19.

15.3K 1K 12
                                    

Happy reading!!

Ana sedang menikmati hari liburnya dengan rebahan dan menonton drama korea kesukaannya, jangan lupakan cemilan yang tidak pernah lepas dari tangannya. Ia bahkan belum pernah keluar kamar sejak kemarin, dan tidak mau menemui siapapun kecuali bi inah yang membawakannya makanan.

Ana masih sangat kesal dengan abangnya dan Samuel tentunya. Semalam Gavin terus saja memaksa untuk masuk menemuinya, tapi Ana sama keras kepalanya dengan Gavin. Ia bahkan mengancam akan melaporkannya pada ayahnya tentang kejadian hari ini jika Gavin tidak pergi, dan akhirnya Gavinlah yang mengalah.

Kantung mata yang menghitam dan tisu yang berserakan dilantai, Ana benar-benar menghabiskan malamnya dengan menangis. Bahkan sahabatnya terus menghubungi Ana dan berniat untuk menemaninya, tapi Ana menolaknya.

Tentang Keenan ia masih dirawat dan ditemani oleh tante Dian, saudari dari mendiang ibu Ana. Tante Dian sangat menyayangi Keenan, dan ia sangat menyayangkan sikap kakak iparnya yang menyia-nyiakan Keenan, dulu ia sempat ingin mengadopsi Keenan tapi karena Keenan sendiri yang menolak maka ia tidak bisa berbuat apa-apa.

Ia juga tahu segala perbuatan Ana dan kedua kakaknya pada keenan, tapi Dian tetap menyayangi mereka. Bukan sekali ia menasehati Ana dan kedua kakaknya, tapi mereka hanya menganggapnya angin lalu.

Suara dering telpon membuat Ana mendengus kesal, siapa yang berani mengganggu akhir pekannya.

Nomor tak dikenal terlihat dilayar ponsel Ana, ia mengeryit dan tanpa ragu menggeser tombol hijau pada ponselnya.

"Halo?" Jantungnya berdegup kencang menunggu suara di seberang sana.

"Halo?" Ia kembali bersuara ketika tidak ada yang merespon ucapannya.

Ia mengernyitkan dahinya, saat hendak memutuskan sambungan. Tiba-tiba diseberang sana terdengar suara berat yang beberapa hari ini ia hindari.

"Kau kemana saja, apa kau menghindariku?" tanyanya dengan suara yang mengintimidasi.

Ana menelan salivanya susah payah. Bagaimana dia akan menjawab, salah jawab dikit bisa hilang nyawanya.

"A-aaku-"

"Apa sekarang kau juga menjadi gagu?"

"Ga, bukan gi-"

"Terus apa? Kau sengaja membuatku marah?"

"Bukan, aku-"

"Sepertinya kau-"

"BISA GA SIH JANGAN MOTONG UCAPAN ORANG? NGESELIN BANGET TAU GA. GUE BUKAN NGEHINDARIN LO, GUE CUMA KESEL BANGET SAMA SEMUA ORANG JADI GUE BUTUH WAKTU SENDIRI, OKE. AKKHH, BUNUH ORANG DOSA GA SIH?"

Alvero di seberang sana seketika menjauhkan ponselnya dari telinga, suara melengkin Ana bahkan sampai terdengar oleh beberapa anggota Alvero.

"Ekhm. Memangnya kau siap jadi janda di usia muda?"

Ana melotot mendengar perkataan Vero "GUE BELOM NIKAH, ANJ**"

tut

Ana melempar kasar ponselnya, sepertinya usahanya untuk mencari kebahagiaan tidak terpenuhi. Sudah drakor yang ia tonton sad ending, dibuat emosi sama Alvero lagi.

****

"Sangat menggemaskan" monolog Vero pada ponselnya. Sedangkan Lingga dan Jefan merinding melihat wakil bosnya senyum-senyum sendiri.

"Kesambet lo?" Tanya Jefan

Vero seketika merubah ekspresi wajahnya kembali datar dan pergi tanpa memperdulikan ucapan Jefan.

World of NovelsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang