26. Sore itu

408 27 0
                                    


(Namakamu) menatap rumah bernuansa minimalis di depannya. Iqbaal yang sudah turun dari mobilnya sendiri menatap  (Namakamu) yang bengong menatap rumahnya.

"Kenapa? Ayo masuk," ucap Iqbaal.

(Namakamu) menoleh. Iqbaal bilang dia akan menjelaskan semuanya dirumahnya. (Namakamu) menurut saja sebab dia penasaran kemana saja pria itu selama ini.

"Ayo, aku jelasin semuanya di dalem," ucap Iqbaal lagi, mengajak (Namakamu) untuk masuk kerumahnya.

(Namakamu) tertegun tiba-tiba ia ingat ucapan Steffi kemarin. "Jawab satu pertanyaan ini dulu," ucap (Namakamu) berani.

"Kamu... kamu udah nikah belum?" Tanya (Namakamu) ragu-ragu.

Iqbaal tergelak mendengar pertanyaan itu. Dia tertawa pelan, membuat (Namakamu) merasa malu, "Kalau aku udah beristri mana berani aku meluk kamu di kantor tadi," ucapnya.

(Namakamu) meruntuki dirinya lagi. Harusnya ia sadar sih. Tapi dia hanya ingin memastikan Iqbaal benar-benar tak beristri. Ia tak ingin dicap perebut lagi. Pada akhirnya (Namakamu) membuntuti Iqbaal masuk kedalam rumah bernuansa putih itu.

Setelah Iqbaal memutar kunci untuk membuka pintu rumah, (Namakamu) langsung dapat mencium bau cat yang masih baru. Sepertinya tak lama sebelumnya ruangan ini di cat.

"Duduk," ucap Iqbaal saat menyadari (Namakamu) masih berdiri dan menyelusuri seisi rumah dengan matanya.

(Namakamu) mengangguk, ia duduk bersisian dari Iqbaal, tapi ternyata tanpa di duga, Iqbaal berjalan kearahnya, lalu duduk tepat disampingnya.

"Kamu tahu, aku nunggu rumah ini selesai dulu baru nemuin kamu," ucap Iqbaal mampu membuat (Namakamu) tertegun sesaat.

"Rumah kamu?"

Iqbaal mengangguk sebagai jawaban dari pertanyaan (Namakamu).

"Sekarang kamu bisa tanya apapun yang ganggu pikiran kamu," ucap Iqbaal, senyumnya masih tak luntur dari bibirnya.

(Namakamu) bingung ingin bertanya dari mana, semua hal tentang Iqbaal menjadi tanda tanya besar selama setahun ini, "Kamu kemana aja selama ini?" Akhirnya kalimat itu yang mampu (Namakamu) keluarkan.

"Aku ada di deket kamu (Nam....) Kamu aja yang gak sadar," ucap Iqbaal.

(Namakamu) mengangkat alisnya, "Eh?"

Iqbaal terkekeh, tangannya bergerak untuk meraih tangan (Namakamu), lalu menggenggamnya erat, "Aku sering ke kantor kamu kok, aku selama ini ngawasin kamu juga."

(Namakamu) langsung berusaha melepaskan tangannya dari tangan Iqbaal, "Selama ini kamu di deket aku, ngawasin aku yang nunggu kamu, tapi kamu tuh gak pernah sekalipun nemuin aku, kenapa?"

"Aku bilang tadi kan aku nunggu rumah ini selesai untuk nemuin kamu."

(Namakamu) mengerutkan keningnya, "Alasan macam apa itu?"

Tangan Iqbaal bergerak lagi, menangkup tangan (Namakamu), tidak melepaskannya meski (Namakamu) berusaha menolak. "Setelah masalah kemarin, aku sadar aku gak punya kekuatan apapun untuk melawan ayah, jangankan itu, untuk hidup sendiri tanpa bantuan ayah aja aku gak mampu."

(Namakamu) menatap Iqbaal yang balik menatapnya serius. Ada raut dewasa di wajah Iqbaal yang tak ia temui lama ini. Dia juga saat ini sadar, semua dugaan Steffi mengenai keluarga Iqbaal itu benar. Iqbaal sangat dikuasai oleh ayahnya sampai dia tak bisa bergerak.

"Aku ngumpulin semuanya selama setahun ini, aku berusaha hidup sendiri, aku gak mau dikontrol seseorang lagi," ucap Iqbaal serius.

"Kamu harusnya temuin aku, jadi aku gak khawatir," ucap (Namakamu) sambil menunduk. "Kamu gak tahu seberapa usahaku untuk tetap milih nunggu kamu," suara (Namakamu) mulai melemah entah kenapa.

My Annoying BossTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang