Fano memakai topeng pemberian Stevan mencegah anak buah mengetahui wajah Fano. Stevan memakai topeng seperti seekor serigala sementara Fano topeng putih polos tidak ada ornamen apapun.
"Pah kenapa harus warna putih sih?!" protes Fano.
"Kau ingin menyiksa seorang tahanan tidak?" tanya Stevan tidak menanggapi ucapan Fano barusan.
"Ah aku mengerti," ucap Fano.
Mereka memasuki markas saat kedatangan Stevan. Semua menundukkan hormat dan Fano mengikuti langkah kaki Stevan menuju ruangan penyiksaan. Fano hanya ingin tahu saja bagaimana seorang mafia menyiksa seorang musuhnya.
"Masih lama pah?" tanya Fano tidak sabaran.
"Five minutes boy," ucap Stevan.
"Hm," gumam Fano.
Stevan membuka ruangan yang tercium bau darah dimana-mana, dan dipojok ruangan ada seorang pria hanya memakai celana pendek terlihat kurang baik-baik saja. Fano berlari menuju ke arah pria tersebut tapi kerah bajunya ditarik Stevan. Stevan menatap tajam Fano hanya helaan nafas saja terdengar dari Fano.
"Pah aku boleh bermain-main dengan dia?" tanya Fano.
"Kau ingin membunuh begitu?" tanya Stevan.
"Sedikit melakukan permainan anak kecil saja," ucap Fano.
"Lakukan saja papa tunggu disini melihat cara kerjamu," ucap Stevan.
Stevan memanggil salah satu anak buahnya mengambil bangku agar dia dengan santai melihat permainan dari Fano. Fano mendekat dan mulai melepaskan semua ikatan dari pria itu hanya ada tatapan datar Fano.
"Paman ini melakukan kesalahan apa, pah?" tanya Fano.
"Dia salah satu komplotan yang menculikmu itu nak," ucap Stevan.
"Ah jadi kau salah satunya," ucap Fano menyeringai.
Stevan tersenyum menatap seringai Fano. "Fano akan lebih sadis dibandingkan kedua kakaknya kelak." Stevan melihat Fano menyuruh salah satu anak buahnya mengambil silet.
"Pah aku mulai ya!" pekik Fano.
"Silahkan nak," ucap Stevan.
"Argh!"
Fano tadi menggoreskan silet dari dada sampai paha pria dewasa itu. Fano akan mendekat tapi pria tersebut menendang Fano. Tapi Fano menekan luka pria tersebut jadi dia tidak bisa berkutik.
"Paman aku hanya ingin mempelajari anatomi tubuh manusia saja. Di sekolah aku hanya bisa melihat patung tanpa nyawa saja itu tidak seru sama sekali." Fano menekan silet di dada pria tersebut mencoba merobek kulit pria tersebut. Pria tersebut berteriak kesakitan karena ulah Fano namun Fano seolah tuli akan itu semua. "Sebentar paman belum terbuka kulitmu jadi jangan mati dulu," ucap Fano.
Stevan membiarkan tindakan Fano. Ternyata pemikiran Stevan benar putra bungsunya lebih sadis dibandingkan kedua putranya lihat saja dia menyiksa orang lain hanya menggunakan silet kecil.
"Kakekmu pasti senang melihat kesadisanmu itu," batin Stevan.
"Ku-mo-hon bu-nuh a-ku sa-ja,"
"Diamlah!" kesal Fano.
Fano menutup mulut pria dewasa itu kesal mendengarkan permohonan pria itu sejak tadi mengganggu konsentrasi saja. Fano melihat organ-organ yang masih berdetak dia sangat senang melihat itu.
"Pah dia sudah berkata tentang bosnya belum?" tanya Fano.
"Dia tidak membuka mulut sama sekali soal itu semua nak," ucap Stevan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Stefano Mahardika (END)
قصص عامةNot BL/Only Brothership. Ini hanya kisah keluarga saja tidak lebih. Stefano Mahardika cowok tengil yang hobi bolos dan hidup sebatang kara selama ini Fano panggilan akrabnya menyambung hidup dengan mengamen setiap hari demi sesuap nasi. Tiba-tiba se...