Bagian 27

60 11 7
                                    

Aku ada disana menyaksikan semuanya, segala emosi bercampur menjadi satu dan rasanya benar-benar tidak bisa ku jelaskan dengan kata

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Aku ada disana menyaksikan semuanya, segala emosi bercampur menjadi satu dan rasanya benar-benar tidak bisa ku jelaskan dengan kata.
~Bintang Geminorum~

~••~

Acara resepsi di mulai pukul delapan malam, namun tiga sahabat beserta dua ekornya hadir sejak akad tadi pagi. Mereka sengaja membantu ini itu sekaligus mengobrol panjang lebar bersama para pria di ballroom, sesekali membicarakan bisnis mereka. Kalau boleh Jonathan berkomentar takdir itu memang sangat lucu, bahkan dunia yang luas ini terasa terhimpit sempit dengan kenyataan yang baru saja dirinya temui.

Bergelut dengan patah hati dan perasaan tanpa arti Jonathan baru mengetahui jika ayah dari Aditya adalah sahabat mendiang ayahnya. Siapa sangka studio musik milik Aditya adalah lambang persahabatan dua keluarga yang saat ini mungkin hampir musnah, jika saja pernikahan Hara dengan Aditya tidak terjadi dan dirinya tetap memilih tidak peduli.

Masih jelas terekam di kepala bagaimana Aditya mengucapkan kalimat sakral tadi pagi, bagaimana Jonathan diam-diam bersyukur karena masih bisa melihat Hara yang begitu cantik dengan gaun sederhananya di acara akad tadi. Siapa mengira Adinata bersaudara seolah benar-benar melepas saudara perempuan mereka kepada peluk pria yang akan menemaninya sampai menutup usia. Bintang bahkan sempat menangis bahagia setelah akad selesai diucapkan.

Saat ini tamu-tamu mulai berdatangan memenuhi kursi-kursi cantik di ballroom hotel. Sedangkan di barisan paling depan Adinata bersaudara beserta para sahabatnya memenuhi kursi-kursi khusus keluarga mempelai. Hara dan Aditya memang masih belum nampak karena acara memang belum sepenuhnya dimulai. Diam-diam Bintang menyelinap masuk ke ruangan Hara, tentunya dengan izin gadis itu.

"Kak Hara cantik banget!!" serunya berdiri di belakang Hara yang masih dalam keadaan di rias. Sedangkan yang dipuji hanya tersenyum saja mendengarnya.

"Kakak, tau? Awalnya aku sedih waktu denger Kakak mau nikah, aku takut Kakak jadi berubah apalagi kita-kita gak kenal Bang Adit, aku gak mau aja kehilangan Kakak gitu." curhatnya sambil membolak-balik bunga palsu di atas meja.

"Kakak kira kamu marah sama, Kakak."

"Marah kenapa?"

"Karena kakak nikah."

"Yaelah Kak! Kenapa harus marah? Lagi pula cepat atau lambat juga Kakak tetap akan nikah. Tapi kakak tenang aja! Aku sama yang lain udah kasih surat peringatan buat Bang Adit."

"Surat peringatan apa?"

"Ya surat peringatan, 24/7 kalau Kak Hara ataupun aku sama Bang Mahen saling butuh gak boleh di halang-halangin."

Hara sempat tertawa pelan mendengarnya, "Gak perlu di kasih surat peringatan sebenernya, nanti Kakak yang ngancem juga bisa" mereka tertawa setelahnya.

Tidak lama para perias mulai pergi satu persatu, memberikan Hara dan Bintang ruang untuk berbincang berdua.

"Bintang... Kakak tau kamu orang yang paling kecewa sama keputusan ini."

Hara memandang Bintang dengan pandangan teduhnya, mereka tidak duduk saling berhadapan, mereka hanya terus menatap mata masing-masing melalui kaca di hadapan Hara.

"Percaya sama Kakak, hubungan kita berdua gak akan ada yang berubah. Kakak juga akan mampir ke rumah kamu kalau emang sempat, Kakak juga akan terus memperlakukan Bintang kayak biasanya, jangan jadi asing sama Kakak ya?"

Pelan namun pasti Bintang berjalan ke arah Hara kemudian memeluknya erat, air matanya sempat menetes beberapa kali namun segera di hapus sebelum Hara mengetahui.

"Kakak, makasih banyak udah mau dengerin semuanya. Janji jangan berubah ya Kak meskipun kita gak bisa beneran jadi keluarga!"

Jari kelingking miliknya membungkus jari kelingking Hara, gadis itu mengangguk samar sembari mengusap lamat-lamat rambut rapi remaja di hadapannya. Ini memang bukan sebuah perpisahan yang besar, namun sebagai seorang adik pasti ada rasa ketakutan hebat di dalam diri Bintang. Pria kecil kesayangan Jonathan ini sangat dekat dengan Hara melebihi Mahendra, maka pastinya rasa takut akan kepedulian Hara yang menghilang juga lebih besar.

Setelah pembahasan sentimental di dalam ruang hias pengantin wanita, Hara berjalan dengan menautkan jemarinya pada pergelangan tangan Bintang menuju Aditya yang terlihat akan memasuki ballroom hotel. Aditya tampak lebih menawan entah apa alasannya, padahal seingatnya Aditya juga sering memakai pakaian formal.

Saat Bintang memberikan jemari lentik Hara pada Aditya ada rasa ingin menonjok wajah tampan di depannya. Tiba-tiba saja pikirannya berkelana entah kemana hingga menimbulkan rasa 'sedikit' tidak suka pada pria baik ini.

"Kakak ipar, gue anak taekwondo jadi jangan coba macem-macem!" ujarnya sembari menepuk bahu Aditya. Ada senyum tipis dari Aditya saat mendengarnya, balasan lirih tanda persetujuan membuat senyum Bintang terbit begitu lebar.

Terdengar suara Deka membuka acara malam ini, di dampingi Luna kekasihnya. Sebenarnya menjadikan Deka sebagai MC adalah upaya membuat pria itu tertekan tapi ternyata Deka terlihat senang-senang saja apalagi di dampingi pujaan hatinya. Ingat baik-baik bahwa itu adalah ide gila Jonathan.

Rangkaian acara satu persatu dilaksakan dengan hikmat, orang tua Hara bahkan tidak berhenti menangis haru karena telah melepaskan putri tunggal mereka pada pria yang mereka percaya sepenuh hati.

Setelah semua rangkaian acara di selesaikan dengan baik, satu persatu tamu yang hadir bergantian menyalami pengantin juga berfoto-foto. Bahkan Bintang dan teman-temannya adalah yang menggunakan durasi paling lama. Segala macam pose dilakukan oleh mereka sampai mati gaya rasanya.

"Emang Kak Hara gak kenal sama Kak Aruna ya, Kak?" Renika berbisik pelan saat mereka mengambil segelas minuman.

"Kenapa, hmm?"

"Aku cariin gak ada."

"Ya kenapa di cari sih, Cantik? Kan pacarku kamu ya pasti kamu yang diundang, lagian Kak Hara emang gak deket sama Aruna."

"Kok gitu, kenapa?"

"Nanti aja ceritanya, oke?" Renika mengangguk pelan sambil mencari siluet sahabatnya.

Sementara dilain tempat Nakula bersama dengan Bintang dan antek-anteknya sedang berbincang serius seolah membahas masalah inflasi dunia padahal Mahendra yakin pembahasan mereka tidak jauh-jauh dari masalah pria pada umumnya.

Meski di sekelilingnya riuh dengan banyak pembahasan Jonathan tidak bergeming di tempatnya, dirinya hanya terus duduk menatap altar dengan pandangan kabur. Rasanya sakit semakin menyeruak dan sesaknya menusuk jiwa. Kalau bisa Jonathan ingin berteriak saat ini juga untuk mengatakan bahwa dirinya terluka hebat, hatinya remuk redam. Tapi sebisa mungkin Jonathan menyunggingkan senyum agar Hara tidak merasa bersalah atau lainnya, karena baginya kebahagiaan Hara jauh lebih penting.

Satu gelas minuman sampai ditangannya bersamaan dengan seseorang yang duduk disampingnya, "Mau balik sekarang?"

"Nanti dulu belum selesai acaranya."

"Masih kuat emang?"

"Harus kuat gak sih?"

"Nanti sama gue aja baliknya."

"Cowok lo udah kayak mau ngajak gue tawuran tuh, sana!"

"Kabarin aja, gue free malem ini."

"Orang gila!"

Luna terkekeh pelan, salah satu cara menghibur Jonathan adalah menjadi setidak waras Deka. Mereka teman baik dimasa lalu jadi sudah sepantasnya Luna memedulikan keadaan Jonathan.

To be continue...

Langit Biru || Johnny Suh (Completed)✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang