28. Spesial

11 4 0
                                    

Jika terus ragu, kapan aku maju?
———

Menyodorkan amplop putih berisi secarik kertas. Khawatirnya bukan main saat mendengar kabar dari rekan sesama dokternya perihal kondisi salah seorang pasien yang sedang dalam pantauannya.

Penjelasan dari rekannya sudah cukup meyakini tindakan yang akan diambil dan dijalani oleh si pasien. Ia sadar, dalam hal ini ia harus bekerjasama dengan pihak lain karena di luar pengetahuan dan kemampuannya.

"Psikiater?"

Kata pertama yang terucap setelah membuka lipatan kertas dalam amplop yang diterima. Ini pertama kalinya ia mendapat rujukan ke poli jiwa.

"Maaf, saya terlambat menyadari. Seharusnya kamu pergi ke psikiater sejak awal, jadi bisa meminimalisir kejadian seperti tadi malam." Kapten Aji cukup menyesal.

Hari ini Fais sudah diperbolehkan kembali ke barak. Menenteng amplop putih sambil melangkah, mengingat-ingat mimpi yang semalam ia dapat.

Melewati gapura Kompi B, Fais teringat akan suatu hal. Ia hendak mencari perwira yang semalam disebut Dana. Akan dia gali semua informasi dari mereka.

"Sersan Fais?"

Menghadap ke sumber suara. Itu Letda Riki. Beruntung sekali.

Menghampiri dan memberitahu maksud serta tujuannya datang ke sana. Mereka lanjut mencari keberadaan Letda Syafwan. Sederet pertanyaan sudah siap di kepala Fais.

Dalam waktu singkat mereka sudah duduk bertiga. Dua perwira itu mulai menjelaskan apa yang Fais minta. Telinganya tak berhenti mendengar, di kepalanya terus terbayang kejadian demi kejadian dalam mimpinya.

Ajaib! Semua mimpi yang Fais dapatkan mirip dengan penjelasan Letda Riki dan Letda Syafwan. Mereka menjelaskan apa saja luka yang diderita Fais dan bagaimana proses penyembuhannya hingga Letda Syafwan mendapat kabar bahwa Fais nekat ikut serta dalam suatu tugas.

"Setelahnya saya dapat info kalau kamu amnesia karena cedera kepala." pungkas Letda Syafwan.

Mencerna semua informasi dengan baik. Bergantian, Fais menjelaskan apa yang menganggu tidurnya belakangan ini. Semuanya mirip bahkan sama persis dengan adegan yang dijelaskan padanya.

"Itu bukan mimpi, tapi itu memori kamu." Letda Riki sangat yakin mengucapkannya.

Selesai menggali informasi, Fais pamit undur diri. Melangkah pelan menuju kompinya. Meratap jalan yang dijejaki, pikirannya melayang, banyak bayangan memenuhi lamunan.

Saking dalamnya pikiran, ia kurang fokus pada jalan. Baru tiga langkah belok kanan langsung berpapasan dengan sepeda motor. Beruntung pengemudinya sempat menarik rem kanan. Lamunannya buyar.

"Fais? Kamu jalannya bengong ya?"

"Eh, Rayna? Maaf, saya kurang fokus."

Teringat ucapan Anto kemarin. Usianya kini sudah semakin matang, tak ada salahnya untuk mencoba.

"Kebetulan kita ketemu, aku mau kasih ini buat kamu." Rayna menyodorkan setoples kue kering.

"Terima kasih banyak. Anda bikin sendiri?" Fais menerimanya dengan senang.

"Iya. Semoga rasanya cocok di lidah kamu ya." harap Rayna.

"Anda sudah makan? Mau makan bareng?" ajak Fais.

Tanpa berlama-lama, Rayna langsung setuju. Keduanya menuju kantin. Makannya sederhana, tapi momennya yang mahal.

Menunggu pesanan dengan bercengkrama. Fais berusaha untuk lebih santai dan dekat dengan wanita di hadapannya. Rayna juga sangat menikmati obrolan. Sampai makanan datang, obrolan mereka tak kunjung usai.

Darat Masih JauhTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang