Tentang Jeno

134 14 0
                                    

"Cukup, Juan! Aku bilang cukup, berhenti! Faham?!" Teriakku karena tangan laki-laki ini tetap saja tak mau melepaskan lenganku.

"Kenapa sih, Ra?! Aku tuh sempurna, kenapa kamu malah milih pergi sama Renjana dibanding aku?! Kenapa? Kenapa harus dia yang jelas-jelas cacat!"

Plak

Satu tamparan keras dari tangan kiri Nara hilang kendali.

"Jaga omongan kamu tentang Renjana!" Suaranya terdengar serius, Nara, ia bersungguh-sungguh dengan ucapannya. Sorot matanya, juga hembusan nafas itu.

Ia yang jelas bukan siapa-siapa bagi Renjana. Ia bukan keluarganya. Namun lebih memilih Renjana dari pada Juan.

Dan karena inilah Juan sangat membenci 'binatang cacat' itu, panggilannya untuk Renjana sang Adik.

Ia selalu mendapatkan apa yang tidak bisa ia miliki, ia selalu jadi pemenangnya. Segalanya seakan tercipta hanya untuk Renjana saja. Hanya tentang Renjana. Bahkan Ayah, masa kecil, sahabat, kasih sayang, dan cinta dari orang di hadapannya, ia rebut.

Juan terkekeh mendapati kenyataan tak pernah memihak pada dirinya, sekarang, kekasihnya malah menghadiahi satu tamparan keras tanpa ragu di wajah sebelah kanan untuknya di depan umum. Disini, ditengah kerumunan orang-orang ini.

Sebuah bianglala yang pernah menjadi saksi kisah cinta mereka berdua 2 tahun lalu seakan menertawakan Juan yang kesepian.

Dulu, di tempat ini, keduanya berdiri di tempat yang sama. Saat Juan menyatakan perasaannya untuk Nara, saat Nara menerimanya dengan 'Iya!' Yang masih candu di dengar sampai saat ini.

Dulu, mereka berdiri di tempat yang sama dalam satu perasaan yang sama. Dulu, di tempat ini, hanya senyuman serta raut wajah bahagia saja yang terlukis. Dulu, tangan itu saling menggenggam tak ingin terpisah walau orang-orang melirik jijik tentang itu. Dulu, janji-janji manis yang terucap benar-benar manis terasa. Namun sekarang, entah sejak kapan ini semua mulai berbeda. Bukan lagi senyuman, bukan lagi perasaan cinta, bahkan Nara jelas meminta tangan laki-laki itu melepaskan lengannya. Ini semua benar-benar berbeda, janji yang sempat terucap bahkan tak semanis dulu.

Dulu, mereka ada di atas sana. Tertawa dengan keras seolah mereka lupa kalau mereka bisa saja jatuh pada titik hambar paling dalam dari jatuh cinta yaitu, berubah.

Hingga akhirnya, di malam ini. Haruskah perpisahan jalan akhirnya?

"Ra--"

"Maaf, Juan. Tapi malam ini.. adalah akhir dari hubungan kita. Selamat tinggal.." gadis itu pergi membelakangi Juan.

"Ra, Nara tunggu!"

"Lepas, Juan!" Untuk kali ini ia berhasil menepis tangan laki-laki di balik punggungnya. Ada perasaan lega dan sakit yang datang dalam waktu yang bersamaan bagi Nara. Ia lega akhirnya bisa meluapkan kekesalannya selama ini tentang sikap Juan yang salah pada Renjana, juga sakit karena kisah cintanya harus berakhir seperti ini.

"Renjana memang tak sempurna, tapi dia punya sejuta kelebihan dalam dirinya. Dia memang tak sempurna, tapi dia lebih baik dari kita yang tak sepenuhnya sempurna."

Kemudian gadis itu benar-benar pergi meninggalkan Juan sendirian.

Lagi dan lagi ia sendiri, beruntung malam ini tak turun hujan atau mungkin belum.

"Pada akhirnya aku memang harus sendiri, lagi."

---○●○---

"Kenapa Juan belum juga pulang? Apa dia masih bersenang-senang dengan Nara? Atau dia tidak tahu arah jalan pulang dari taman bermain? Aah.. mungkin saja karena malam jadi ia tidak bisa melihat jalanan. Aku harus menjemputnya kalau begitu, iya! Aku harus menjemputnya!"

Dunia Renjana-Renjun (HIATUS)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang