk santai setelah meninggalkannya di putaran keempat.

"Duduk dulu, istirahat," menarik kursi di sampingnya, disediakan untuk sang wanita. "Ini, minum."

Rayna menerima botol air yang diberikan. Memutar tutupnya, air masuk ke kerongkongannya cukup banyak.

"Haus banget?" tatapan polos si pria memandang peluh yang bercucuran di dahi.

Mendengus penuh kesal. Menatap geram lelaki berambut cepak di hadapannya. "Ya pikir aja sendiri! Kamu lari ninggalin aku."

"Iya, maaf. Padahal baru berapa juga jaraknya," balas pria tanpa rasa berdosa.

"Udah empat puteran, Is!" geramnya memuncak.

"Ohh, baru empat. Kamu ngitungin ternyata," ringan sekali mulutnya berucap.

Rayna mencubit lengan si pria yang tak lain adalah Fais. "Satu puteran GBK tuh satu kilometeeerrr ... kalo empat puteraaannn ... ya berarti empat kilometeerrrr!!! Ya jelas capek lah!" memperlihatkan deretan gigi dan tatapan maut.

"Iya, iya, ampun! Aaauuww!!" sedetik setelahnya cubitan itu terlepas dan meninggalkan panas di kulit.

Mengusap lengan kirinya yang panas, namun seringai kepuasan turut tercipta.

"Yaudah istirahat dulu. Lurusin kakinya," ucap Fais.

Hubungan Fais dan Rayna kembali merekat. Setelah kecanggungan yang melanda, kini Fais tampak lebih hangat ke Rayna. Walau sikap dinginnya memang sudah sangat melekat.

Udara sore Stadion Gelora Bung Karno menambah syahdu suasana. Terpaan angin yang membelai kepala. Cahaya senja yang mewarnai aspal. Ditambah wanita cantik yang membuat pandangan Fais tak lepas darinya.

"Perhatian, kepada seluruh pengunjung Stadion Gelora Bung Karno agar menghentikan aktivitasnya sejenak karena penurunan bendera akan dilakukan!"

Suara yang sedikit mengganggu syahdunya dunia Fais. Berdiri untuk memberikan penghormatan kepada panji negaranya.

Hormat diberikan mengiringi penurunan merah putih dari puncak tiang. Binar matanya tak bisa bohong, ada sesuatu yang disimpan dalam-dalam.

"Penurunan selesai!"

Aktivitas kembali berjalan.

"Aku harus ke markas. Dipanggil senior," ucap Rayna.

"Biar saya antar." sambung Fais.

Berhubung Rayna tidak membawa kendaraan, Fais punya kesempatan yang jarang didapatkan. Beruntung, ia membawa dua helm. Memang sudah dipersiapkan.

"Beneran gakpapa kamu anterin aku ke markas?" tanya Rayna.

"Emang gak boleh? Siapa yang gak ngebolehin?" timpal Fais.

"Boleh-boleh aja sih. Terima kasih ya. Maaf ngerepotin." senyum Rayna terbentuk sempurna.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Aug 04 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Darat Masih JauhTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang