23. Kita cewek kuat

13.1K 937 7
                                    

Happy reading!!!

Part ini mungkin agak panjang, jadi baca pelan-pelan ya ges.

"Saya sudah mengatakan padamu, jangan membuat masalah lagi Ana," Ucap Edward dingin.

"Tapi pah, bukan aku yang salah."

"Membully seorang gadis bernama Rachel sampai dia masuk rumah sakit. Papah benar-benar tidak menyangka, papah tidak pernah mengajarkan kamu untuk menjadi pelaku pembully Ana."

Ana memandang tak percaya pada papahnya. Ia yakin siapa yang mengadukannya, siapa lagi kalau bukan Bara api neraka.

"Sialan, si Bara api, " gumam Ana.

"Papah percaya sama aku, bukan aku yang buat si medusa itu ke rumah sakit. Aku satu hari ini gak ada ketemu sama dia."

Edward menghela nafas "papah mendapat telpon dari orang tua Rachel, dan dia meminta ganti rugi dan permintaan maaf kamu secara langsung dihadapan Rachel."

Ana melotot, hell meminta maaf pada nenek lampir itu. Big no, untuk apa dia meminta maaf sama kesalahan yang tidak ia lakukan.

"Aku gak mau ya pah, bukan aku juga yang salah. Bara sialan."

"Ana, papah tidak terima alasan apapun dari kamu. Malam ini kita ke rumah sakit, dan kamu harus meminta maaf pada Rachel." Tekan Edward

Ana tanpa sadar menaikkan volume suaranya "nggak bisa gitu dong pah, aku gak salah. Papah jangan kemakan sama omongan Baranjing itu."

Plak!!

"Jaga ucapan kamu Ana, dia itu kakak kamu."

Suara tamparan menggema di ruangan, Ana menyentuh pipinya yang terasa panas akibat tamparan yang dilayangkan kepadanya. Ia memandang kecewa pada lelaki paru baya yang ia panggil Papah.

Edward juga terkejut, ia menatap telapak tangannya yang ia gunakan untuk menapar putrinya, ia sama sekali tidak bermaksud menyakiti putrinya.

"Pah?"

"Ana, papah tidak bermaksud." Ucap Edward dengan rasa bersalah.

Hati Ana berdenyut sakit, sejahat itukah dia dimata semua orang "Pah, dulu aku memang sering bully dia. Karna dia udah merebut semua perhatian bang Bara sama bang Gavin sampai Samuel. Tapi, untuk kali ini bukan aku yang nyakitin dia. Emang papah udah cari tahu kebenarannya?" Edward hanya terdiam

"Gak kan, papah cuma percaya sama omongan anak papah itu. Papah mau aku berubah, tapi papah gak pernah dukung atau nuntun aku buat berubah." Lanjutnya dengan menyeka air matanya dengan kasar.

"Papah udah gagal jadi papah buat aku, maupun untuk Keenan."

Setelah mengucapkan kalimat itu, Ana pergi meninggalkan Edward yang masih mematung mendengar semua kalimat yang ia katakan.

"Halo? Del, lo dimana?"

"Di rumah, kenapa?" tanya Adel dengan suara serak seperti sedang menangis.

"Gue nginep di rumah lo." Ana memutuskan sambungan teleponnya dan segera pergi menuju rumah sahabatnya. Ia hanya membawa seragam sekolahnya untuk besok rasanya terlalu malas jika harus bolak-balik besok pagi.

****

Setelah beberapa menit perjalanan, Ana tiba di rumah Adel menggunakan taxi. Sudah kukatakan bukan, Ana dengan jiwa Alea tidak mahir menggunakan kendaraan beroda empat itu, tapi mungkin ia akan mencoba untuk mempelajarinya.

Saat masuk suasana rumah mewah itu, sepi seakan tidak ada kehidupan di dalamnya. Ia memaklumi karena Adel hanya tinggal bersama ibunya yang jarang berada di rumah. Namun semakin ia mendekat ke kamar Adel, keadaan di sekitarnya sangat berantakan beberapa peralatan yang berserakan dan sebuah guci yang pecah.

World of NovelsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang