22. Hancur

602 73 17
                                    

Hari demi hari Shreya lalui. Setelah perbincangan terakhirnya dengan Berlin, gadis itu terlihat menjauhi dirinya.

Seperti saat ini, ketika diajak ke kantin, Berlin menolak dan lebih memilih pergi dengan Clara. Hal itu sanggup membuat Shreya kecewa sekaligus merasa bersalah, karena telah menyakiti perasaan Berlin.

Dari kejauhan, Shreya melihat Berlin pergi memesan makanan. Gadis itu tidak menyia-nyiakan kesempatan. Dia bergegas menyusul Berlin. Kesalahpahaman ini harus diselesaikan dengan segera.

"Berlin!" panggil Shreya.

Berlin tidak membalas. Dia hanya mengangkat sebelah alisnya ke atas.

"Aku mau jelasin sesuatu," kata Shreya pelan.

"Soal yang kemarin, kamu salah paham. Aku sama Darren nggak ada hubungan apa-apa."

Berlin berdecih. "Selain pengkhianat, aku baru tahu kalo kamu juga ternyata munafik," katanya tajam.

Shreya terhenyak. "Maksud kamu apa?"

"Nah, ngelak, kan. Kamu masih mau bilang nggak ada hubungan apa-apa? Padahal jelas-jelas aku lihat chatingan kalian berdua, kalau ketemu ngobrolnya juga akrab. Itu yang dibilang nggak ada hubungan apa-apa?"

Shreya terdiam. Sesak dia rasakan memenuhi rongga dadanya. "Kita emang nggak ada hubungan apa-apa, cuman teman biasa. Soal chatting juga nggak ada yang spesial, pembahasannya random dan—"

"Berisik. Nggak ada pembahasan random yang nyuruh tidur jangan malam-malam. Udah lah, Rey, aku nggak punya banyak waktu buat ladenin kamu. "Setelahnya, Berlin berlalu, meninggalkan Shreya yang masih merasa tidak percaya di tempatnya berdiri.

"Berlin!" Shreya kembali memanggil. Gadis itu berusaha mengejar langkah Berlin yang cepat.

"Berlin, dengerin dulu." Namun, Berlin tidak menghiraukan. Ia tetap berjalan ke depan dengan Shreya yang mengekorinya dari belakang.

Hingga, tidak sengaja Shreya berpapasan dengan salah satu siswi yang baru membeli soto. Keduanya bertabrakan, membuat sebagian kuah panas soto itu tumpah mengenai tangan Shreya.

"Aduh, maaf, Kak, nggak sengaja." Gadis yang diduga adik kelas itu panik. Dia gelagapan dan buru-buru menyimpan mangkuk sotonya di atas meja.

Shreya meringis. Merasakan panas yang menjalar di sebagian tangannya.

"Sakit nggak, Kak? Aku minta maaf banget, Kak. Mau ke UKS? Ayo, biar aku anterin." Gadis itu memperhatikan luka di tangan Shreya. Dia bahkan hendak menarik Shreya, berniat membawanya menuju UKS.

"Eh, nggak usah, nggak apa-apa, lagian yang salah juga aku, jalannya nggak hati-hati," kata Shreya, mencoba membuat gadis di hadapannya tidak terlalu merasa bersalah.

Gadis di hadapan Shreya menggaruk tengkuknya yang tidak gatal. Ia menggigit bibir bawahnya kuat. "Aku nggak enak, Kak, jadinya."

Shreya menggeleng. "Nggak apa-apa, cuman luka sedikit." Oh iya, itu makanan kamu tumpah, mau aku beliin yang baru ya?" tawar Shreya. Merasa tidak enak, karena merasa dia yang lalai saat berjalan tadi.

"Nggak usah kak." Gadis itu menolak. "Nggak usah diganti. Lagian ini cuman tumpah airnya sedikit doang, masih bisa dimakan."

"Nggak apa-apa, aku ganti yang baru aja, ya?"

SHREYA [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang