24. ENDING

460 41 0
                                    

Sudah satu minggu terlewat, Jivka sekarang sudah dapat kembali melihat, dirinya bersyukur akan itu. Tapi mengingat apa yang dijelaskan oleh Cashel beberapa hari lalu tentang siapa pendonor matanya, membuat Jivka merasa sangat bersalah.

Cashel juga menjelasakan, keadaan Rendi sebelumnya jauh dari kata baik. Jantung Rendi semakin melemah dan operasi untuk memasang alat pacu yang baru itu sangat beresiko.

Rendi mendengar tentang Jivka yang membutuhkan donor mata, maka dari itu Rendi berbicara berdua dengan dokter Tio tentang dirinya yang ingin menjadi pendonor untuk adiknya.

Awalnya dokter Tio menolak, dia mengatakan kalau dia akan berusaha untuk kesembuhan Rendi. Tapi Rendi sudah menyerah, dia sudah terlalu lelah untuk hidupnya yang terus bergantung pada alat dan obat-obatan.

Meraba matanya dengan perlahan, Jivka tersenyum kecut. “Kak Di, sekarang kakak di sana liat dunia pake mata Jivka ya?”

“Kak, kenapa? Kenapa kakak nyerahin mata kakak buat Jivka?" Jivka diam sejenak." Kak, apapun yang udah terjadi, Jivka tetep sayang sama kakak. Gimanapun juga, kak Di itu kakak Jivka yang hebat. Maafin Jivka karena belum bisa banggain kakak ya?”

Jivka menghela napas pelan, “makasih ya kak karena selalu jaga Jivka selama ini. Makasih karena sering nemenin Jivka selama 5 tahun di sana. Maaf karena Jivka sering nyakitin kakak tanpa sadar.”

“Kak Di, kakak itu hebat. Kakak selalu sabar ngehadapin Jivka yang emosinya gak bisa kekontrol. Kakak selalu sabar karena Jivka sering ngamuk. Dan kakak gak pernah marah sama Jivka walau Jivka nyakitin kakak. Maafin Jivka dan makasih ya kak?”

Junio menghampiri Jivka, mengusap punggung lelaki itu dengan pelan. “Rendi pasti seneng karena sekarang lo udah bisa ngeliat warna dunia.”

“Iya kak,” Jivka menghela napas pelan lalu menatap Junio penuh harap. “Kak Dra gimana sekarang, kak?”

Junio terdiam, pertanyaan yang selama seminggu ini selalu dia hindari. Karena Junio tahu kalau Jivka berharap jawaban darinya adalah Rendra yang sudah kembali sadar.

Tapi semua itu tidak sesuai harapan baik yang mereka inginkan. Rendra, masih setia menutup matanya selama seminggu ini.

“Gak ada perkembangan ya kak?” tanya Jivka lirih.

“Maaf, Jivka.”

Saat Jivka membuka perban dimatanya, dia berharap orang yang pertama kali dia lihat adalah Rendra. Tapi tidak, dia hanya melihat Hazkiel, Junio, Cashel juga dokter dan beberapa suster.

Mengetahui kakaknya yang pingsan saat itu, membuat Jivka panik. Dirinya memberontak karena ingin menghampiri Rendra. Terus mengamuk sampai Hazkiel dengan terpaksa kembali menyuntikkan obat penenang untuk Jivka.

“Mau jenguk?”

“Boleh kak?”

Junio tersenyum dan mengangguk, “boleh kok. Gue yakin Rendra juga nunggu lo.”

“Tapi—“ ucapannya terhenti kala Cashel memasuki ruangan Jivka dengan terengah.

“Ada apa Shel?” tanya Junio.

“Bang --huft-- Bang Rendra udah sadar.”

---

Jivka dan Rendra berpelukan dengan erat, keduanyapun menangis karena rindu dan karena sadar dengan apa yang telah terjadi sebelumnya. Kehilangan Rendi dan kabar baik dengan keadaan Jivka bukanlah hal yang mudah bagi keduanya.

Mereka sama sama bingung harus merespon keadaan yang terjadi bagaimana.

“Gimana dunianya? Udah berwarna?” tanya Rendra dengan senyumnya. “Maaf ya karena gak ada saat lo kembali liat dunia.”

Two-R [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang