Bonus

567 37 2
                                    

Part ini untuk readers yang komen pengen tau gimana reaksi Iqbaal pas tahu (Namakamu) yang rusakin mobilnya wkwk.

Happy reading 💜

***

Beberapa bulan sebelum pernikahan

Rapat selesai. Iqbaal menutupnya lebih cepat dari rencana. Karena ia harus mempersiapkan segala sesuatu untuk besok. Besok ia akan ke rumah (Namakamu), melamar (Namakamu) dan menetapkan tanggal pernikahannya.

"Pak kalau nikah undang-undang ya," ucap salah satu karyawan Iqbaal.

Iqbaal tertegun. Bagaimana orang itu bisa tahu kalau Iqbaal akan menikah?
Iqbaal hanya membalas dengan senyuman sebelum orang itu meninggalkan ruang rapat.

Orang-orang yang melewati Iqbaal menatap Iqbaal dengan tatapan menggoda, bergantian menatapnya lalu (Namakamu) di ujung sana.

Iqbaal memandang (Namakamu) penuh tanya, sementara (Namakamu) berekspresi seperti sedang menahan malu.

(Namakamu) mendekati Iqbaal saat orang-orang sudah tidak ada lagi yang tinggal di ruang rapat.

"Bagus ya (Namakamu), baru beberapa hari aku lamar, satu kantor tau kalau kita mau nikah," ucap Iqbaal membuat (Namakamu) semakin menunduk malu.

(Namakamu) menggeleng, "Bukan aku, Salsha yabg sebar beritanya..."

Itu benar, jika di kantor lama Steffi yang sering bergosip dan menyebarkan berita entah benar tidaknya. Maka peran Steffi di ganti Salsha saat ada di kantor ini. Bedanya Salsha lebih kalem dikit daripada Steffi. (Namakamu) jadi membayangkan apa jadinya kalau Salsha bertemu Steffi, apa mereka akan bergosip sampai mulut mereka berbusa?

Iqbaal terkekeh, lalu mengusap pucuk kepala (Namakamu) pelan. (Namakamu) menatap wajah Iqbaal kesal, karenanya rambutnya jadi berantakan.

"Aku bakal nemuin Ayah," ucap Iqbaal.

(Namakamu) menatap Iqbaal tenang, disertai senyuman dia mengangguk pelan. "Kapan?"

"Sebentar lagi," jawab Iqbaal, "Aku gak peduli ayah setuju atau enggak. Aku tetap akan nikahin kamu," tambahnya.

(Namakamu) mengangguk, bibirnya terangkat membentuk senyuman tulus. Dia tak bisa berkata lagi, saat Iqbaal sudah menatapnya yakin. Memang cepat atau lambat Henry harus tahu rencana pernikahan Iqbaal. Biar bagaimanapun Iqbaal tetaplah putra kandung Henry.

***

Henry benar-benar terkejut saat ia sedang berkebun didepan rumahnya. Seseorang dengan pakaian rapi menemuinya. Orang itu adalah Iqbaal. Hampir setahun ini ia tak pernah menjumpai Iqbaal, sejak anaknya itu memilih keluar dari rumah.

Henry kalang kabut waktu Iqbaal pergi. Partner bisnisnya, ibu Cassie dan Cassie mendesaknya untuk segera meresmikan hubungan pernikahan Iqbaal dan Cassie.

Ditengah kekalutannya. Tiba-tiba saja Karel membeli sebagian besar saham D&R Grup tanpa berdiskusi. Itu berakibat pada perusahan menjadi hak milik Karel sebagai penerus juga pemilik saham paling besar. Keluarga Cassie tertendang dari daftar pemilik saham terbesar. Itu yang membuat Henry bernapas lega saat memutuskan untuk tidak menjodohkan Iqbaal.

Henry memilih pensiun. Ia mulai paham kedua anaknya telah bertumbuh lebih dewasa. Karel mengambil keputusan yang tepat, dan Iqbaal pergi meninggalkannya juga pilihan yang tepat bagi Iqbaal. Kepergian Iqbaal membuat Henry sadar di hari-hari pensiunnya. Kalau ia terpaku berbuat kejam pada putra bungsunya.

"Iqbaal akan menikah Yah," ucap Iqbaal, padahal ia masih berpijak di lantai taman rumahnya. Henry masih terlalu terkejut untuk memintanya mengobrol di dalam rumah. Sementara Iqbaal ingin cepat selesai dan pergi dari rumah ini.

"Dengan siapa? Pacar kamu itu?" Tanya Henry, melepaskan sarung tangan karetnya.

"(Namakamu), namanya (Namakamu)," ucap Iqbaal. Ia sudah menyiapkan diri atas segala kemungkinan yang akan dapatkan sebagai respon pemberitahuannya.

Henry mengangguk. Tersenyum lalu tangannya terarah pada lengan atas Iqbaal, menepuknya pelan, "Baiklah, kapan kita akan ke rumah (Namakamu) untuk mengatur tanggal?" Ucap Henry.

Iqbaal sedikit membatu atas respon ayahnya yang sangat baik. Terlalu baik daripada ekspektasi yang Iqbaal miliki. "Besok ayah," jawab Iqbaal.

Henry mengangguk, "Baiklah, besok, ayah akan siap-siap kalau begitu."

Iqbaal terkekeh. Hatinya menghangat entah kapan sejak terakhir kali ia merasakan perasaan ini bersama ayahnya. Mungkin saat ia di tarik kembali ke rumah ini? Ah itu sudah terlalu lama sekali.

***

"Mau jalan-jalan sebentar calon istriku?" Iqbaal bertanya pada (Namakamu) yang menatap kepergian rombongan keluarga Iqbaal. Tanggal pernikahan sudah di tetapkan. Hanya empat bulan lagi dari sekarang.

"Boleh calon suami," jawab (Namakamu) disertai kekehan. Geli mendengar ucapannya sendiri yang meniru apa yang dilakukan Iqbaal.

Iqbaal terkekeh, tangannya terulur, dan langsung mendapatkan respon dengan tangan (Namakamu) yang menggenggamnya erat.

(Namakamu) berhenti sejenak. Membuat Iqbaal mengerutkan keningnya bingung, "Kenapa?" Tanya Iqbaal.

"Apa aku ganti baju dulu?" Tanya (Namakamu), dia memakai kebaya putih sederhana, bukan kebayanya yang mengganggunya, hanya rok batiknya yang sedikit mengganggunya berjalan.

Iqbaal menggeleng, "Gak usah (Nam...), Siapa tahu aku nanti berubah pikiran dan langsung nyeret kamu ke KUA," canda Iqbaal membuat (Namakamu) membulat laku mencebikkan bibir kesal saat Iqbaal tertawa renyah.

"Bercanda sayang, "ucap Iqbaal lalu meraih tangan (Namakamu) pagi untuk berjalan menuju mobil.

(Namakamu) menghentikan langkahnya lagi, memaksa Iqbaal untuk berlaku demikian. Kali ini Iqbaal menatap (Namakamu) dengan alis terangkat, sekarang apa lagi?

"Aku mau jujur sama kamu sebelum kita nikah," ucap (Namakamu) serius membuat Iqbaal makin mengerutkan keningnya dan menerka-nerka.

"Apa?" Tanya Iqbaal.

"Janji dulu gak akan masukin aku ke penjara," ucap (Namakamu) memelas. Tangannya terulur dengan semua jari menekuk kecuali jari kelingking. Menunggu respon Iqbaal untuk melakukan janji jari kelingking.

"Aku bakal masukin kamu ke penjara," ucap Iqbaal membuat (Namakamu) membatu, "Penjara hati aku maksudnya," lanjutnya membuat (Namakamu) memukul lengan Iqbaal yang sempat-sempatnya bercanda.

"Iya iya, janji udah, ada apa (Namakamu)?" Ucap Iqbaal setelah diberikan beberapa pukulan di lengannya.

"Janji jangan marah dulu," ucap (Namakamu).

"Buset banyak janji mulu, kamu gak akan bilang kamu di apa-apain sama Bastian kan?" Telisik Iqbaal dengan mata menyipit, dia mulai curiga dengan apa yang akan (Namakamu) katakan.

(Namakamu) sontak menggeleng cepat. Bagaimana bisa dia main api dengan Bastian jika hatinya hanya untuk Iqbaal seorang. "Aku mau ngasih tahu kamu itu," ucap (Namakamu), di akhir kalimat ia menunjuk bagian belakang mobil Iqbaal yang lecet.

Iqbaal menaikkan sebelah alisnya, "Kamu pelakunya?!" Serunya membuat (Namakamu) sedikit takut dan mempersiapkan diri menerima semprotan kemarahan Iqbaal.

"I..ya," gugu (Namakamu).

"Gak papa kok," ucap Iqbaal lada akhirnya. (namakamu) mendongak, menatap wajah Iqbaal serius. Tak ada raut  marah di wajah Iqbaal. Berbeda saat beberapa hari lalu saat ia bercerita mengenai mobilnya. Apa karena (Namakamu) pelakunya Iqbaal jadi begini?

"Kalau mau marah marah aja," ucap (Namakamu).

Iqbaal menggeleng, "Ngapain marah, di masa depan nanti kita bakal nemuin masalah yang lebih dari ini, aku gak mau marah cuma karena ini," ucap Iqbaal mampu membuat hati (Namakamu) terenyuh.

(Namakamu) melingkarkan tangannya pada Iqbaal. Ia tak tahu apa Iqbaal mungkin menahan amarahnya, atau memang tak marah sama sekali karena tahu (Namakamu) pelakunya. Lebih dari itu rasa sayangnya pada Iqbaal bertambah. Ia jatuh cinta lagi pada Iqbaal. Berkali-kali. Tanpa henti.

***

My Annoying BossTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang