Fano pulang ke rumah tepat matahari terbenam di depan pintu sudah ada Lusiana bersama Stevan menatap tajam Fano. Fano menggaruk belakang kepala seperti terciduk mencuri sesuatu padahal tidak sama sekali. Fano sedikit terlambat pulang karena ada urusan di jalanan bersama anak-anak jalanan. Fano mencium tangan kanan Stevan dan Lusiana bergantian, menatap mereka sejenak detik berikutnya Fano memeluk mereka berdua.
"Adek tahu kesalahannya apa?" tanya Stevan datar.
"Aku tadi pergi sebentar ke jalanan," ucap Fano gugup.
"Untuk?" tanya Lusiana.
"Memberi mereka makan saja, biasanya aku kasih minum sih karena kalau uang makan aku saja masih kekurangan dulu," ucap Fano menundukkan kepalanya.
"Harusnya kamu bilang sama papa dong." Stevan menepuk pundak Fano membuat Fano kaget akan respon Stevan. Fano pikir Stevan akan marah karena tindakan dia. Stevan mengacak-acak surai rambut berwarna cokelat Fano hanya ada wajah kebingungan saja dari Fano. "Papa bangga padamu nak. Walaupun dulu kamu kekurangan, tapi bisa berbagi dengan orang lain," ucap Stevan.
"Papa dan mama tidak marah sama Fano?" tanya Fano.
"Tidak ada alasan untuk mama marah padamu dek. Cuma tadi mama sedikit marah sama papa saja, karena seenaknya memberikan peraturan sangat ketat padamu," ucap Lusiana.
"Mah itu demi kebaikan Fano juga. Mama tahu kan pergaulan remaja belakangan ini sangat mengkhawatirkan, jadi papa mencengah saja takut Fano terbawa arus dan mencoba barang haram," bela Stevan.
"Barang haram itu seperti alkohol dan narkoba kan?" tanya Fano.
"EH ADEK TAHU!" Kaget Stevan.
Fano mengganggukkan kepala dan Stevan malah memeluk tubuh Fano sangat erat, hal tersebut membuat tawa Lusiana pecah melihat wajah memelas Stevan seperti anak kecil saja. Para bodyguard sampai melongo tidak percaya melihat pemandangan itu, bos mereka yang biasanya datar tanpa ekspresi itu saat ini berekspresi seperti bukan karakternya saja.
"Bos kerasukan."
Itulah ucapan hati mereka semua, yah kalau diucapkan langsung bisa-bisa nyawa mereka melayang saat ini, akibat tembakan pistol dari Stevan langsung.
Fano melepaskan pelukan Stevan sesak akibat pelukan maut dari Stevan seperti membunuh saja. Fano melupakan fakta bahwa ayahnya ketua mafia sadis di dunia bawah dengan nama samaran Mr. Van hanya para anggota yang berjaga di rumah dan tangan kanannya tahu wajah Stevan sisanya tidak.
Fano memeluk Lusiana tidak mau dipeluk Stevan menurut Fano wajah Stevan mirip om-om pedo saja saat tadi jadi Fano risih akan hal itu. "Pedo!" ledek Fano.
Stevan ingin rasanya memaki anak bungsunya itu, tapi ditahan demi keberlangsungan hidup karena apabila salah satu anaknya dimarahi Stevan, mereka mengadu kepada istrinya Lusiana. Hukuman Lusiana cukup membuat Stevan kalang kabut, yaitu tidak boleh tidur sekamar selama sebulan kan Stevan tidak bisa begitu.
Lusiana hanya tersenyum menikmati momen manja Fano, walaupun setiap hari Fano manja kepada Lusiana tak lama terdengar suara deru mobil masuk kearah rumah. Fano melepaskan pelukan disana terlihat Rimba bersama beberapa teman dan juga satu teman perempuan Rimba.
"Kakak!" panggil Fano.
"Sudah pulang aja ya kamu dek," ucap Rimba.
"Belum! Gua cuma arwah aja," sarkas Fano.
"Hahahaha," tawa Rimba.
Rimba mencubit pipi kanan Fano mendapatkan delikan tidak suka dari Fano, jadi Rimba pamit masuk ke dalam rumah daripada nanti dapat amukan dari Fano.
KAMU SEDANG MEMBACA
Stefano Mahardika (END)
General FictionNot BL/Only Brothership. Ini hanya kisah keluarga saja tidak lebih. Stefano Mahardika cowok tengil yang hobi bolos dan hidup sebatang kara selama ini Fano panggilan akrabnya menyambung hidup dengan mengamen setiap hari demi sesuap nasi. Tiba-tiba se...