29. Biru dan Rasi

503 30 0
                                    

Part terakhir. Happy reading 💜

***

Empat bulan kemudian mereka melangsungkan pernikahan di Bali. Sebenarnya itu adalah persiapan yang cukup singkat mengingat karena perayaan ini hanya di hadiri beberapa teman dekat. (Namakamu) yang ingin itu, katanya agar lebih intimate saja

Tadi pagi mereka sudah resmi menjadi sepasang suami-istri. Iqbaal sudah mengucapkan ijab Kabul di depan wali (Namakamu) juga para tamu yang menjadi saksi.

Hubungan Iqbaal dan keluarganya berangsur membaik. Meski masih canggung beberapa kali. Henry hadir di pernikahan mereka, juga Karel, kakak tiri Iqbaal. Beberapa teman hadir di pernikahan mereka yang berlangsung dari pagi menjelang siang sampai disambung resepsi di malam hari.

(Namakamu) menghela napas panjang, lelah karena acara panjang ini. Setelah membersihkan make-up, (Namakamu) berjalan ke lemari mengambil piyamanya untuk mengganti gaunnya yang mengekor panjang.

(Namakamu) sudah hendak memelorotkan gaunnya ke bawah jika saja pintu kamar mandi tidak terbuka. Sontak, (Namakamu) langsung menahan gaunnya di dada, lalu bersender pada lemari untuk menyembunyikan gaun yang resletingnya sudah terbuka, menampilkan punggungnya.

"Perlu bantuan?"

(Namakamu) menggeleng cepat. Iqbaal keluar dari kamar mandi bertelanjang dada, hanya memakai celana boxer hitam. Rambutnya yang basah tampak berantakan membuatnya tampak... Sexy?

Astaga, (Namakamu) harus menampar kesadarannya. Meski Iqbaal sudah resmi menjadi suaminya, tapi tetap saja suasana ini terasa sangat canggung. (Namakamu) memalingkan muka saat sadar ia telah lama memandang dada telanjang Iqbaal yang bidang, Iqbaal yang memperhatikan wajah (Namakamu) memerah terkekeh geli.

Iqbaal mengacak rambutnya dengan handuk kecil sambil berkaca. (Namakamu) yang memperhatikan itu langsung sadar bahwa ia harus bertindak. Dengan pelan, tanpa mengubah posisinya, (Namakamu) berjalan memiring dibelakang Iqbaal.

Iqbaal menangkap gerakan canggung (Namakamu) lewat cermin tentu saja. Ia tersenyum miring, tiba-tiba terlintas sesuatu di benaknya.

Sedikit lagi (Namakamu) mencapai pintu kamar mandi, ia sudah berbalik namun sebuah tangan menariknya tanpa aba-aba. (Namakamu) memejamkan mata beberapa kali gugup saat merasakan tubuhnya membentur tubuh Iqbaal. (Namakamu) langsung melepas tangannya yang langsung bersentuhan dengan kulit dada Iqbaal.

"Istri... " Gumam Iqbaal, tangannya melingkar di pinggang (Namakamu). Dia berbicara tepat di samping telinga (Namakamu).

Suara Iqbaal yang samar didekat telinganya membuat bulu kuduk (Namakamu) meremang. Efeknya sanggup membuat (Namakamu) mematung ditempat. Ia tahu cepat atau lambat ini akan terjadi, tapi tetap saja (Namakamu) merasa gugup dan bolehkah ia berkata kalau ia belum siap?

(Namakamu) menelan salivanya berat, kegugupan melingkupi dirinya, "Baal, aku mau mandi," ucap (Namakamu) mulai bergerak tak nyaman. Dia semakin gugup, terlebih aroma maskulin Iqbaal menyerebak di indera penciumannya.

Iqbaal tersenyum miring, wajahnya sangat dekat dengan (Namakamu), "Buat apa mandi kalau nanti keringatan lagi?"

(Namakamu) melotot atas ucapan Iqbaal. jantungnya bertalu-talu cepat seperti habis berlari maraton. Wajahnya mendadak pucat pasi. Belum sempat menyurutkan keterkejutannya, ia malah tambah membulatkan matanya saat merasakan tangan Iqbaal bergerak di punggungnya.

"Baal... aku... Be-" Suara (Namakamu) tercekat, pelan dan menyiratkan ketidakberdayaan.

Iqbaal tersenyum lagi, tangannya bergerak. (Namakamu) baru bernapas lega saat mendengar suara resleting dinaikkan, ternyata Iqbaal menaikkan resleting (Namakamu) agar menutup punggungnya lagi.

My Annoying BossTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang