"Jadi kamu bosnya (Namakamu)?" Tanya Linda, saat datang membawa nambah berisi segelas jus.
Iqbaal mengangguk, "Iya tante."
"Baik-baik ya sama (Namakamu) Baal," Ujar Linda.
Iqbaal mengangguk ragu, sementara (Namakamu) menatap Iqbaal dengan tatapan 'Tuh dengerin'
"Kak, ambilin cemilan," ujar Linda. (namakamu) langsung bangkit menuju dapur.
Kini Linda menatap Iqbaal serius, "(Namakamu) itu anak sulung pertama kami, dia tidak terlalu dekat dengan tante."
Iqbaal mengangguk paham.
"Kalau adiknya sering cerita hal-hal kecil, kalau dia, gak pernah cerita soal dunia kerjanya," ujar Linda. Jeda sejenak sampai ia melanjutkan lagi, "Tapi pernah saya pergokin dia menangis di kamarnya saat pulang kerja."
Iqbaal sedikit terperanjat, apakah ini masalah dirinya? Apa ia terlalu kejam pada (Namakamu).
"Tapi (namakamu) gak cerita dia kenapa," ujar Linda. "Tante tau (Namakamu) punya beban berat, karena dia anak pertama, perempuan juga. Dia dipaksa tegar untuk memenuhi ekspektasi kami, sebagai orang tua."
(Namakamu) dari tadi diam dibalik sisi tembok, mendengarkan percakapan mereka dengan mata berkaca-kaca. Memang sering ia menangis karena masalah ini. Ia kadang ingin berhenti bekerja karena tekanan bosnya yang dahulu terlalu berat, tapi (namakamu) takut ia akan mengecewakan orang tuanya, takut ia tidak menjadi contoh yang tidak baik untuk adiknya. Jadi dia terpaksa menguatkan diri.
Bekerja di perusahaan besar tentu tak mudah. Banyak waktu, perasaan, terbuang dalam perjalanan melamar di perusahaan besar itu. Akhirnya (Namakamu) harus membentengi diri, menjadi figur kakak dan anak yang sanggup menyimpan dukanya sendiri.
"Seperti orang tua lain, tante pingin (namakamu) sukses, dan menjadi contoh yang baik untuk adiknya."
(Namakamu) diam. Kata-kata itu dulu selalu tertanam dan mendarah daging dalam pikiran (Namakamu), bahwa ia harus membuat orang tuanya bangga, bahwa ia harus jadi contoh yang baik untuk adiknya. Ada waktunya (Namakamu) ingin mengutuk keadaan yang menyebabkan ia lahir paling awal. Ada waktunya ingin lari dari keluarga ini dan memulai hidup baru tanpa mereka dan tuntutan-tuntutannya. Tapi ia tak bisa.
"Tapi yang paling penting, tante ingin (Namakamu) bahagia," ujar Linda.
Saat itu (namakamu) langsung menjatuhkan setetes air matanya. Ia mengusapnya cepat. Lalu berjalan menuju ruang tamu.
"Silahkan dimakan pak," ujar (Namakamu), saat menaruh toples kue kacang dihadapan (Namakamu).
***
Malam ini, (Namakamu) dan bossnya akan menghadiri launching produk sepatu edisi terbatas milik Maldini group. (Namakamu) mengehentikan mobil Iqbaal saat sudah rapi terparkir di sisi kanan gedung. Setelah mematikan mesin mobilnya, (Namakamu) menoleh ke belakang. Iqbaal masih memejamkan matanya, tertidur. (Namakamu) diam sejenak, melihat wajah Iqbaal yang teduh. Tanpa alis yang melengkung keatas tak bersahabat, wajah Iqbaal tampak tenang seperti bayi. Sepertinya Iqbaal lebih baik tidur saat bertemu (Namakamu), karena (Namakamu) sangat menyukai ekspresi Iqbaal saat ini.
Saat (Namakamu) masih menikmati kedamaian dalam wajah Iqbaal, Iqbaal tiba-tiba saja membuka matanya pelan. Ia terbangun, (Namakamu) langsung terperanjat.
"Udah sampai?" Tanya Iqbaal parau.
(Namakamu) mengangguk pelan.
"Kenapa gak bangunin saya?" Tanya Iqbaal.
(Namakamu) gelagapan, "Oh... Tadi mau bangunin kok pak, tapi bapak bangun duluan," ucap (Namakamu).
(Namakamu) segera membuka pintu mobil, keluar, lalu membukakan pintu Iqbaal.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Annoying Boss
أدب الهواة(Namakamu) benci bosnya! Dia adalah iqbaal, pria menyebalkan dan bermulut pedas. Tapi tanpa (Namakamu) tahu ada maksud berbeda dari semua kalimat pedas Iqbaal padanya. "Saya gak suka warna pakaian kamu, terlalu mencolok bikin mata saya sakit, ganti...