Happy reading!!
"NGGAK...HIKS...AL" Ana seakan kehilangan akal sehatnya, suara tembakan itu masih terngiang di telinganya. Rasa marah, kesal, sedih, dan rasa bersalah itulah yang Ana rasakan saat ini ia ingin marah karena Alvero tidak mengatakan padanya dari awal tapi rasa sedih lebih mendominasi dirinya saat ini.
Lama memandangi jaket milik Alvero, ia merutuki dirinya sendiri karena tidak sadar jika di belakang jaket itu tertulis dengan jelas 'THE KING' bagaimana ia bisa melewatkannya, itu artinya Alvero benar-benar orang yang menyebabkan Ana mati di masa depan.
Suara pintu yang dibuka paksa bersama dengan teriakan Keenan yang melihat kakaknya dalam keadaan kacau, ia berlari menghampiri Ana diikuti Edward dan Gavin yang terlihat baru kembali.
"Kak, ada apa?" Ia mengguncang bahu Ana saat ia tidak menghiraukan panggilan Keenan.
"Ken..." Lirihnya dengan bibir bergetar
"Al...Ken, ak—aku denger suara tembakan. Hiks" Keenan membawa Ana dalam dekapannya, saat itu Ana menangis sejadi-jadinya. Bagaimana jika Alvero terluka parah karenanya.
"An, ada apa? Lo denger suara tembakan dimana?" Tanya Gavin khawatir, dia memeriksa seluruh sudut kamar adiknya, siapa tau ada hal yang mencurigakan yang menjadi penyebab Ana seperti kehilangan akal.
"Tenangkan dirimu, dan bicaralah perlahan." Edward membelai rambut putrinya dengan lembut, meskipun masih dengan tatapan datar namun sorot matanya tak bisa berbohong jika ia mengkhawatirkan putri satu-satunya itu.
Ana menggeleng "Ken..bawa gue ke Al, hiks. Gue mau liat keadaan dia."
"Apa terjadi sesuatu dengan kak Vero?"
"Al— dia ditembak Ken. Hiks, bawa gue kesana." Ana menatap Keenan dengan wajah memohon dan berlinang air mata. Keenan tak sanggup melihat kakaknya dalam keadaan rapuh seperti ini, ia tak mengerti apa yang sedang terjadi tapi yang pasti terjadi sesuatu pada Alvero.
"Besok ya kak." Ucapnya dengan nada pelan, Ana menggeleng.
"SEKARANG KEN, AKU MAU LIAT ALVERO. Hiks...sekarang Ken, gue mau pastiin dia baik-baik aja." Lirihnya
Ana beralih menatap papahnya "Pah...dia ce—celaka karna aku pah." Edward membawa putrinya dalam dekapannya, dan berusaha menenangkannya.
"Dia pasti baik-baik saja, dan bukan kamu penyebabnya." Edward membiarkan Ana menumpahkan tangisnya hingga ia bisa tenang. Tak lama suara isak tangisnya kini berhenti dan nafasnya kembali teratur. Edward mengangkat Ana menuju kasurnya, ia menghapus jejak air mata di pipi putrinya.
"Pah, aku nggak liat ada yang mencurigakan. Dan nggak ada jejak penembakan." Kata Gavin, ia melirik Ana yang sudah tertidur meskipun sesekali ia terisak.
Edward tak menjawab, ia melirik Keenan yang menggenggam sebuah jaket ditangannya. Keenan yang menyadari menyembunyikan jaket itu di balik punggungnya.
"Ken—Keenan juga nggak tau kak Ana kenapa, pah."
Tanpa menanggapi ucapan Keenan, Edward dan Gavin berjalan keluar namun sebelum itu ia berkata pada Keenan.
"Segeralah keluar dan matikan lampunya. Jangan sampai dia terbangun."
Keenan hanya mengangguk lesu dan menatap kepergian papah dan kakak tertuanya, ia berjalan ke sisi ranjang kakaknya.
"Apa terjadi sesuatu di arena? Aku harus menanyakannya pada Lingga, dan kenapa jaket kak Vero bisa ada pada kakak." Batinnya.
****
Pagi ini Ana terbangun dengan mata bengkak karena menangis semalaman, jangan kira ia bisa tidur nyenyak semalam. Ia terbangun kembali saat Keenan meninggalkan kamarnya, ia sudah berusaha menghubungi Alvero namun hasilnya nihil ingin menghubungi Lingga tapi dia tidak memiliki nomornya.
KAMU SEDANG MEMBACA
World of Novels
Fantasia(Transmigrasi story) Alangkah baiknya jika follw sebelum membaca>< Aleana Azquina siswi SMA biasa yang tiba-tiba saja terbangun di ruang kelas yang dipenuhi oleh orang-orang asing. Padahal seingatnya dia hanya tidur di jam pelajaran bahasa Indonesi...