Bagian 28

72 12 0
                                    

Setiap awal pasti akan ada akhir dan setiap pertemuan juga pasti ada perpisahan, seperti senja yang perlahan redup meninggalkan birunya langit pasti akan datang fajar yang menyapa dengan warnanya yang serupa

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Setiap awal pasti akan ada akhir dan setiap pertemuan juga pasti ada perpisahan, seperti senja yang perlahan redup meninggalkan birunya langit pasti akan datang fajar yang menyapa dengan warnanya yang serupa.

~••~

Chicago, tempat dimana semuanya akan kembali dimulai. Tempat dimana Jonathan akan menghabiskan waktunya selama satu bulan kedepan atau mungkin seterusnya. Meninggalkan cintanya dan semua kenangan menyakitkan juga membahagiakan di Indonesia.

Sudah sekitar sepuluh hari Jonathan ada disini, semua permasalahan yang ada sudah dirinya urus tuntas tinggal pemulihan saja. Natal akan datang sebentar lagi dan dirinya mungkin akan merayakan natal tahun ini sendirian di negeri orang, ada rindu yang tiba-tiba menyeruak saat kembali mengingat candaan konyol Bintang.

"Jakarta punya banyak banget kenangan." gumamnya pelan sambil menikmati pemandangan salju di temani secangkir coklat panas disebuah restoran berbintang.

Pandangannya tiba-tiba mengabur mengingat kenangan natal beberapa tahun belakangan. Pasti akan selalu ada Hara Syafira yang mampir dan mengingatkan mereka tentang pohon natal. Pasti ada gadis itu yang akan memberikan kado untuk mereka sebagai kejutan. Pasti Hara akan selalu jadi yang paling senang menghias pohon natal bersama Bintang. Lagi-lagi masih tentang Hara Syafira.

Masih teringat jelas rekam jejak gadis itu di kepalanya, bertahun-tahun menghabis waktu bersama bukanlah hal yang gampang untuk menghapusnya begitu saja. Bahkan dengan secangkir coklat panas yang ada di hadapannya sekalipun dapat membuat dirinya mengingatkan tentang Hara Syafira, gadis cantik maniac coklat.

"Aku pikir tadi salah lihat ternyata benar kamu."

Seorang gadis duduk dihadapannya tanpa permisi, Jonathan menatap lekat gadis yang tampak berbeda dengan terakhir kali mereka berjumpa, bahkan Jonathan hampir tidak mengenalinya.

"Aku kira kamu masih di Indonesia." ujarnya membuka obrolan membuat gadis itu terkekeh pelan.

"Buat apa masih di Indonesia kalau orang yang buat aku stay disana aja gak muncul ke permukaan?"

"Jadi kamu pergi dari Indonesia setelah pembicaraan kita?"

Gadis itu menggeleng, "Aku sempat berpikir untuk pergi keliling Indonesia buat cari Bang Naka, tapi omongan kamu waktu itu buat aku ngerti kalau Bang Naka cuma butuh waktu, sedikit lebih lama gak masalah karena aku siap nunggu sampai selama apapun."

Ya, gadis yang dengan tiba-tiba menghampiri Jonathan adalah Selena, adik dari Nakula yang tempo hari sempat menemui Jonathan untuk menanyakan keberadaan kakak tersayangnya.

"Good girl, you like him."

"I know, kamu sendiri kenapa di Chicago, ada urusan kerjaan?" Jonathan mengangguk asal.

"Berapa hari disini?"

"Infinity, maybe?"

"Really?"

"Kenapa, butuh teman?"

"Kamu bisa baca pikiran ternyata." balasnya tersenyum cerah.

"Kelihatan dari gelagatmu."

Jonathan kira natal tahun ini akan benar-benar sepi dan tidak berarti sama sekali tapi kehadiran adik dari sahabatnya ini membuat setidaknya ada hangat dalam perasaan Jonathan. Sepertinya Chicago akan memberikan warna baru untuknya, dibersamai dengan hadirnya Selena Candravika yang nampak hangat dan lebih berseri dari sebelumnya.

***

"Nanti aku jemput agak telat gak apa-apa?"

"Gak usah dijemput juga gak masalah sebenarnya."

"No, aku jemput aja, mungkin nanti kamu nunggu sekitar 15 menit soalnya aku ada rapat sebentar."

"Gak masalah, Ditya, aku tungguin kalau kamu maunya gitu."

Percakapan dengan Aditya tadi pagi mengingatkan Hara pada Jonathan, sebenarnya apapun yang dilakukan Aditya selalu mengingatkan Hara pada Jonathan. Mereka seperti satu jiwa dalam dua raga, benar-benar sama setiap tindakannya. Hal yang berbeda dari mereka berdua adalah selera humornya.

"Lo serius udah bilang sama, Adit, kan?" ucapan Deka membuat Hara bangun dari lamunannya.

"Udah kok, tenang aja."

"Jadi lo mau nanya soal apa? Kalau masalah Jona gue angkat tangan deh, soalnya gak tau apa-apa."

"Aku gak akan tanya soal Jona kok, ini soal Bintang. Kalian serius kasih perusahaan sebesar ini ke Bintang sendirian? Maksudku, dia masih terlalu muda buat ambil tanggung jawab sebesar ini."

"Gue tau lo khawatir, Ra, tapi Jona bilang lebih cepat lebih baik. Lagian Bintang gak akan sendirian, ada gue yang jagain dia."

"Bintang belum lulus SMA loh, Ka."

"Yang bilang sekarang juga tuh siapa sih? Bintang jadi anak magang dulu sambil dia kuliah, kalau emang dia mumpuni gak akan lama kita langsung rapat sama pemegang saham."

"Tapi aku deng-"

"Lo salah informan! Udah lo tenang aja, gue juga Abangnya jadi gak mungkin gue bikin dia masuk ke kandang buaya."

"Maaf, aku cuma khawatir aja sama dia, aku takut kalau-"

"Kalau dia akan jadi duplikat dari Jonathan, iyakan?" Hara mengangguk.

"Ada gue, gue bisa jadi Ayah buat dia, bahkan buat tujuh printilan sekaligus, jadi lo tenang aja." Hara mengangguk kembali.

"Kalau kamu butuh bantuan jangan lupa kabarin aku."

"Lo gak perlu gue kabarin juga pasti akan tau kalau emang gue kelimpungan ngadepin mereka, ada suami lo yang punya banyak mata kalau lo lupa."

Tidak bisa dipungkiri antek-antek Aditya memang banyak, apalagi pria itu adalah putra tunggal keluarga Widya Kusuma yang notabene bukan keluarga sembarangan. Hara bahkan masih sering dibuat terkejut dengan apa yang pria itu miliki, koneksi tidak main-main.

"Makasih informasinya, Deka, aku pamit." memang hanya itu tujuannya menemui Deka, Hara hanya butuh keterangan yang jelas tentang kemana mereka akan membawa Bintang , mengingat informasi yang dirinya peroleh adalah sebuah kejutan besar selain keberangkatan Jonathan ke Chicago.

Dalam perjalanannya menuju lantai dasar Hara tidak henti-hentinya menahan gejolak rasa yang begitu kuat menghantamnya, setiap sudut kantor ini mengingatkannya pada Jonathan kekasihnya, atau mantan kekasih lebih tepatnya. Kalau boleh jujur wangi parfum pria itu bahkan masih tercium dimana-mana, padahal jelas-jelas Jonathan Auriga sudah tinggal di Benua yang berbeda sepuluh hari terakhir.

Kenapa kamu bisa kelihatan baik-baik aja, Jonathan? Kenapa kamu masih bisa senyum selebar itu? Kenapa aku gak bisa lihat kebohongan di matamu kemarin? Sebenarnya apa yang kamu rasain?

Hara tahu Jonathan hanya sedang menggunakan topeng tebalnya waktu itu, Hara paham jika pria itu sedang tidak baik-baik saja. Tapi sialnya bahkan Hara tidak bisa menemukan rasa sesak itu melalui matanya, bisakah Jonathan memberitahu Hara saja dengan gamblang jika pria itu terluka?

Dan pada akhirnya kita benar-benar ada pada titik saling melepaskan, meskipun kita sama-sama sadar jika luka bernanah ini sukar sekali sembuh, kita bahkan lebih memilih menelan bulat-bulat dari pada mengatakan bagaimana rasa sesaknya menggerogoti jiwa. Selamat tinggal Jonathan, semoga kamu selalu bahagia, aku disini akan tetap menjaga apa yang selama ini kita jaga. Sampai berjumpa diwaktu lain dengan segala rasa ikhlas yang jauh lebih pantas dari hari ini. Aku Hara Syafira kekasihmu, izin menutup kisah kita sampai disini.

To be continue...

Kita belum sampai di akhir cerita ya friends, kisah ini masih belum selesai. Kita akan belajar apa arti langit biru bagi Jonathan, kita akan tahu sebenarnya apa yang buat Jonathan sesuka itu sama langit.

Langit Biru || Johnny Suh (Completed)✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang