Rendra mendengus kesal melihat Bundanya yang sedang menyiapkan makanan untuk Rendi, kembarannya dan juga Jivka, adiknya. Padahal baru 7 menit lalu sang Bunda mengatakan untuk dirinya menyiapkan makanannya sendiri.
Memang, Rendra sudah biasa mendapatkan perlakuan ini. Tapi entah kenapa, rasanya tetap menyebalkan.
"Yah, motor Rendra kapan?" tanya Rendra entah untuk keberapa kalinya.
"Nanti, Ayah lagi beliin buat Jivka dulu," jawab sang Ayah yang fokus membaca laporan kantornya.
Rendra melirik Jivka yang tengah tertunduk, dia mendengus lalu meminum air nya tanpa menyentuh makanannya lalu bersiap untuk pergi ke kampus.
"Padahal Rendra udah minta dari 7 bulan lalu. Lupain aja, udah basi," setelah mengatakan itu, Rendra pergi tanpa melihat respon keluarganya.
Jivka menatap sendu makanan Rendra yang sama sekali tidak tersentuh. Dia kembali menyalahkan dirinya karena meminta sesuatu pada Ayahnya padahal dia tahu kalau permintaan Kakaknya itu belum dikabulkan sang Ayah.
Jivka memegang sendok erat, "Yah, motornya buat kak Rendra aja dulu. Jivka masih bisa pakai sepedah kok."
"Kamu udah kuliah Jivka," ucap Ayahnya tegas.
"Tapi kak Dra udah kuliah lebih dulu dari Jivka."
"Rendra bisa naik bis sendiri," ucap Bundanya yang duduk di sebelah Rendi.
"Bun-"
"Jangan ngobrol kalau lagi di meja makan, Jivka," ucap Ayahnya seperti tidak ingin mendengar ucapan Jivka terlebih dahulu.
Jivka menunduk, memakan sarapannya tanpa minat.
"Rendi, nanti Ayah sama Bunda anter ke kampus ya."
---
"Anjing lah," dengus Rendra sambil menendang batu kerikil yang ada di deapannya.
Tapi sayang, batu itu melambung begitu jauh hingga tidak sengaja mengenaik kaki seorang remaja yang seumuran dengannya. "Mati gue."
Remaja tersebut mendekati Rendra dengan muka yang kesal, "lo kan?"
"Sorry, gue beneran gak sengaja," ucap Rendra menyesal.
Remaja tersebut menatap Rendra intens, dari atas hingga bawah. Lalu berhenti dan menatap mata Rendra dengan tajam, "lo Rendi jurusan psikolog itu kan? Anaknya Om Chandra sama Tante Wendi?"
Rendra berdecak kesal, dia mendengus dan menatap remaja seumuran di depannya itu dengan malas, "again? FYI, dan sorry karena ini bakal buat lo kecewa. Gue Rendra, adik kembarnya."
Rendi memang sangat terkenal di berbagai jurusan di kampus mereka. Karena Rendi memiliki kecerdasan dan keaktifan yang pasti seisi kampus akan mengenalnya.
Sedangkan Rendra sebaliknya. Dia pintar, tapi dia malas untuk bersosialisasi. Makannya, dia tidak begitu dikenal.
Mungkin hanya teman satu kelas dan dosennya saja yang mengenalnya, tidak sampai luar kelasnya. Bahkan teman satu jurusannya pun mungkin tidak semua mengenalnya jika tidak pernah satu kelas dengannya.
"Gue gak tau, maaf."
Rendra diam, memilih berjalan meninggalkan lelaki seumurannya itu. Tapi suara lelaki itu menghentikannya dan menmbuatnya ingin kembali menendang batu di sana kepada lelaki tersebut.
"Lo baru minta maaf doang, jangan kabur. Tanggung jawab dulu," ucapnya.
Rendra berbalik, "gue gak ngehamilin lo jadi kenapa gue tanggung jawab? Kalaupun iya lo hamil, minta tanggung jawab sama batu sana. Dia yang nyentuh lo secara langsung."
KAMU SEDANG MEMBACA
Two-R [END]
Fanfiction'The Meaning of the Number 7 for Twins' "Angka 7 itu angka keberuntungan. Dan karena angka 7 gue punya adik kembar. Gue mohon, jangan benci sama angka 7." - Rendi Adipta Wijaya. "Bagi gue, angka 7 itu kesialan. Karena 7 menit sial itu, gue harus lah...