Javiar termenung di atas balkon kamarnya. Kilas bayangan Shreya yang menolaknya, dan juga ucapan Darren tentang penyakit Shreya terus terngiang dalam benaknya.
"Terus sekarang Shreya di mana?"
"Kata Suster yang tadi gue temui, Reya udah dibawa ke Bandung."
Jav mengacak rambutnya kasar. Bahkan hembusan angin malam yang menyejukkan itu pun tidak bisa membuat pikirannya tenang.
Dia selalu berusaha mencoba menghubungi Shreya, namun nomornya tidak pernah aktif. Membuat Jav mengerang frustrasi, dan merasa bisa gila sendiri jika terus-terusan seperti ini.
"Javiar!"
Jav memutar tubuhnya ke belakang ketika mendengar suara mamanya memanggil.
"Iya?" Jav membuka pintu kamar.
"Ayo makan malam, ditunggu Papa di bawah tuh," kata Dini, lalu melenggang pergi dengan Jav yang mengekori di belakangnya.
Sesampainya di bawah, Jav mendapati papanya sudah duduk manis di hadapan meja makan.
"Lama banget, Papa udah lapar nih."
"Anakmu tuh, Mas, kayak anak perawan, diem ... terus di kamar."
Jav mendelik sebal. Mamanya memang selalu menyebalkan.
Saat sedang khidmat menyantap makan malamnya, tiba-tiba Jav terpikirkan sesuatu. Lelaki itu menatap Dini dan Reyhan silih berganti. "Mah, Pah?" panggilnya.
"Hm?"
"Mama sama Papa tau Om Tama, kan?"
Dini menghentikkan kunyahan di mulutnya sesaat. Kemudian, dia saling pandang dengan Reyhan.
"Tama Papanya Reya?"
"Iya itu."
"Kenapa memang?" kali ini bukan Reyhan yang bertanya, melainkan Dini.
"Mama tahu alamat rumah Om Tama di Bandung?"
Dini memicingkan mata. "Buat apa kamu nanya gitu?"
Jav diam sejenak, sebelum kemudian dia menjawab, "Reya pindah ke Bandung, Ma."
Dini yang mengetahui hal itu terkejut. "Loh, sejak kapan? Kok nggak pamitan dulu sama kita?"
"Jav juga baru tahu tadi pagi, Ma. Mangkanya Jav pingin nemuin Reya ke sana."
Dini tampak berpikir sejenak. "Ada, kayaknya Mama punya alamatnya."
"Serius?"
Dini menganggukkan kepala. "Jadi waktu itu, Amarta pernah ngasih ke mama alamatnya, cuman ... mama lupa nyimpen kertasnya di mana. Mama juga nggak hapal lagi alamatnya."
Jav mendesah kecewa. "Jangan bilang ada kalau kaya gitu, Ma."
"Nanti Mama cari, Javiar. Udah nggak sabar banget pengen ketemu Reya, ya?"
Jav mendengus. "Apa sih, Ma?"
* * *
Shreya berada di dalam kamar barunya sekarang. Gadis itu berdiam diri di atas kasur dengan memeluk kedua lututnya. Matanya menatap ponsel yang sama sekali tidak ia aktifkan sejak kemarin malam. Sengaja. Shreya masih belum siap memberi kabar pada orang-orang yang pasti sedang mengkhawatirkan dirinya.
Hembusan napas berat terdengar keluar dari mulut Shreya, sesaat sebelum dia berdiri dan keluar dari kamarnya. Berniat untuk bertemu dengan Adara, adiknya. Dia ingin menghabiskan waktu dengan gadis itu. Siapa tahu, segala keresahannya bisa teralihkan.
KAMU SEDANG MEMBACA
SHREYA [SELESAI]
Genç KurguShreya tidak menyangka akan disukai oleh Javiar, sahabatnya sejak kecil. Lantas, ketika pernyataan rasa itu terucap, haruskah Shreya menerimanya? Di saat Shreya tidak yakin waktu hidupnya di dunia akan bertahan lama. Copyright ©deardess 2020