PROLOG

1.7K 165 120
                                    

Jakarta, 2012.

Seorang anak perempuan berusia 9 tahun bersembunyi di balik sekat yang memisahkan antara ruang tamu dan ruang makan rumahnya. Di hadapannya, dia menyaksikan pemandangan yang tidak seharusnya dia saksikan di usia sedini itu.

Tangan anak itu terasa dingin. Kakinya bergetar hebat dengan kecewa menyelimuti hati. Ini bukan kali pertama dia menyaksikan hal serupa, tapi rasanya, ini adalah yang paling parah.

Prang!

Bunyi pecahan piring yang dibanting terdengar menggema. Tanpa disadari, genangan air mata dalam pelupuknya berjatuhan. Anak itu kembali menangis dalam diam, untuk yang kesekian kalinya. Dia terluka, hatinya hancur, dan batinnya tersiksa.

"Semuanya sudah terbukti, Mas, jangan mengelak lagi. Aku tahu kamu ada hubungan dengan Sandra!" Teriakan penuh rasa sakit terdengar.

"Kamu nggak berpikir apa? Nasib Sheyra dengan Adara nanti akan bagaimana?!"

Dalam kecewa yang memenuhi perasaan hatinya, wanita itu tertawa pelan. "Cih, harusnya aku sadar, orang kayak kamu nggak bisa dipercaya. Kamu bahkan tega selingkuhi aku sama sahabat aku sendiri! Nyesel aku nikah sama kamu, Mas!"

Lalu, satu tamparan keras mendarat di pipi wanita itu. Pelakunya tidak lain adalah pria yang membuat sayatan luka dalam hati wanita itu. Pria itu menatap tajam. Tidak menyadari kehadiran anak kecil yang saat ini tengah menyaksikan semuanya.

"Kamu pikir, hanya kamu yang menyesal? Kamu dengar baik-baik, Amarta. Saya tidak pernah sedikitpun punya hubungan lebih dengan Sandra. Tapi karena melihat sikap kamu yang terus-menerus seperti ini, lama-lama saya lelah dan muak sama kamu!"

Anak itu mendengar, bahkan melihat semua apa yang dilakukan ayah pada mamanya itu. Ayahnya jahat. Dia membentak, bahkan tega menampar mamanya. Air mata anak itu semakin deras, dia menangis dalam sunyi.

"Suami pulang kerja bukannya disambut baik-baik!" ketus pria itu. "Saya capek, Ta! seharian nguras tenaga berjuang buat hidup, tapi apa yang kamu lakukan? Kamu malah membuat tuduhan yang enggak-enggak. Ini bukan kali pertama kamu kayak gini, aku lama-lama capek menghadapi sikap kamu! Kamu emang nggak becus jadi istri!"

Prangg!

Suara pecahan piring kembali terdengar, kali ini bukan ayahnya yang melempar, melainkan mamanya. Anak itu masih berdiam diri di tempatnya. Menyaksikan segala yang tak sepatutnya disaksikan oleh anak seusia itu.

Ia melihat jelas saat mamanya hanya sanggup menagis, dan tak mengeluarkan suara barang sepatah kata pun. Hatinya jelas terasa sakit, disaat teman-temannya merasakan keharmonisan bersama keluarga, anak itu justru sebaliknya. Dia merasakan kehancuran, sangat-sangat hancur.

Permintaannya saat ini cukup sederhana, dia hanya ingin dapat berlibur dan menghabiskan waktu bersama keluarganya. Apakah sesulit itu keinginannya agar Tuhan dapat mewujudkannya?

Mamanya masih dalam keterdiaman. Dengan serpihan pecahan piring dimana-mana, air mata yang membanjiri wajah, juga hati yang teriris oleh kenyataan-kenyataan pahit.

Hingga akhirnya, anak itu mendengar sebuah kalimat yang mungkin akan berakibat pada kehidupan, juga mimpinya yang masih belum diwujudkan oleh Tuhan.

"Aku mau kita cerai, Mas." Kalimat itu tercetus begitu saja dari mulut mamanya. Bersautan dengan suara tangis anak kecil lainnya yang baru terbangun dari tidurnya.

Sedang air mata anak itu kembali meluruh, dia tak ingin menyaksikan semua ini, tapi kakinya enggan pergi. Dan sekarang, apakah mimpi yang belum terwujudnya itu masih akan diwujudkan oleh Tuhan?

Anak itu kembali berlari keluar dari rumah, dia ingin menemui seseorang yang selalu dapat menenangkannya. Anak itu akan menceritakan segalanya hingga dia dapat terlelap dalam dekap hangatnya.

- Bersambung -

Terima kasih sudah berkenan membaca.
Jangan lupa beri vote dan komentar, karena itu sangat berarti untuk aku 🤗

More info, follow
Instagram & TikTok @deardess806

SHREYA [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang