21

306 41 2
                                    

“PERGI!!!”

“PERGI!! JANGAN DI SINI, PERGI!!!”

PRAK!

“KAK, KAK DRA DIMANA? KAK DRA DIMANA? JIVKA GAK BISA LIAT APAPUN KAK, GELAP!!”

“Jivka, sayang ini Bunda nak.”

Jivka menggeleng cepat, kedua tangannya menutup telinganya dengan kuat, “ENGGAK, ENGGAK!! PERGI!! JIVKA MAU KAK DRA!! PERGI!! PERGI!!”

“Jivka, gak ada Rendra di—“

“Tolong tenang, infusnya akan membalik jika anda seperti itu!!”

“SIAPAPUN KAMU BAWA DIA PERGI!! BAWA!! JIVKA CUMA MAU KAK DRA!!”

Dokter segera menahan lengan Jivka, dan mencoba menenangkan lelaki itu. “Jivka tenang, saya mohon tenang ya?”

"Jivka, bunda--"

“BAWA DIA PERGI!! BAWA!!”

Suster di sana lansung mendorong kursi roda sang Bunda untuk pergi dari ruangan Jivka walau terus mendapat penolakan dari sang Bunda.

“Jivka, dia sudah pergi. Saya dokter di sini, saya periksa keadaan kamu dulu ya?”

“Kak Dra mana, dok? Jivka gak bisa liat apa-apa. Semuanya gelap, Jivka mau sama kak Dra.”

“Iya, tenang ya. Saya periksa kamu dulu.”

Jivka terus menggelengkan kepalanya kuat, “JIVKA MAU KAK DRA!! JIVKA MAU KAK DRA!!”

“Sus, bisa tolong cari pemuda yang kemarin? Pemuda yang mirip dengan pasien dokter Tio.”

“Baik dok, tunggu sebentar.”

“Jivka mau kak Dra! Kak Dra di mana? Katanya gak akan ninggalin Jivka.”

Dokter tersebut menenangkan Jivka, mencoba menahan tangan Jivka yang terinfus. “Jivka tenang ya? Suster sedang menjemput kak Dra.”

“Di mana dok? Jivka gak bisa liat apa-apa. Semuanya gelap, dokter jangan matiin lampunya.”

Ceklek!

“Jivka.”

“Kak? Kak Dra?” ajaib, Jivka yang tadinya masih memberontak perlahan mulai tenang kala mendengar suara Rendra.

“Iya ini kak Dra.”

“Kak Dra di mana kak? Kak, Jivka gak bisa liat kakak. Kakak di mana? Kak, suruh dokternya nyalain lampu biar Jivka bisa liat kakak ada di mana.”

Rendra menghentikan langkahnya kala melihat sang Adik mencoba menggapai udara kosong di depannya untuk mencari dirinya. Dia benar-benar tidak bisa mengeluarkan satu katapun sekarang.

“Kak, kak Dra tadi di sini kan? Kakak masih di sini kan?”

Tanpa butuh penjelasan Dokter, Rendra sudah tahu. Jivka, adiknya itu sekarang buta.

“Kak Dra di mana kak?”

Sang Dokter memberi ruang untuk Rendra, melepaskan Jivka yang masih terus menggapai udara kosong di depannya.

Tangan Rendra dengan cepat menggenggam tangan Jivka, menatap wajah adiknya dengan sendu. Mencoba sekuat tenaga menahan tangisnya.

“Kak Dra?”

“Iy—huft—iya Jivka, ini kak Dra.”

“Kak, kak suruh dokter nyalain lampunya kak. Di sini gelap, Jivka gak bisa liat apa-apa.”

Rendra menggigit bibirnya kuat, “Jivka tenang ya? Dokternya mau periksa Jivka dulu.”

“Kenapa harus dimatiin lampunya?”

Two-R [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang