41.

8.9K 627 34
                                    

Happy reading!!

Hari ini Ana kembali mengawasi Rachel tanpa Kimmy dan Adel, entah sudah hari keberapa tapi dia belum juga menemukan sesuatu yang mencurigakan dari Rachel, hingga Adel dan Kimmy sudah merasa bosan.

"Rumah sakit? Ngapain dia kesini?" Batinnya

Dia mengikuti Rachel hingga mereka sampai pada ruangan yang Ana juga tidak ketahui. Saat mengintip, ternyata Rachel sedang menjenguk Veno yang masih dirawat, tapi yang lebih mengejutkan adalah apa yang mereka bicarakan.

"Bisa nggak sih, lo jangan ngaduin gue ke orang itu?" Kesal Rachel, ia bahkan tak memanggil Veno dengan embel-embel 'kak' atau nada halusnya.

"Dia kakak lo, Ra."

"Gue nggak peduli, lo kasi tau sama dia. Jangan ikut campur urusan gue lagi, gue nggak butuh bantuan dia."

"Dan satu lagi, jangan sampai kak Samuel dan lainnya tau kalau 'dia' kakak kandung gue," lanjutnya.

Veno hanya menghel nafas melihat kepergian Rachel, ia benar-benar merasa bersalah melihat perubahan Rachel andai dulu dia tidak meninggalkan Rachel dan menanggung semua beban itu sendirian akankah Rachel masih menjadi temannya yang baik hati.

"Lo berubah, Ra. Gue bener-bener nggak kenal lo yang sekarang." Monolognya sambil menatap langit-langit rumah sakit.

Ana  masih syok dengan kebenaran yang baru saja ia dengar. "Jadi Rachel punya kakak? Bukannya dia anak tunggal terus yatim-piatu? Ini gimana sih? Terus kakaknya siapa?" Begitu banyak pertanyaan yang belum Ana ketahui jawabannya.

Ia berjalan keluar dari rumah sakit sambil terus memikirkan fakta baru yang ia temukan, saking kurang fokusnya ia kembali terbentur sesuatu.

"Aishh. Perasaan gue ketabrak mulu deh," lirihnya dengan mengusap pelan dahinya.

"Ana?" Merasa terpanggil, ia mendongak dan melihat Arkan yang mengenakan pakaian rumah sakit dengan wajah pucatnya.

"Arkan. Lo ngapain di sini?"

Arkan mengangkat bahunya tak acuh"menurut lo?"

Duk

Arkan mengusap kepalanya yang terkena pukulan dari Ana "lo demen banget mukul orang,"

"Lagian omongan lo ngaco banget, yang namanya sakit pasti ada obatnya. Lo pesimis banget sih, walaupun kemungkinan lo sembuh cuma nol sepersekian persen bukan berarti lo nyerah sama hidup," kesalnya saat mendengar penyakit Arkan yang semakin parah tapi dia bahkan tidak punya semangat untuk bertahan.

Arkan duduk bersender pada kursi pengunjung, ia menerawang jauh "bertahan hidup dengan obat nggak akan ngaruh, An. Kalo yang hilang itu tujuan hidup." Ucap Arkan

"Emang lo udah nggak punya tujuan untuk hidup?"

"Entahlah."

Ana menghela nafas, sungguh disaat seperti ini biasanya orang akan memberikan motivasi kepada orang seperti Arkan, dan itu adalah kelemahan Ana. Kelemahan dalam merangkai kata.

"Kalo lo udah siap mati yaudah, nih rumah sakit lumayan tinggi, jalanan juga lagi rame tinggal pilih aja sih."

Arkan tersedak ludahnya sendiri mendengar ucapan Ana "lo mau gue bunuh diri? Masuk neraka dong gue, dosa gue aja masih banyak, An."

"Itu lo tau dosa, lo nggak mau berobat juga termasuk bunuh diri tapi prosesnya lama." Balasnya dengan sarkas

"Lo bukan nggak bisa bertahan tapi lo nggak mau. Tujuan hidup nggak perlu yang besar, Ar. Bisa lulus SMA, ngerasain capeknya kuliah, kumpul bareng sahabat lo, ketemu orang baru, dan banyak hal-hal kecil lainnya."

World of NovelsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang