7. (Harus) Sadar

39 5 6
                                    

"Bang Dana! Bangun, Bang!" Ega mengguncang-guncang tubuh wakil komandan regunya.

"Dana, bangun, Dana! Mau apel jam berapa?" Anto turut membangunkan atasannya.

Mata Dana perlahan terbuka. Matanya merah karena sedari Subuh menangis dan akhirnya ketiduran.

"Jam berapa sekarang?" Dana mengangkat badannya.

"Udah jam delapan lewat sepuluh. Kita mau apel jam berapa? Bisa ditegur Danton!" cecar Anto.

"Astagfirullah al'adzim! Maaf saya ketiduran. Saya cuci muka dulu." Dana beranjak pergi.

Anto dan Ega langsung menuju depan barak, menghampiri rekan lainnya. Selang beberapa menit apel pun diselenggarakan. Tidak banyak yang Dana sampaikan di apel hari ini, wajahnya nampak lesu, tapi dipaksakan agar terlihat baik-baik saja.

Setelah pasukan dibubarkan, Dana melangkah menuju Kompi B. Menemui Letda Syafwan yang bertugas di sana.

"Selamat pagi, Letnan!" Dana memberi hormat.

"Selamat pagi, Sersan. Ada apa?" balas Letda Syafwan.

"Izin bertanya tentang keadaan Sertu Fais. Apa ada perkembangan, Letnan?" tanya Dana.

"Alhamdulillah Sertu Fais sudah berhasil diselamatkan. Kini sedang menjalani perawatan di rumah sakit." jawab Letda Syafwan.

"Rumah sakit mana, Letnan?"

"Tunggu saja kabarnya. Maaf, Sersan, tapi tidak seharusnya kamu mengetahui hal ini. Kamu tahu hal ini karena surat yang dititipkan oleh Sertu Fais untukmu. Ini bukan ranahmu, Sersan Dana." ucap Letda Syafwan sedikit tegas supaya Dana paham akan batasannya.

"Siap, Letnan. Terima kasih banyak." Dana memilih untuk tidak mencari tahu lebih lanjut daripada ia kena teguran yang lebih keras. Pamit kepada Letda Syafwan dan kembali ke kompinya.

Setidaknya Dana sudah tahu kalau kini Fais berada di tempat yang jauh lebih aman dan sedang menjalani pengobatan. Kini dirinya lebih tenang. Sejak menerima kabar Fais ditawan, Dana terus terbayang keadaan Fais di tengah hutan sana. Terlebih setelah membaca pesan dari Fais. Ternyata Fais sudah berpikir terlampau jauh sejak ia dilantik menjadi komandan regu.

"Bang Dana! Tunggu, Bang!" Ega berlari mengejar Dana.

Dana menghentikan langkah kakinya kemudian mengusap wajahnya agar tidak terlihat kalau ia sedang murung.

"Bang, mau nanya," ucap Ega begitu berhadapan dengan Dana.
"Bang Fais ke mana sih? Kok ke kampung lama banget. Emang cutinya berapa hari?"

Dana menarik ujung bibirnya, "Saya juga kurang tau sampai kapan dia di kampung."

"Biasanya Bang Dana tau segalanya tentang Bang Fais." ucap Ega.

"Untuk kali ini saya gak tau." Balas Dana.

Ega mengangguk. "Abang habis dari Kompi B ya? Ngapain, Bang?" tanya Ega.

"Ada urusan," jawab Dana.
"Jangan lupa nanti kita ada pembekalan dari Danyon. Saya duluan ya." kemudian beranjak pergi.

"Siap." Ega pun melangkah menuju pinggir parit, tempat biasa Regu Bravo duduk bersama.

Melihat Ega yang datang dengan ekspresi seadanya sudah dapat ditebak oleh rekan-rekannya, pasti Ega tidak mendapat jawaban tentang Fais.

"Gak dapet ya?" terka Isa begitu Ega bergabung dan hanya dibalas anggukan.

"Ya mungkin emang di kampung Bang Fais susah sinyal." tambah Erik.

"Tapi ini udah berapa hari coba? Masa sih gak ada kabar sama sekali, terus Bang Dana juga kayak ada yang ditutupin gitu." sangkal Ega.

"Tutupin gimana?" kompak.

Darat Masih JauhTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang