24

3.2K 215 6
                                    

Kamar luas didominasi warna cream terdapat pemandangan langka. Kipas angin berputar ke arah kanan dan kiri ada seorang pemuda mengikuti arah kipas angin. Dia Fano kelakuan absrud Fano dilihat oleh Stevan dari kejauhan. Stevan tertawa melihat tingkah ajaib putra bungsunya ada saja tingkah Fano setiap harinya.

"Anak lu gua karungin ya," celetuk Edward.

Stevan melemparkan pisau kearah Edward. Edward berhasil menghindar walaupun pipi sebelah kanannya mengeluarkan darah segar. Stevan menatap mengintimidasi Edward suhu ruangan juga tiba-tiba berubah tidak enak bagi Edward.

"Salah ngomong gua. Fiks nih Stev jadikan gua sasaran tembak lagi," batin Edward miris.

"Sore nanti kau jadi sasaran tembak Argo," ucap Stevan.

Stevan berdiri dan langsung meninggalkan Edward yang pucat pasi. Stevan dan Argo orang yang memiliki sifat sama persis mereka jarang turun tangan tapi sekalinya turun buat musuh ketar-ketir.

Di kamar Fano dia masih mengikuti arah kipas angin. Fano meminta kipas angin kepada Stevan beberapa hari lalu sebab AC di kamarnya rusak oleh dirinya sendiri.

"Dek kamu AC diapain sih sampai rusak begitu?" tanya Rimba.

Rimba membiarkan Fano melakukan kelakuan absurdnya. Rimba malah tertawa melihat tingkah Fano yang sangat menghibur. Fano melirik kearah Rimba dan mematikan kipas angin.

Fano duduk di sebelah Rimba yang sibuk mengetik tugas di laptop. Fano duduk diatas punggung Rimba dia nampak akan protes akan tindakan Fano tapi tidak jadi.

"Waktu itu aku gabut kak. Di sekolah aku badmood banget jadi pas pulang ke rumah lihat AC bawaannya kesel aja tiba-tiba," ucap Fano.

"Hubungannya dengan rusaknya AC apa dek?" tanya Rimba.

"Aku naik keatas lemari baju terus pukul AC beberapa kali pake batu sebesar kepala manusia. Dan yah AC nya rusak deh," ucap Fano.

"Astaga adek tingkahmu aneh-aneh saja. AC benda mati malah kamu rusakin padahal dia tidak melakukan apapun," ucap Rimba yang heran akan tindakan Fano.

"Namanya juga badmood kak. Di ruangan bawah tidak ada pengkhianat sih jadi aku rusakin AC saja. Biasanya aku gabut itu nyanyi atau bermain gitar gitu," ucap Fano.

"Minta sama papa saja," ucap Rimba.

"Ide bagus," ucap Fano.

"Teriak saja tuh dekat cctv pasti Stevan mendengarnya," ucap Rimba menunjuk cctv pojok ruangan.

"Stevan buatkan ruangan musik dong. Aku janji tidak akan merusak barang lagi," ucap Fano.

Cctv yang ditunjuk Fano tidak menjawab apapun. Cctv itu hanya bisa merekam saja tidak mengeluarkan suara sama sekali. Fano tiduran di punggung Rimba dan Rimba membiarkan saja.

Rimba akan bangun dari posisi tengkurap tapi ada yang menahan lehernya. Rimba melirik kearah belakang ternyata Fano tertidur lelap. Rimba berusaha bangun dan menahan bobot tubuh Fano dengan kedua tangannya. Rimba menidurkan Fano di kasurnya tidak lupa menyelimutinya.

"Nice dream little brother," ucap Rimba.

Rimba mencium kening Fano dan pergi dari kamar Fano. Di luar kamar Rimba berniat bersantai di ruang tamu dia melihat kehadiran Argo yang sibuk sendirian.

"Adek dimana?" tanya Argo.

"Tidur siang," ucap Rimba.

"Misi selanjutnya adek yang pimpin," ucap Argo.

"Terlalu berbahaya bang," ucap Rimba.

"Papa mengatakan ingin menguji adek sebagai salah satu pewaris. Adek menjadi pewaris mafia yang dimiliki oleh mama," ucap Argo.

Stefano Mahardika (END) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang