4

12K 548 11
                                    

Radit mengantarkan Fano ke alamat yang diingat oleh Fano. Daya ingat Fano sangat cepat tidak heran setiap tahun mewakili sekolah berbagai macam lomba di bidang akademik dan non akademik. Kekurangan Fano hanya tentang sifat dia dan jiwa pemberontak dia saja. Maklum manusia tidak ada yang sempurna di dunia ini.

Fano melihat berbagai macam gedung pencakar langit yang berbeda-beda. Fano terlalu sibuk mencari rupiah tanpa pernah merasakan indahnya masa liburan sekolah dan hal-hal menyenangkan di masa muda.

"Lu coba buka diri saja sama mereka," ucap Radit.

"Buka baju?" tanya Fano.

"Beda konsep!" pekik Radit.

"Oh iya baru konek gua!" pekik Fano.

"Gua gak bisa nemenin lu," Radit melirik Fano yang kesal kearahnya. "Kemarin ngeluh kagak punya keluarga lengkap. Nah giliran punya malah kabur heran gua," ucap Radit.

"Entahlah gua pikir pasti mereka akan ngasih banyak aturan sama gua. Lu tahu kan gua tipikal orang yang malas dikekang," ucap Fano.

"Paham gua. Pas emosi langsung hajar orang aja," ucap Radit.

"Sifat yang sulit dirubah kalau itu," ucap Fano.

Pembicaraan mereka berdua terus mengalir deras seperti sungai tidak terasa tiba di sebuah rumah mewah atau lebih tepatnya mansion.

Mereka berdua keluar Radit menepuk pundak Fano memberikan dukungan untuk Fano.

"Gua cabut ya," ucap Radit.

"Iya," ucap Fano.

Radit meninggalkan Fano di depan gerbang rumah bertuliskan Jovetic. Fano hanya diam saja melihat bangunan mewah di depan mata.

 Fano hanya diam saja melihat bangunan mewah di depan mata

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

(rumah keluarga jovetic)

Fano melewati pos satpam tanpa sepatah katapun. Satpam menunduk hormat saat melihat kehadiran Fano. Fano memberhentikan langkah dan berdiri tepat di depan satpam.

"Kenapa paman menundukkan kepala?" tanya Fano.

"Tuan muda Stefano itu tuanku jadi harus menghormatimu," ucap Satpam bername tag Heru Pramono.

"Paman tegakkan badanmu," Ucap Fano.

"Tidak bisa tuan muda," ucap Heru.

"Kubilang tegakkan paman!" kesal Fano.

Heru menurut ucapan Fano mendengar nada marah Fano. Fano menepuk pundak Heru dan lalu tersenyum.

"Kedudukan kita sama paman Heru hanya manusia ciptaan sang pencipta," ucap Fano.

Fano masuk ke rumah meninggalkan Heru yang masih cengo akan ucapan Fano barusan.

Stefano Mahardika (END) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang