15

300 36 3
                                    

Jivka melempar sembuat benda yang ada dikamarnya ke sembarang arah. Memukul beberapa kali kepalanya dan menutup telinga dan matanya kuat kala bayangan juga suara didepannya semakin terlihat seperti nyata.

“KAK DRA!!! AYAH JANGAN BAWA KAK DRA!!”

“AYAH JANGAN PUKUL KAK DRA!!”

“KAK DRA!!”

“AYAH JANGAN BAWA KAK DRA PERGI!!!”

“Jivka—“

“LEPAS!!! JANGAN PEGANG!! JIVKA GAK MAU DIPASUNG LAGI SAMA AYAH, LEPAS!!!”

Segara menutup mulutnya rapat kala mendengar penuturan Jivka tentang dirinya yang takut dipasung oleh Ayahya sendiri.

“Jivka, tenang. Ini saya dokter Jares, tidak akan ada yang memasung kamu.”

“ENGGAK!! AYAH MAU PASUNG JIVKA LAGI, DIA DI SANA. DIA DI SANA BAWA RANTAI. ENGGAK, AYAH JANGAN!! JIVKA GAK MAU!!”

Segara kembali menutup mulutnya terkejut. Lagi? Itu artinya bahwa Jivka sempat dipasung oleh Ayahnya kan?

Jivka terus memojokkan dirinya sambil sesekali memukul kepalanya kuat membuat Jares bingung sendiri harus bagaimana menangani Jivka yang terus mengamuk.

Penderita Skizofrenia akan sedikit sulit membedakan antara kenyataan dan bayangan yang ada di pikiran mereka. Semua akan terasa nyata bagi si penderita, dan itu akan sulit untuk ditenangkan.

“Kalian keluar, biar saya yang mengurus Jivka,” ucap Jares pada beberapa suster yang datang bersamanya tadi.

Para suster keluar, tak lupa menutup pintu kamar Jivka. Sedangkan Jivka masih terus berteriak agar Ayahnya itu menjauh darinya, bahkan barang di sekitarnya dia lempar ke depan kala melihat bayangan Ayahnya yang mendekat.

Jares melirik Segara yang tengah mengintip dan meminta Segara agar menjauh, Jares takut adiknya itu akan merasa cemas ketika melihat Jivka seperti ini.

“Sega udah bisa ngendaliin kak, kakak bantu Jivka aja.”

Jares mengangguk dan mendekat ke arah Jivka, memegang bahu anak itu lalu memeluknya kuat. Jivka memberontak, tapi Jares terus menahan tubuh Jivka agar tenang.

Jares merasakan semua perlakuannya percuma, lalu dia diam-diam menyuntikkan cairan penenang di bahu Jivka. Membuat Jivka yang masih berteriak perlahan mulai tenang dan tertidur.

Seharusnya Jares tidak perlu menyuntikkan cairan penenang, tapi kondisi Jivka akan sulit ditenangkan bila hanya dengan kata-kata.

Skizofrenia dan Anxiety bukan hal yang dapat dianggap remeh meski oleh dokter yang berpengalaman sekalipun.

Tidak, bukan hanya Skizofrenia dan Anxiety saja. Semua penyakit yang bersangkutan dengan mental seseorang, sekecil apapun pernyakit itu tidak bisa diremehkan begitu saja.

“Di suntik kak?” tanya Segara, dan Jares hanya mengangguk pelan setelah membawa Jivka ke kasurnya.

“Kondisinya masih susah Se buat ditemangin, jadi terpaksa gue harus suntik. Lo tunggu sebentar, gue mau ngobrol sama lo.”

Segara mengangguk dan Jares segera menelpon beberapa suster untuk membantu merapihkan kamar rawat Jivka.

Setelah beberapa suster datang, Jares segera masuk ke kamar Segara yang berada tepat di sebelah kamar Jivka.

“Kenapa kak?”

“Jivka, selama ini kalau lo ngobrol di taman sama dia apa dia ngamuk?” tanya Jares.

Segara menggeleng, “kalau ngamuk, enggak. Tapi pernah sekali dia tiba-tiba panik dan langsung pingsan. Pas itu ditanganin sama dokter Liga, soalnya lo ada jadwal ke RS pusat waktu.”

Two-R [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang