EPILOG

417 38 1
                                    

Rendra menggenggam erat tangan Jivka yang terasa dingin karena kegugupan dan ketakutan adiknya itu. Jivka sudah sedikit bisa mengendalikan dirinya jika ada Rendra, tapi dia sendiri tidak tahu bagaimana jika bertemu orang yang menjadi alasannya selalu lepas kendali akan dirinya.

“Percaya sama kakak, semua bakal baik-baik aja.”

Jivka mengangguk, tapi genggamannya pada tangan Rendra semakin erat. Rendra sendiri memakluminya, dan dia mengusap punggung tangan Jivka dengan jempolnya untuk menenangkan.

“Ayah,” panggil Rendra saat dia sudah berada dibelakang Chandra.

Chandra yang sedang berlutut di makam Rendi tersentak dan langsung berdiri lalu berbalik menghadap Rendra dan Jivka.

Bibirnya seketika mmenyugingkan senyum kala menyadari keberadaan kedua anaknya, walau Jivka yang berlindung di balik tubuh Rendra dan masih enggan menatap dirinya.

Chandra tidak masalah dengan itu, dia sadar kalau anak bungsunya itu masih takut dengan dirinya. Melihat Jivka sekarang saja sudah cukup bagi Chandra.

“Ngobrol sama Rendi dulu aja ya? Ayah di depan, nanti boleh kan Ayah ngobrol sama kalian?”

Rendra tersenyum dan mengangguk, melihat itu Chandra membalasnya dengan senyum lalu meninggalkan kedua anaknya di makam anak sulungnya.

Tanpa pikir panjang, Rendra langsung berlutut di makam Rendi dan mengusap nisan yang bertuliskan nama kembarannya itu, sedangkan Jivka mengambil tempat di sisi satunya dan membuat makam Rendi berada di antara mereka.

“Di, lo pasti udah sehat kan di sana? Gue bersyukur lo gak harus ngerasain dan nahan sakit lo lagi. Walau gue sedikit kesel sama lo karena kita belum ngambil banyak kenangan.”

Jivka tersenyum kecil, “Kak, Kak Di tenang aja ya? Jivka bakal jagain kak Dra, dan kak Dra bakal jagain Jivka.”

“Iya Di. Dan maafin gue ya karena ke egoisan gue kita jadi gak punya kenangan yang banyak. Tapi makasih ya Di? Apa yang kita lakuin waktu itu, walau sebentar itu bakalan jadi kenangan terindah buat gue yang gak akan pernah gue lupain.”

“Di, kita di sini bakalan saling jaga kok. Lo juga jaga kita dari atas sana ya? Jaga kita dengan cara lo dari tempat lo sekarang.”

Setelah merapalkan doa, Rendra dan Jivka langsung menyusul Chandra yang berada di pintu masuk makam. Jivka masih terus menggenggam tangan Rendra dan bersembunyi dibalik tubuh kakaknya itu.

“Ayah,” panggil Rendra.

Chandra tersenyum, menghampiri kedua anaknya dengan dua kertas di tangan kanannya. “Ayah gak akan lama. Ayah gak mau buat Jivka jadi tertekan. Ayah cuma mau ngasih ini,” Chandra menyerahkan kertas di tangannya pada Rendra. “Itu dari Rendi.”

“Yah.”

“Kita ngobrol lagi kalau keadaan kita udah sama sama membaik ya? Ayah janji gak akan kemana-mana. Ayah bakal jaga dan lindungin kalian dari jauh,” ucap Chandra. “Ayah titip Jivka sama kamu ya, Rendra?”

Rendra mengangguk pelan. “Ayah, makasih buat biaya rumah sakit dan makasih buat semuanya.”

“Itu udah tugas Ayah, Nak. Maafin Ayah yang belum bisa menjadi Ayah yang baik buat kalian ya? Ayah janji, perlahan Ayah bakal tebus semua kesalahan Ayah.”

“Ayah, jangan kemana-mana,” lirih Jivka.

Chandra terkejut mendengarnya, dia menatap putra bungsunya dengan mata yang bergetar. “Ayah gak akan kemana-mana Nak. Ayah bakal tetep ada di sekitar kalian buat jagain kalian, kita ketemu kalau keadaan kita udah membaik. Ayah janji bakal ngehampirin kalian saat itu.”

Two-R [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang