Kalau boleh jujur aku juga sama terlukanya, Hara.
-Aditya Widya Kusuma-~••~
Hara menutup telpon dari Bintang saat mendengar Mahendra mengomeli adiknya untuk segera tidur. Tadi selepas pulang dari pantai Bintang merengek ingin bercerita tentang kejadian anak kecil yang hampir saja berlari ke laut bersama kedua temannya. Alhasil Hara hanya bisa mengiyakan saja, toh tidak ada ruginya menjadi pendengar atas cerita Bintang bukan?
"Hara, turun dulu ya nak!"
Ketukan dan seruan pelan di balik pintu kamarnya membuat Hara menghembuskan napasnya kasar, sang mama dengan perintah tak terbantahkannya.
"Iya ma."
Setelah mendengar suara langkah kaki menjauh akhirnya Hara turun dari kasurnya, merapikan pakaian yang dirinya kenakan sembari bercermin cukup lama, menata segala hal yang menggerogoti pikirannya. Tentang hal-hal yang belum bisa dirinya bagi dengan siapapun sampai saat ini.
Langkah kaki menuruni tangga membuat semua orang yang ada di ruang tamu menoleh, dia yang ditunggu-tunggu akhirnya muncul. Dengan perasaan seperti dihantam ke bumi berkali-kali oleh orang-orang dihadapannya Hara hanya bisa bungkam dan langsung duduk bergabung bersama mereka.
Pertemuan dua keluarga di rumah sederhana Hara terlaksana hari ini. Orang tuanya bahkan rela jauh-jauh datang dari tempat tinggal mereka di kota yang berbeda hanya untuk pertemuan ini. Kenapa tidak di rumah kedua orang tuanya saja? Memang seperti itu awalnya tapi Hara menolak, gadis itu sebenarnya hanya mencari-cari alasan untuk setidaknya tidak kembali ke kota lamanya beberapa waktu ini.
Hara bukan tipe perempuan yang akan menaruh kaku ataupun sungkan dengan orang disekitarnya, dirinya bahkan terang-terangan menatap lelaki di hadapannya yang sedang mendengarkan perbincangan para orang tua. Bukan tatapan benci, melainkan heran. Kenapa harus lelaki ini?
"Hara, Aditya. Karena kalian berdua sudah saling kenal, kita harap perjodohan ini akan lebih mudah dilaksanakan. Masih perlu waktu pengenalan?"
Pertanyaan yang benar-benar membuat Hara seperti tercekik napasnya sendiri. Siapa yang perlu pengenalan jika pada akhirnya suka tidak suka, cocok tidak cocok mereka akan tetap menikah?
Tidak ada jawaban dari keduanya, masing-masing larut dalam ruang lingkup pikirannya sendiri. Seakan meskipun mereka menolak dengan tegas hal ini akan terus berlangsung, dan memang begitu kenyataannya.
Perbincangan masih berlanjut entah sampai kapan, Hara muak dengan semua ini. Apa memang segala hal yang dia usahakan tidak ada artinya di hadapan mereka semua?
"Kenapa jadi kayak gini sih, Ditya?"
Sebuah pertanyaan Hara lolos dengan pandangan lelah yang begitu kentara, dirinya lelah berperang dengan pikirannya sendiri. Mimpi dan segala hal yang dirinya rencanakan seakan hancur tanpa sisa, hanya dengan satu keputusan tidak terbantahkan kedua orang tuanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Langit Biru || Johnny Suh (Completed)✓
Fiksi Penggemar//Bagian Pertama Adinata Bersaudara// [Kita Yang Selalu Ingin] Bukankah langit setia memeluk senja? Entah saat masih merah merekah bahagia, Atau bahkan saat hitam legam penuh duka. Sampai akhirnya senja hilang ditelan malam, Berganti esok fajar deng...