Happy reading!!!
"Apa ini nggak terlalu berlebihan, bang?"
Pria bertopi melirik tajam pada sahabat adiknya "cowo itu nggak ada di Indonesia, jadi kemungkinan dia kembali juga kecil" jarinya berhenti mengetik dan menatap lawan bicaranya,
"Kita nggak pernah bilang kalau mereka macam-macam di kamar itu, memang spekulasi manusia itu jahat-jahat."
Siswa yang masih mengenakan seragam menatap khawatir pada layar-layar yang menunjukkan situasi seluruh lingkungan sekolahnya di setiap sudut, bahkan menjangkau titik buta cctv milik sekolahnya.
"Tapi sepertinya anak itu tidak mengganggu Rachel akhir-akhir ini," tanyanya
"Katanya dia udah move on dari Samuel, dan kedua abangnya."
Jari yang mengetuk pada meja memecah keheningan ruangan gelap dan tertutup ini.
"Gue juga liat kelakuannya berbeda dari sebelumnya, bukankah aneh? Apa seseorang bisa berubah dalam semalam?"
Siswa tersebut hanya menggeleng, ia memang bekerjasama dengan kakak Rachel untuk balas dendam pada Ana yang sering mengganggu Rachel. Tapi melihat Ana tidak lagi merudung Rachel, namun ia masih saja jadi tersangka dari penderitaan Rachel rasanya ia sedikit merasa bersalah.
"Kayaknya cukup sampai di sini deh bang, Ana juga sudah cukup menderita dengan semua tuduhan itu."
"Kau mau menghianati Rachel, Ven? Gue rela ngotorin tangan gue sendiri demi kebahagiaan Rachel. Setidaknya itu yang bisa gue lakuin untuk menebus kesalahan gue," jelasnya.
"Bu-bukan gitu bang, gue sayang sama Rachel tapi gue rasa ini nggak bener bang."
"Hanya sampai anak itu mati."
Veno membulatkan matanya terkejut, ia memang membenci Ana yang sering menggangu sahabatnya tapi ia tidak pernah berpikir sampai sejauh itu.
Ia berucap dengan gagap "ba-bang, apa perlu sampai sejauh itu, bukannya dia udah berubah? Gue rasa itu udah cukup."
"Kita nggak tau dia akan berubah lagi atau tidak..." Ia menatap dingin pada Veno "dan jangan berfikir untuk merusak rencanaku atau kau juga menanggung akibatnya."
"Kau tidak perlu bersimpati, kita udah ngotorin tangan kita dari dulu."
Kalimat itu mampu membungkam Veno,*****
Langit sore mulai menghilang berganti dengan langit malam yang perlahan muncul, kendaraan berlalu-lalang menambah kebisingan kota di sore itu. Anastasia duduk termenung di halte tempat pertama yang ia datangi saat datang ke dunia ini.
Ia menghela nafas panjang, dua hari ini ia benar-benar menjadi topik hangat yang dibahas satu sekolah bahkan sampai ke sekolah lain, selama dua hari pula ia duduk di halte selama 2 jam.
"Gue nggak punya petunjuk lain selain pelakunya cowok,"
Ana mengetukkan jarinya sambil berfikir "Di cerita asli adegan ini nggak ada, apa ini termasuk variabel lain yang muncul karena gue?"
"Gue udah minta tolong sama bang Alex untuk menyelidiki club itu, tapi belum ada kabar sama sekali," lanjutnya.
Suara dering telepon menyadarkan Ana, ia tersenyum kala melihat nama yang tertera di layar.
"Kau sedang apa?"
"Nggak ngapa-ngapain sih, kenapa?"
Helaan nafas terdengar dari seberang "kamu, baik-baik saja kan?"
"Hm, mau denger yang jujur apa yang bohong?"
"Bohong."
Tawa kecil Ana terdengar sendu di telinga Alvero,
KAMU SEDANG MEMBACA
World of Novels
Fantasy(Transmigrasi story) Alangkah baiknya jika follw sebelum membaca>< Aleana Azquina siswi SMA biasa yang tiba-tiba saja terbangun di ruang kelas yang dipenuhi oleh orang-orang asing. Padahal seingatnya dia hanya tidur di jam pelajaran bahasa Indonesi...