Menyelamatkanmu Dikehidupan Selanjutnya

21 1 0
                                    

"Omong kosong tentang menyelamatkanku, pada akhirnya kamu tak pernah mampu mengobati luka yang tinggal."

🌱

Renjana terduduk diranjang rumah sakit, menelan ludahnya pahit karena sakit. Bukan hanya itu, tapi seseorang yang tengah duduk disofa terus menatap nyalang kearahnya tanpa berkedip sedikitpun.

"N-nara? Hehe.." Mungkin naluri, Renjana tiba-tiba saja cengengesan tak jelas.

"Kenapa kau yang dirawat?" Tanya gadis itu menyilangkan kedua tangannya. "Bukannya kau bilang akan mengantar seseorang? Jadi, seseorang itu dirimu sendiri?"

Renjana menggaruk tengkuknya. "Aku tidak berbohong, tapi.."

Gadis itu berjalan mendekati Renjana, naik keatas tempat tidur, lantas duduk saling menyilangkan kaki satu sama lain.

"Tapi apa?!"

"Siapa sangka aku sakit setelah pulang malam itu juga." Lanjutnya.

Nara mengangguk faham sambil memanyunkan bibir mungilnya. Pusat gatal dikepalanya mendadak terasa sampai digarukpun tetap tak hilang. Gadis itu mengacak-acak rambutnya sendiri sampai Renjana melongo melihat kelakuan orang aneh satu ini.

"Kalau dipikir-pikir.. kau sudah menyelamatkanku." Laki-laki itu terlihat kebingungan.

"Bis yang harusnya aku naiki malam itu mengalami kecelakaan." Sebuah nada keterkejutan Renjana lampirkan.

Ia menutup mulutnya. "Kecelakaan..?"

"Ah! Maksudku terima kasih. Aku sungguh berhutang nyawa padamu, kau menyelamatkan hidupku."

Nara berusaha mengalihkan topik pembicaraan, ia salah karena membahas kata 'kecelakaan' dihadapan Renjana. Itu pasti membuka luka lama akan kecelakaan Ayahnya.

Ya, Nara tahu. Ayah Renjana pergi saat hari ulang tahun laki-laki itu. Ia memang tidak tahu banyak. Namun ia tidak bodoh untuk tahu jika hingga saat ini laki-laki itu menyalahkan dirinya sendiri.

Ia terlambat, tatapan Renjana menjadi sangat berbeda dari sebelumnya. Pandangannya turun ikut bersama pundaknya yang layu.

"Aku berhasil." Ujarnya begitu pelan.

"Apa?"

Renjana mengangkat wajahnya. "Dimasa ini.."

"Wajahnya mengisyaratkan bahwa aku berhasil. Ya, aku lihat itu dari wajahnya."

"Ia senang, ia memang selalu terlihat bahagia. Dan untuk pertama kalinya aku melihat air matanya. Ia tidak menangis, setetes air matapun tak ada yang jatuh kebumi."

"Namun air mata kebahagiaan menggenang jelas tersirat dikedua bola matanya."

"Aku berhasil menyelamatkanmu." Sambungnya.

🌱

Mungkin hampir setengah jam Juan berdiri mematung, menatap foto Jeno.

Ia menelan ludahnya sakit, jujur saja, jika bisa ia ingin sekali menangis, menjerit, meneriakkan nama sahabatnya yang terus tersenyum.

Juan ingin bilang pada foto Jeno jika dirinya tak setampan itu. Mereka harusnya tumbuh bersama. Tapi, kenapa hanya ia sedangkan Jeno tidak?

Akankah dunia semakin mengerikan kedepannya? Kehilangan dirinya saja sudah membuat sebagian dunianya hancur.

Jika kepergian adalah jalan terbaik menurut Jeno, apakah itu berlaku sama untuknya?

Dunia Renjana-Renjun (HIATUS)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang