1. Bos Baru

4.8K 438 12
                                    

Butuh beberapa detik untuk seorang gadis berponi itu menyadari apa yang baru saja ia lakukan. Mata bulatnya menatap punggung laki-laki yang baru saja ia sigal dengan sengaja. Awalnya gadis itu berniat tertawa melihat teman karibnya itu jatuh, tapi saat melihat darah segar mengucur dari pelipis laki-laki itu sampai merembes membasahi kemeja putih, ia langsung membulatkan mata dan mulutnya.

Si anak laki-laki meringis perih, masih tersungkur disana. Sementara si gadis berponi itu mundur sambil meremas rok merahnya. Ia bergerak tak nyaman karena mulai mendapatkan pandangan tak enak dari teman-teman sekolahnya yang lain.

"Hayo (Nam...), tanggung jawab kamu yang jatuhin dia."

"Jahat banget sih (Namakamu), gimana nih tolongin."

"(Namakamu) nakal!!!"

"Laporin (Namakamu) ke pak guru cepet sana."

Suara itu bergantian masuk ke telinga (Namakamu). Bersamaan dengan raut wajah teman-temannya yang terlihat menghakimi. Wajah mereka berputar-putar memenuhi kepala gadis kecil itu yang sebenarnya sudah dipenuhi rasa bersalah.

Sampai akhirnya suara orang dewasa menggema di telinga (Namakamu).

"Apa apa ini? (Namaka—)"

Bep... Bep... Bep...

Suara memekakan telinga itu berasal dari benda pipih hitam yang tak henti-hentinya bergetar membangunkan sang empunya. Si pemilik ponsel terpaksa menghentikan mimpinya dan dengan cepat mematikan alarm.

(Namakamu) menguap sebelum akhirnya berkata, "Apa-apaan, kenapa mimpi itu sih gue?" Gumamnya, sebab yang ia mimpikan adalah kejadian masa kecilnya yang membuatnya menyesal sampai sekarang.

(Namakamu) tak sempat mendalami penyesalannya sebab retinanya lebih dulu menangkap jam dinding yang menunjukkan pukul 6.40. Mampus! Tinggal 20 menit lagi untuk masuk ke kantor, dan (Namakamu) baru bangun!

(Namakamu) langsung bangkit, sempat menjadi linglung karena tak tahu mana yang harus ia lakukan pertama kali. Masuk kamar mandi atau menyiapkan baju? Akhirnya dia memilih hanya mencuci muka tanpa mandi. Ya bagaimana jarak antara tempat tinggalnya ke kantor saja 15 menit, dan (Namakamu) tidak menghitung berapa menit yang sudah ia buang untuk bersiap.

Setelah memastikan penampilannya oke, (Namakamu) langsung memakai Stilettonya asal dan menenteng tas kerjanya. Tak lupa pula diiringi rapalan doa dalam hati agar tidak telat.

Pukul 06.56 (Namakamu) tiba dilobi perusahaan. Dengan tergesa ia menuju  lift. Sayangnya, lift itu mulai bergerak untuk tertutup. (Namakamu) berusaha mengkode orang didalam lift itu. Satu orang yang (Namakamu) rasa melihatnya, lelaki berjas navy dan berkacama hitam.

Lelaki itu sedikit menurunkan kacamatanya, (Namakamu) yakin lelaki itu melihatnya.

"Tunggu!" Teriak (Namakamu) tergesa,  tapi sayang lelaki itu malah melambaikan tangannya sengaja membiarkan pintu lift tertutup.

Saat tiba didepan lift pintu lift itu sempurna tertutup. (Namakamu) menghela napas kasar.

"Kurang ajar," umpat (Namakamu). Dia melirik jam di pergelangan tangannya. Sial 3 menit lagi! (Namakamu) memutar badannya menuju tangga darurat, dia akan naik tangga saja, toh ruangannya berada di lantai dua.

Ketika kakinya menapak pada lantai dua, (Namakamu) menghela napas panjang. Dadanya naik turun menahan napas. Sebelum melangkah makin jauh, seorang cewek bersuara.

"Telat lagi lo astaga?" Ucapnya. Namanya Steffi— sekertaris direktur keuangan, teman dekatnya di kantor.

"Sssttt," ucap (Namakamu) takut jika atasannya mendengar.

"Gak ada pak Henry kok," ucap Steffi santai. Pak Henry adalah direktur utama perusahaan ia bekerja

"Belum datang? Alhamdulillah."

"Gak, lagi rapat dewan direksi."

(Namakamu) mengangguk paham. Lalu mulai melangkah lagi menuju ruangannya. Sebagai informasi, (Namakamu) adalah sekertaris direktur di perusahaan DR Group.

"Bos lo baru besok nih," ucap Steffi.

"Gue harap sih sebaik pak Rangga." Ucap (Namakamu) beraut sedih, mengingat bosnya yang meninggal beberapa hari lalu. Karena itulah ada pemilihan direktur baru, dan pembahasan mengenai hal itu dibahas dalam rapat direksi yang sedang berlangsung.

"Semangat!" Ucap Steffi, sebelum berbelok ke kanan menuju kantornya.

(Namakamu) mengangguk lalu melangkah menuju ruangannya.

***

'Ayah harap kamu bisa memimpin perusahaan dengan baik'

Kalimat itu terngiang-ngiang ditelinga seorang lelaki berjas biru dongker. Dia berjalan keluar dari ruang rapat tanpa ekspresi. Sebelah tangannya menenteng tas, sebelah lagi ia masukan dalam saku celana. Ia mulai membuka pintu yang bertuliskan ruang direktur.

Ketika selesai membuka pintu. Ia langsung mendapati seorang perempuan berbaju merah maroon menatapnya, dia bangkit dari duduknya lalu melayangkan senyum.

"Maaf pak, boleh saya bantu? Ada keperluan apa? Apakah bapak hendak menemui direktur?" ucap (Namakamu), meski ia sudah mengira bahwa pria didepannya pasti hendak menemui direktur utama. Informasi lagi, selama direktur tidak ada, direktur utama langsung turun menjalankan perusahaan.

Pria itu menaikkan sebelah alisnya yang sedikit terputus diujung alis kanan. Disana ada bekas luka kurang lebih satu centimeter.

(Namakamu) menunggu jawaban pria itu dengan canggung. Tiba-tiba saja ia ingat pria didalam lift itu, ah iya jas mereka sama. Laki-laki kurang ajar itu!

"Bapak mendengar saya?" Tanya (Namakamu) sebab ia diabaikan, toh ia juga emosi pada lelaki ini karena kejadian tadi pagi.

"Saya direkturnya."

"Ya?" Tanya (Namakamu) bingung.

"Saya direktur barunya," ucapnya lagi.

(Namakamu) langsung melangkah mendekat lalu sedikit membungkuk. "Mohon maaf pak," ucap (Namakamu) dengan nada menyesal. Ia menarik semua kekesalannya pada lelaki berjas navy ini.

"Lain kali cari tahu siapa bos kamu. Mana ada karyawan yang tidak tahu mana bosnya."

(Namakamu) menaikkan alisnya. Entah kenapa (Namakamu) merasa bosnya kali ini sedikit terlihat menyebalkan.

"Baik pak," jawab (Namakamu) pada akhirnya.

"Oh ya, kamu mau pamer kalau kamu pakai parfum? ganti parfum mu saya gak suka wanginya!"

What?! Kasar sekali! (Namakamu) berteriak dalam hati. Maksudnya bagaimana? Kenapa ia harus mengganti parfumnya hanya karena si bos tidak suka? (Namakamu) memasang wajah penuh tanya, ditambah lagi melihat wajah bosnya yang datar membuat (Namakamu) yakin seribu persen untuk meralat kalimatnya tadi. Bukan sedikit menyebalkan tapi sangat menyebalkan.

"Gak mau ganti?" Tanyanya dengan wajah datar.

"Saya ganti pak," jawab (Namamu) cepat.

Setelah bosnya itu melangkah menuju ruangannya. (Namakamu) memasang wajah kesalnya. Kepribadian bosnya menyebalkan bukan main. Ia harus kuat-kuat hati kali ini.

Tapi kalau dipikir-pikir wajah bosnya itu terlihat bukan wajah yang asing bagi (Namakamu). (Namakamu) mengingat-ingat lagi, tiba-tiba saja ia mengingat segaris luka yang membelah sedikit alis bosnya itu, sebuah bayangan menyerbu otaknya. Bayangan kejadian yang tadi pagi ia mimpikan sampai membuatbya telat.

"Iqbaal??!" Teriaknya, menyebut nama teman masa SD-nya.

***

Lanjut gak nih?

My Annoying BossTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang