19

303 41 4
                                    

Rendra menggenggam tangan Jivka yang sudah mulai gemetar, pandangannya terus menatap ke sekitar. Takut adiknya melihat kejadian buruk terutama melihat kedua orangtua mereka.

“Udah, gak ada apapun. Lo tenang aja.”

“Minggu lalu ke sini, Jivka hampir nyelakain kak Di.”

Rendra menggeleng pelan, menatap mata adiknya itu mencoba meyakinkan kalau semua akan baik-baik saja. “Percaya sama gue ya? Kalau sesuatu terjadi nanti, gue bakal ngelindungin lo dan gak akan ninggalin lo.”

Jivka mengangguk sebelum akhirnya masuk ke gedung yang cukup besar, gedung dimana tempat Rendi bekerja. Dan Jivka menjelaskan bahwa lusa kemarin merupakan hari peringatan satu tahun gedung praktek tempat Rendi bekerja dibangun.

“Iya, nanti sore saya akan mengunjungi pasien. Ada la—Jivka? Ren--dra?”

Rendi bersama salah satu suster berada tepat di hadapan mereka. Wajahnya benar-benar menampilkan keterkejutan, sedangkan Rendra hanya tersenyum kaku ketika pandangannya bertemu dengan Rendi, saudara kembarnya.

Berbeda lagi dengan Jivka yang menyembunyikan tubuhnya dibalik tubuh Rendra, perasaan bersalah dihatinya muncul ketika melihat luka yang berada di pipi Rendi.

“Lo, Rendra?”

“Hai Di, long time no see?”

Bruk!

Rendi menubruk Rendra, memeluk kembarannya itu dengan erat. Tangisan Rendi keluar begitu saja, tidak dapat dipungkiri bahwa dia sangat merindukan Rendra.

“Lo kemana aja?” tanya Rendi lirih.

“Ada kok, hehe,” jawab Rendra diiringi tawa kecil.

Rendra tersenyum, tidak menyangka dia akan saling memeluk seperti ini dengan Rendi. Tidak pernah terbesit dipikirannya bahwa semua ini akan terjadi.

Dia berpikir, ketika dirinya bertemu dengan Rendi, mereka hanya akan mengobrol canggung dengan suasana yang tegang. Tapi ternyata Rendi datang memeluknya dengan mata yang sudah dibanjiri tangis.

“Kak…” lirih Jivka.

“Kita ke ruangan gue,” ajak Rendi sambil menarik tangan Rendra dan juga Jivka.

Sesampainya di ruangan Rendi, Rendra benar-benar diapit oleh kedua saudaranya itu. Mereka benar-benar tidak memberi jarak dengan Rendra. Seolah Rendra akan menghilang jika mereka memberikan Rendra sedikit jarak.

“Sumpah, gue gak akan kemana-mana,” ucap Rendra.

“Lo udah kemana-mana tanpa kabar 7 tahun, Dra.”

Rendra meringis, kembali merasakan atmosfer yang sama ketika di introgasi Jeffrey kemarin. “Gue males jelasin lagi sebenernya. Tapi oke.”

Setelah beberapa menit menjelaskan dan menceritakan apa yang terjadi. Rendi kembali memeluk Rendra, merasa bersalah atas kepergian adiknya itu.

Ngomong-ngomong, Rendra sama sekali tidak menjelaskan tentang penyakit mental dan percobaan bunuh dirinya pada Jivka maupun Rendi. Dia baru menjelaskan tentang semua itu pada Jeffrey, Derren dan beberapa temannya yang ada di restoran kemarin.

“Gue bangga sekarang lo udah sukses, sama seperti impian lo dulu. Kaya Opa.”

Rendra menatap Rendi dan mengangguk pelan. Rendra sudah tahu kalau Neneknya berpulang setelah 3 Tahun kepergiannya. Ada perasaan menyesal karena Rendra belum memperlihatkan kesuksesan dirinya pada sang Nenek.

Tapi saat kemarin ke makam Neneknya, Jivka menjelaskan kalau Nenek mereka menitip pesan untuk Rendra. Kalau Neneknya akan sangat bangga dengan apapun pencapaian Rendra.

Two-R [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang