Hari senin pagi ini terasa berbeda bagi Berlin. Pasalnya, semalam grup kelasnya tiba-tiba meributkan tentang kepindahan Shreya. Tidak ada angin, tidak ada hujan, Shreya tiba-tiba pergi begitu saja.
Semalaman, Berlin juga mencoba menghubungi gadis itu, namun tidak ada satu pun akun sosial medianya yang aktif. Dia tidak tahu pasti apa yang membuat Shreya menjadi seperti ini. Apa mungkin ia balik marah kepadanya?
"Tasya emang nggak cerita apa-apa ya ke lo?" tanya Carla, teman satu kelas Berlin.
Berlin menggeleng. "Aku juga baru tahu kalau Shreya pindah itu dari grup semalem."
"Tapi gue yakin sih, Reya pasti punya alasan," kata Carla.
"Tapi beneran nggak ada yang tahu Shreya pindahnya kemana?"
Carla mengangkat kedua bahu. Dia mana mau mengurusi urusan Shreya.
Berlin menghembuskan napas gusar. Perasaannya jadi tidak enak. Terlebih, terakhir ia bertengkar dengan Shreya. Ya, masih merasa dongkol, tidak dipungkiri Berlin juga tetap menyayangi Shreya.
"Udah mau upacara, ke lapang, yuk!" Carla bangkit, diikuti Berlin di belakangnya.
Berlin keluar dari kelas dengan langkah gontai. Ia merasa tidak bersemangat. Bahkan kalau bisa, ia ingin bolos upacara saja rasanya, pura-pura sakit atau apalah itu asal tidak perlu ikut baris di lapangan.
* * *
Sesuai dengan ucapan Javiar pagi tadi, saat tidak sengaja berpapasan di koridor sekolah, Berlin kini sudah duduk manis menunggu kehadirannya di rooftop sekolah.
Sudah sekitar 15 menit gadis itu menunggu, namun Jav tidak kunjung datang jua. Berlin berdecak kesal, dia paling tidak suka dibuat menunggu seperti ini.
Tidak lama, pintu rooftop terbuka, menampilkan sosok Javiar di sana.
"Lama," kata Berlin.
"Sorry." Dengan santai, Javiar mendudukkan dirinya di atas sofa usang.
"Kamu pasti tahu sesuatu tentang Shreya, kan?" tebak Berlin, di balas anggukan pelan kepala Javiar.
Berlin menatap Jav penuh penantian. Namun, lelaki itu sedari tadi membisu, tidak mengeluarkan suara barang sepatah kata pun.
"Jav." Lalu, seseorang lainnya datang. Dia Dareen. Berdiri tepat di hadapan Berlin dan Javiar.
"Aturannya selama gue dan Darren bicara, lo nggak boleh motong penjelasan kita. Lo cukup duduk diam dan dengarkan baik-baik penjelasan kita. Kalau ada yang mau ditanyakan, setelah ceritanya selesai baru boleh bertanya. Paham?" Jav menatap Berlin penuh keseriusan.
Berlin yang merasa bingung pun mengerutkan kening. Namun, tidak urung gadis itu menganggukkan kepala.
Berlin terdiam setelah mendengarkan seluruh penjelasan mengenai Shreya dari Javiar. Dia tidak tahu bahwa penderitaan Shreya selama ini begitu berat. Sungguh Berlin menyesal kemarin telah memperlakukan Shreya dengan buruk.
Berlin menundukkan kepala dalam. Dia menangis seketika itu juga. Dirinya egois. Gadis itu menyesal atas segala perbuatannya.
"Aku bodoh, ya, Jav?" lirih Berlin. Punggungnya bergetar hebat.
KAMU SEDANG MEMBACA
SHREYA [SELESAI]
Teen FictionShreya tidak menyangka akan disukai oleh Javiar, sahabatnya sejak kecil. Lantas, ketika pernyataan rasa itu terucap, haruskah Shreya menerimanya? Di saat Shreya tidak yakin waktu hidupnya di dunia akan bertahan lama. Copyright ©deardess 2020