Shreya termenung di balkon kamarnya. Selepas pulang dari pemakaman, dia memilih menyendiri untuk menenangkan pikiran. Mendekap erat foto Amarta dengan air mata yang kembali luruh.
Sejak kemarin, dia tidak berhenti menangis, membuat lingkaran hitam tampak di kedua matanya. Namun, Shreya menghiraukan itu semua, dia tidak peduli akan penampilannya untuk saat ini.
Javiar, yang memperhatikan Shreya dari kejauhan menghela napas panjang. Shreya benar-benar merasa kehilangan hingga Jav seperti tidak mengenalinya lagi. Gadis itu, jauh lebih pendiam.
Jav paham bahwa Shreya masih belum bisa menerima semuanya. Lagi pula, siapa yang tidak sedih jika ditinggal orang tua? Apalagi Amarta adalah sosok satu-satunya orang tua yang dimiliki Shreya dalam hidupnya.
Jav memperhatikan Shreya yang kini tertunduk sambil mendekap foto mendiang Amarta. Ada sedikit rasa iba dalam hati Javiar ketika melihat semua itu. Ingin rasanya ia menghampiri Shreya lalu mendekapnya erat. Namun, Jav sadar bahwa Shreya masih butuh waktu untuk sendiri.
Kehadirannya di sini juga tanpa sepengetahuan Shreya. Ia duduk dari kejauhan mengawasi Shreya. Takut-takut jika gadis itu nekat melakukan hal yang tidak diinginkan.
Tidak lama, pintu kamar Shreya tiba-tiba terbuka. Jav menoleh, mendapati kehadiran Mbak Rida di sana.
"Kenapa, Mbak?"
"Ini, Mbak nemu ini di meja kerjanya Nyonya, kayaknya buat Non Reya." Mbak Rida memberikan secarik kertas putih yang di atasnya terdapat nama Shreya.
Jav mengangguk pelan. "Nanti Jav yang kasihin ke Reya."
"Non Reya masih nangis?
"Reya masih butuh waktu buat ikhlasin semuanya, Mbak" balas Jav, menatap punggung Shreya dari kejauhan.
Mbak Rida menganggukkan kepala tanda mengerti.
"Aden kalau mau makan ke bawah aja, ya. Mbak udah masak, mubazir kalau nggak dimakan. Sekalian ajak Non Reya juga diajak, dari kemarin nggak mau makan," ucap Mbak Rida sebelum berlalu.
Javiar mengangguk. "Iya, Mbak, nanti turun."
"Ya udah, Mbak mau lanjut beres-beres." Mbak Rida berlalu dan menutup kembali pintu kamar Shreya. Meninggalkan Jav bersama seorang gadis yang belum menghentikan tangisnya.
Sesaat Jav tampak menatap surat yang ada dalam genggaman tangannya. Dia tidak tahu isi surat itu apa, dia juga tidak punya hak untuk membukanya.
Melihat kondisi Shreya yang masih murung, membuat Jav berfikir dua kali saat hendak memberikan suratnya. Alangkah lebih baik jika diberikan nanti saja, pikirnya.
* * *
Jav menemukan Shreya tertidur di balkon kamarnya. Gadis itu duduk terpejam dengan bekas air mata yang mengering di pipi. Tangan Jav lantas terulur untuk mengusap pipi Shreya, membuat sebuah perasaan aneh yang muncul dalam dirinya. Entah perasaan apa itu, seperti sebuah rasa tidak tega melihat Shreya dalam keterpurukan.
Tangan Javiar terulur, mengambil foto yang masih dalam pelukan Shreya. Dengan perlahan, ia menyimpannya foto itu atas meja. Setelahnya, Jav mengangkat tubuh Shreya, membaringkannya secara lembut di atas kasur.
Selama beberapa saat Javiar terpaku mengamati wajah Shreya. Lelaki itu merenung, jika dirinya ada di posisi Shreya, dia juga pasti akan merasa sama hancurnya.
Javiar menghela napas panjang. Ia lantas menarik selimut Shreya hingga sebatas dada. Tidak tega melihat Shreya yang seperti kelelahan, Jav akhirnya beranjak, menutup pintu balkon yang masih terbuka lebar agar udara malam tidak mengusik tidur Shreya.
KAMU SEDANG MEMBACA
SHREYA [SELESAI]
Novela JuvenilShreya tidak menyangka akan disukai oleh Javiar, sahabatnya sejak kecil. Lantas, ketika pernyataan rasa itu terucap, haruskah Shreya menerimanya? Di saat Shreya tidak yakin waktu hidupnya di dunia akan bertahan lama. Copyright ©deardess 2020