Mencintaimu adalah pilihanku sedari awal jadi aku siap menerima setiap resikonya.
~Aditya Widya Kusuma~~••~
Angin malam berhembus pelan menembus baju tidur satin yang dirinya kenakan, hari ini tampaknya alam sedang berbahagia. Tidak ada gemericik hujan juga panas yang begitu menyengat, semuanya terasa begitu hangat bahkan disiang yang terik seperti tadi.
"Kok belum tidur?"
Sebuah suara serta dekapan hangat menyapa tubuhnya, balkon kamar dengan lampu temaram selalu menjadi tempat favorit Hara Syafira ketika kantuk tidak kunjung mendatanginya seperti saat ini.
"Ternyata aku sama dia bisa seasing sekarang ya?" helaan napas berat menjadi pelampiasan semua rasa yang tiba-tiba menghantam dadanya.
Aditya melepas pelan rengkuhannya, membalik badan mungil sang istri dan mencoba memahami apa yang Hara rasakan melalui mata yang saling beradu, Aditya mencoba semakin dalam menyelami mata kecoklatan itu. Semakin lama yang tergambar justru luka yang Aditya sendiri tidak mengerti luka jenis apa itu sebenarnya.
"Kamu kangen?" bohong jika Aditya bilang dia tidak cemburu, karena mau bagaimanapun Jonathan pernah menjadi manusia yang paling Hara cintai, pria itu pernah menjadi pusat kebahagiaan istrinya di masa lalu. Dan tidak menutup kemungkinan setelah kedatangannya kembali perasaan yang sempat teralihkan itu kembali muncul.
"Lebih ke kaget, ternyata kita bisa seasing hari ini." Hara tidak berbohong jika perasaannya pada Jonathan perlahan berubah, Hara tidak pernah berbohong jika perlahan Aditya menempati posisi paling penting entah dalam kehidupannya atau tersemat dalam perasaannya.
"Kamu tahu kalau semua orang akan berubah kan, Sayang?" Hara mengangguk pelan, mencoba menunduk keluar dari tatapan dalam Aditya yang semakin lama justru membuat degub jantungnya tak karuan.
"Pada akhirnya kita semua juga akan berubah dan yang sadar akan perubahan itu ya orang-orang disekitar kita." Aditya tidak memaksa Hara untuk terus menatapnya, dirinya membiarkan perempuan cantiknya ini tertunduk memainkan kancing baju tidur miliknya. Aditya terus mencoba memberikan rasa nyaman dengan sapuan lembut di kepala sang istri, sesekali merapikan rambut panjang Hara yang tertiup angin.
"Aku yakin Jonathan gak sadar kalau dia memperlakukan kamu layaknya orang asing, atau lebih bisa dibilang teman lama. Karena pada akhirnya kita juga harus membentengi diri dari rasa sakit yang bisa aja muncul tiba-tiba. Gak ada yang tau pasti tentang perasaan Jonathan ke kamu hari ini, gak ada yang bisa mastiin masih sedalam apa atau mungkin udah hilang tanpa sisa, tapi yang pasti selain dia jaga perasaannya sendiri dia juga jagain kamu dari omongan atau prasangka buruk orang lain."
"Aku?" Aditya mengangguk membalas tatapan tak mengerti dari istrinya.
"Kamu tau gimana orang luar berkomentar sesuka mereka? Jonathan cuma gak mau kamu di kira masih punya hubungan sama dia padahal kenyataannya gak sama sekali."
"Jona cerita sama kamu ya?"
"Nggak kok, aku cuma coba memahami dari sisi Jonathan aja."
Hara terdiam, dirinya lantas memeluk Aditya erat, mencoba mencari rasa tenang yang dalam tiga tahun terakhir selalu ada di dekapan suaminya. Dirinya merasa terlampau jauh sekali tidak mengerti tentang apa mau sahabatnya itu, Hara mencoba bijaksana namun rasa sakit ketika mengingat mereka pernah sedekat itu dan berakhir seperti tidak pernah akrab rasanya begitu menyesakkan. Fase dimana kata orang people come and go memang nyata dan Hara setuju akan hal itu, tapi tetap saja rasanya tidak nyaman, benar kan?
"Tidur ya... Udah malem, gak baik kamu diluar kayak gini." Hara mengangguk masih dengan memeluk Aditya erat.
Malam-malam seperti ini sering terjadi apalagi diawal pernikahan mereka, Hara akan kesulitan tidur dan Aditya akan setia menemani gadis itu bahkan tanpa pembicaraan apapun. Jika ditanya apakah berat jawabannya pasti, Hara bahkan tampak tidak bahagia saat berada bersamanya. Tapi Aditya tahu pasti, setiap orang perlu waktu untuk terbiasa. Entah itu terbiasa akan kehadiran atau terbiasa akan sebuah kepergian.
Seiring berjalannya waktu perlahan Hara kembali membuka dirinya, gadis itu kembali menunjukkan sisi cerianya yang sempat hilang entah kemana. Aditya tahu benar melupakan cinta pertama tidak pernah semudah itu apalagi dengan riwayat tidak pernah ada cacat dalam hubungan mereka. Jadi dengan sabar dirinya menunggu sampai saat dimana Hara Syafira selesai berdamai dengan dirinya sendiri juga masalah perasaan dimasa lalu dan akhirnya mempersilahkan Aditya masuk dan mencoba mendiami hati remuk gadis itu.
"Ditya..."
"Hmm?"
"Pengen mangga..."
Setiap awal pasti ada akhir tapi bukan berarti karena sebuah judul buku telah berakhir kehidupan di dalamnya juga ikut berhenti. Seperti halnya cerita dengan Hara Syafira sebagai pemeran utamanya, kisah itu tidak hanya berhenti pada buku bersampul biru tua berjudul Jonathan Auriga Adinata. Kisah mereka memang berakhir disana dengan penutup paling bijak yang semesta berikan, tapi bersamaan dengan berakhirnya buku itu sebuah judul baru telah dibuka. Buku dengan judul yang di tulis dengan tinta berwarna emas dimana sampul coklatnya begitu melekat dengan warna kesukaan Hara Syafira. Buku dengan judul Aditya Widya Kusuma, buku dimana Hara menempatkan sebuah perjalanan panjang hingga akhir hayatnya. Karena mungkin jika bukan Aditya tidak akan ada lagi pria selapang itu menerima Hara dengan banyak rumpang pada setiap sudutnya. Dengan perasaan yang masih basah akan sebuah perpisahan, dengan rasa kesal mengutuk semesta tentang takdirnya.
"Mangga?"
"Iya..."
"Yang, baby-nya lagi pengen ya?" Hara mengangguk pelan.
"Tapi ini udah hampir tengah malam, Sayang. Besok aja ya aku cariin di tukang rujak?" Aditya mencoba membujuk istri cantiknya ini.
"Aku gak mau mangga di tukang rujak."
"Maunya gimana, hmm?"
"Mangga depan rumahnya Pak RT, aku tadi lihat banyak banget tau! Yang udah kuning-kuning juga banyak, mau yang itu."
"Oke, besok aku bilang sama Pak RT. Sekarang kamu tidur."
"Tapi maunya sekarang, Ditya." Hara kembali merengek.
"Udah malam loh, Sayang."
"Papa..." baiklah, jika satu kata keramat itu muncul maka artinya harus segera dilaksanakan tanpa boleh dibantah.
Rutinitas Aditya setiap malam memang beragam semenjak Hara dinyatakan hamil anak pertama mereka. Mulai dari ingin tahu gejrot di kedai dekat kampusnya dan harus berasal dari sana, sampai dimana Aditya harus memasak sendiri pizza tanpa bantuan siapapun. Sebenarnya dirinya akan sangat senang ketika Hara dengan mode manja karena hormon kehamilannya, tapi jika sudah memasuki nyidam yang aneh-aneh maka helaan napas berat akan selalu keluar puluhan kali dari Aditya.
Dan pada akhirnya dengan sangat berat hati --karena saat ini hampir tengah malam dan Aditya sendiri juga kelelahan-- pria itu beranjak untuk meminta barang satu atau dua buah mangga dari ketua rukun tetangga mereka. Harapannya cuma satu, semoga pria berkumis tebal itu tidak membogemnya karena bertamu sangat larut seperti ini.
To be continue...
Note:
Chapter ini ditulis dalam keadaan yang tidak bisa dikatakan baik, aku harap feelnya sampai ke kalian ya friends. Big love from me. Dan maaf updatenya lama.
KAMU SEDANG MEMBACA
Langit Biru || Johnny Suh (Completed)✓
Fanfic//Bagian Pertama Adinata Bersaudara// [Kita Yang Selalu Ingin] Bukankah langit setia memeluk senja? Entah saat masih merah merekah bahagia, Atau bahkan saat hitam legam penuh duka. Sampai akhirnya senja hilang ditelan malam, Berganti esok fajar deng...