23. Homichophile

1.2K 206 30
                                    

Malam pesta dansa akhirnya tiba, ruang aula istana yang semula tampak sepi dan tanpa disinggahi oleh apapun. Kini tampak lebih indah dan gemerlap, Tirai dan lilin diperbarui agar warna ruangan menjadi lebih cerah mendominasi emas, silver dan navy yang berkilau. Barang-barang seperti meja, guci dan sebagainya di geser agar terdapat tempat yang lebih luas lagi.

Tidak terlupakan karpet biru yang mereka pijak, kini dihilangkan agar memperlihatkan rancangan keramik- keramik dansa yang bisa terketuk oleh para sepatu. Di bersihkan dan di poles sedemikian rupa agar terkesan dinamis dengan pesta dansa. Seluruh rakyat ikut menyalakan berbagai macam kembang api dan musik di kota dan dipenjuru desa, karena mereka tentu ikut memeriahkan pesta dansa meski tidak bisa seluruhnya datang ke istana.

Mereka datang berpasang-pasangan, dari berbagai penjuru kerajaan lain dan semua jenis genre manusia ikan. Sedangkan untuk para duyung, mereka akan tetap berdansa di aula istana luar gelembung.

Harusnya mereka semua datang ke pesta dengan perasaan senang bukan?

Tapi beda bagi renjun. Agaknya dia masih kesal sama jeno. Mulutnya tidak berhenti ngoceh dari tadi, tiba-tiba dia juga jadi galak sama pelayan.

"dia pikir dia siapa. Berani menganggurkan aku yang rela datang ke laut susah payahnya" gerutunya saat bercermin membenarkan kain di pinggangnya.

"apa bagusnya jeno?, dia hanya pria tinggi dengan wajah tampan. Apalagi? Seorang pangeran. Lalu? Banyak harta? Apa iya? Aku tidak yakin karena tidak pernah melihat hartanya. Tapi tinggal di kerajaan pasti banyak harta. Tentu saja"

Awalnya renjun ingin mencari kejelekan jeno, tapi yang keluar dari mulutnya hanya sebuah pujian aja. Dia jadi menepuk-nepuk keningnya sendiri atas kebodohan dari pikirannya.

Lalu dia jadi membandingkan dirinya pada jeno dan si jeongin. Apalagi ia tengah bercermin. Astaga..

Tolong katakan pada renjun kalau cermin memanglah selalu menampakkan sisi kurang dari kita. Terkadang sifat manusia yang serakah, memang tidak pernah bersyukur telah di bentuk takdir yang begitu sempurna.

"tidak-tidak. Jeno pasti memilihku kan? " kedua tanganya memegang sisi kanan dan kiri cermin, seolah tengah mengintrogasi seseorang di hadapannya.

Pintu terketuk, dan seorang pelayan wanita memberitahu renjun jika pangeran jeno telah datang.

Renjun tampak biasa saja, tidak segembira biasanya saat akan bertemu jeno. Dia kan sedang marah. Dan memutuskan untuk memakai sistem diam. Ya.. tidak diam sepenuhnya juga, renjun hanya bicara seperlunya saja pada jeno.

Ia menambah polesan tint berwarna peach ke bibirnya untuk menambah kesan feminim yang tetap elegant, karena dipadukan dengan jubah merah maroon yang katanya senada dengan jubah pangeran jeno. Jika kalian pikir warnanya tua. Itu tidak benar, karena bordiran silvernya membantu jubah ini terkesan mewah dan tampak lebih elegant layaknya martabat sang kerajaan.

Berdoa saja agar renjun tidak ternapa dengan ketampanan jeno.

Renjun berteriak untuk memperbolehkan pengawal agar membuka pintu setelah ia selesai menyematkan pin orchid pemberian jeno di dada kirinya.

Pintu terbuka dan langsung memperlihatkan tubuh jeno yang terlihat lebih bijaksana dan tampan dengan pakaian yang senada dengan renjun. Keduanya sama-sama memakai pin orchid kerajaan. Dan sama-sama terpana satu sama lain.

Bahkan! Asal kaluan tau, di kening jeno terdapat hiasan besi mahkota sederhana berwarna silver.

GILA SIH!

Tapi jeno juga terpanah dengan renjun tuh. Ingatkan jeno untuk berkedip saat melihat tubuh renjun dari bawah sampai atas dan lagi begitu sebaliknya.

Renjun dari awal sudah kukuh untuk tidak terpesona oleh katampanan jeno, padahal sebenarnya ia sudah meleleh seperti lilin-lilin kerajaan yang menyala untuk menerangi pesta dansa. Tapi renjun tetap berusaha untuk tidak terpana, jadi dia berjalan menghampiri jeno yang masih diam.

TRISULATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang