Tidak pernah terpikirkan oleh (Namakamu), akan menjadi karyawan dari seseorang yang dulu ia tindas. Heum, gak menindas sih, cuman (Namakamu) dulu sekali menjadi bos si Iqbaal, cowok penyuka boneka miliknya.
Iqbaal itu tetangganya dulu saat mereka berumur tujuh tahun. Iqbaal akan selalu bermain di rumah (Namakamu) karena disana ia banyak menemukan boneka. Bahkan pernah beberapa kali iqbaal membawa mobil mainan serta remote controlnya untuk ditukar dengan boneka (Namakamu).
(Namakamu) mah mau aja tapi tak jarang ia memberikan syarat yang harus iqbaal penuhi, misal meminta iqbaal memijitnya, membereskan mainannya, mendorong sepeda-sepedaannya dari ujung kompleks sampai ujung lagi, mengepel rumah, mencuci pakaian—
Eh tidak-tidak yang dua terakhir itu berlebihan. Pokoknya (Namakamu) dulu sudah terlatih jadi istri durhaka. Ah iya, tak jarang (Namakamu) meminta iqbaal main keluarga-keluargaan, dengan iqbaal menjadi suami, anak, cucu, sampai mertuanya. Belum lagi kalau main dokter-dokteran, kadang Iqbaal sampai disuntik beneran pakai lidi yang ujungnya tajam.
Kurang sadis apa coba? Meski begitu Iqbaal tetap menuruti (Namakamu), dan (Namakamu) yang akan memimpin permainan. Tak pernah Iqbaal menangis saat bermain bersama meski (Namakamu) sering menindasnya. Kecuali saat itu, saat mereka duduk di bangku kelas lima SD— saat itu (Namakamu) tak sengaja mendorong Iqbaal sehingga Iqbaal tersungkur mengenai pojokan tangga. Pelipisnya berdarah banyak sekali membuat (Namakamu) selalu meringis setiap membayangkannya.
Seperti saat ini (Namakamu) meringis lagi karena membayangkan kejadian itu. Dan tepat setelah saat itu Iqbaal tidak pernah ia temui lagi, Iqbaal pindah rumah, juga pindah sekolah. (Namakamu) mana mungkin lupa pada Iqbaal, kejadian itu selalu mengingatkan (Namakamu) pada Iqbaal lewat mimpi-mimpi buruknya.
(Namakamu) menatap lekat pelipis Iqbaal, menemukan sebuah alis kirinya sedikit terbelah, astaga itukah bekas lukanya.
"Saya ganteng ya?"
"Eh?"
(Namakamu) langsung terperanjat, langsung sadar dari nostalgianya. Dia menatap Iqbaal yang masih menunduk melihat laporannya. Darimana pria ini tahu kalau (Namakamu) sedang memandangnya lekat.
"Kamu lihat saya terus," Ucap iqbaal, kali ini dia menatap (Namakamu), meminta penjelasan.
(Namakamu) terkekeh garing, "Hehe, iya pak."
"Makasih, saya emang ganteng."
What?! (Namakamu) hampir saja tersedak jika ia tidak bisa mengontrol emosinya. Gila, narsis banget! Maksud (Namakamu), ia mengiyakan pernyataan iqbaal yang mengatakan kalau ia memperhatikan iqbaal terus. Bukan pernyataan sebelum itu. Lagian ya, tampannya iqbaal sudah tertutupi oleh aib Iqbaal di masa lalu yang agak kemayu.
"Kamu bisa kembali ke ruangan kamu," ucap iqbaal sambil menyerahkan map milik (Namakamu)
(Namakamu) mengangguk, dia berbalik tapi tak lama Iqbaal bicara lagi.
"Jus."
"Eh?" (Namakamu) berbalik, masih dengan map di pelukan ia menatap bingung bosnya. Apa katanya?
"Saya bilang Jus."
Butuh beberapa detik untuk (Namakamu) mencerna kalimat bernada datar yang sebenarnya adalah perintah itu.
"Bapak mau Jus?" Tanya (Namakamu) memastikan, soalnya tadi kan Iqbaal mengingini dia pergi.
Si bos menatap (Namakamu) jengah, tangannya yang tadi berada diatas keyboard sudah berpindah ke samping lalu mengepal kuat-kuat. Pandangan beralih dari laptop menatap kearah (Namakamu) garang.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Annoying Boss
أدب الهواة(Namakamu) benci bosnya! Dia adalah iqbaal, pria menyebalkan dan bermulut pedas. Tapi tanpa (Namakamu) tahu ada maksud berbeda dari semua kalimat pedas Iqbaal padanya. "Saya gak suka warna pakaian kamu, terlalu mencolok bikin mata saya sakit, ganti...