This basketball?

126 19 3
                                    

"Ah, sial. Pertandingan hanya hitung hari tapi kenapa dia tidak mau muncul?" Laki-laki berperawakan tegas itu melempar bola basket nya dengan keras kearah tembok. Yang lain hanya bisa bisa berdiri di terik panas matahari atas suruhannya. "Jika dia tidak datang, kalian akan seperti itu hingga petang nanti. Aku tidak peduli kalian dehidrasi, yang penting bagiku hanya pertandingan ini."

Tidak ada yang berani mengeluh. Semuanya hanya diam ditempat sambil menahan siksaan sang matahari. Beberapa dari mereka hanya bisa mengumpat dalam hati. Sudah satu jam lewat, yang dinanti-nanti tak kunjung datang.

"Kalau ada yang berani bergerak selangkah, kalian akan seperti ini sampai malam." Jungwoo, sang kapten basket itu melangkahkan kakinya dengan kesal keluar dari lapangan basket. Belum ada yang berani bergerak sampai akhirnya Jungwoo lenyap beserta antek-anteknya.

"Si keparat busuk itu terus saja bersikap semaunya. Mentang-mentang dia kapten, apa benar kita harus dijemur seperti ini hanya karena satu orang?"

"Chanyeol, harusnya yang kau maki itu si keparat Jaehyun. Baru beberapa bulan masuk ke sekolah, dia sudah seenaknya saja." Minhoo menambahi dan menendang botol minum dengan kesal.

"Sudahlah. Apa gunanya seperti itu, yang ada hukuman kita bertambah. Jangan lupa, antek-antek Jungwoo bisa tersebar di mana-mana." yang awalnya berleha-leha, mereka langsung sigap berdiri kembali di terik matahari. Eunwoo hanya bisa tertawa kecil dan tetap fokus pada hukumannya. Meskipun menggeretu, mereka adalah tim basket kebanggaan sekolah. Sudah hampir 3 tahun mereka bersama, hukuman seperti ini juga sudah sering.

"Kenapa Jungwoo berubah semenjak jadi kapten?" Minhoo memulai topik dan memandang ke kiri ke kanan untuk menanyakan pendapat pemain yang lain. "Padahal dulu dia sangat senang kalau kita sama-sama dihukum sampai petang."

"Laki-laki itu sudah dewasa. Kau juga, dewasa lah. Kenapa wajahmu saja yang tua?"

"Tuan Park Chanyeol?"

"Maksudnya, kau tampan." alibinya, "Benarkan Haechan? Senior mu ini tidak pernah salah."

"Ya, terserahmu saja. Jangan bawa aku dalam percakapan orang tua." Hanya Eunwoo yang tertawa, sedangkan jejeran yang dipanggil tua oleh Haechan hanya bisa diam dan memendam amarah. Sudah biasa, kedatangan bocah kunyuk dari kelas 10 yang punya kebiasaan menjahili siapapun. Lee  Haechan.

"Senior, suruh saja laki-laki yang dekat dengan si Jung itu membujuk nya bermain basket." titah Haechan. Barisan depan memutar kepala mereka karena tidak mengerti arah percakapan Haechan. "Ah, dasar tua. Si Jung itu kan selalu mengikuti anak laki-laki kelas 11 itu. Yang gila Matematika. Suruh saja dia bujuk Senior Jung."

"Ide bagus, tapi sebentar. Kau ini memang punya kebiasaan tidak sopan pada siapapun ya?" tutur Chanyeol seperti orang tua.

"Punya, pada orang tua dan guru."

"Guru apanya. Madam Krystal saja kau la— Ahk! Hei!" belum sempat menyelesaikan kata-katanya, Jeno mendapat serangan dadakan di pantat.

"Diamlah. Kau itu tidak diajak, no jem." Haechan mengakhiri perdebatan nya dengan raut wajah polos, "Jadi, siapa yang mau mendatangi anak gila Matematika itu?"

"Dia galak?"

"Tidak, tuh. Setahuku, dia anak baik."

"Baik itu Universal, bodoh!" Jeno membalaskan dendamnya dengan menonjok lengan Haechan. "Tapi, dia memang baik. Aku pernah memintanya membantu soal Matematika-ku di Insta. Dia benar-benar membantu."

"Yasudah, kau saja Jeno yang pergi." suruh Chanyeol dan diangguki semua pemain yang ada disana. "Toh kami tidak terlalu dekat dengan dia, kau kan pernah minta bantuan."

INSTAGRAM (MATURE) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang