21

3.9K 213 2
                                    

Fano memutarkan pistol Smirth & Wesson 500 Magnum. Pistol yang bisa menembus objek serta meledakkan target tembakan. Ada dua varian laras dari jenis pistol ini yaitu 10,2 cm dan 21,3 cm. Tingkat akurasi tinggi dengan kecepatan peluru 112 km/jam.

Fano meminta pistol baru kepada Stevan sebagai upah dari nasi goreng buatan dia hari ini. Fano mengerti seluk beluk keluarganya. Perusahaan yang dimiliki saat ini sebenarnya hanya rampasan dari orang lain. Keluarga Jovetic hanya memiliki mafia saja tidak lebih.

"Ngeri amat dek," celetuk Rimba.

Rimba heran akan tingkah Fano setiap harinya. Di kamar Fano seperti gudang senjata pribadi. Fano sering menemani Stevan melakukan transaksi jual beli senjata di luar kota. Sekolah hanya formalitas saja bagi Fano.

"Ada pengkhianat lagi atau penjualan obat-obatan?" tanya Fano.

"Minggu depan ada transaksi jual beli manusia. Adek dan abang yang akan mengurusnya. Aku akan janji dengan dosen masalah skripsi," ucap Rimba.

"Jual beli manusia?" bingung Fano.

"Iya. Manusia busuk yang telah membuatmu menderita. Papa menemukan dia dan akan menjualnya di pasar gelap," ucap Rimba.

"Pasar gelap berarti malam hari dong?" tanya Fano tidak nyambung.

"Itu istilah saja dek. Kita terbiasa berbisnis ilegal dan senjata diambil dari markas musuh. Anggap saja keluarga kita lebih suka mencuri dibandingkan membelinya," ucap Rimba.

"Mumpung ada yang gratis untuk apa beli ya," ucap Fano.

"Itu dia. Kakak juga mau nikung pacar teman," ucap Rimba malah semakin ngawur.

"Kerjaan kakak itu mah!' pekik Fano.

"Hahahaha," tawa Rimba.

'Dor' Suara tembakan dari pistol Fano terdengar. Sebelah pipi kanan Rimba berdarah terkena goresan peluru dari pistol tersebut. Tatapan mata menajam dan tersenyum smirk setelah beberapa saat kemudian.

"Buat kaget saja," ucap Rimba.

Rimba menghapus darah dari pelipisnya dan malah menjilat darah dari tangan dia. Fano hanya tersenyum saja mungkin dia mulai terbiasa dengan keluarga kandungnya.

"Hama?" tanya Rimba.

"Tepat. Dia mendengar percakapan kita. Aku bosan menembak jarak dekat menggunakan pistol ini jadi kucoba jarak jauh ternyata berhasil," ucap Fano.

"Harusnya mengkode aku dulu. Pelipisku berdarah jadinya," keluh Rimba.

"Kakak saja suka barusan. Bahkan menjilat darah sendiri mirip seperti seorang psikopat saja," desis Fano.

"Eleh kau juga sama. Kemarin malam yang merebus usus orang hidup?" sindir Rimba.

"Mencoba hal baru kak. Biasanya merebus organ manusia saat mereka mati. Nah kemarin ide baruku muncul seperti itu," ucap Fano.

"Di ruangan abang ada ginjal yang masih hidup," ucap Rimba.

"Lihat yuk!" ajak Fano.

"Taruh dulu pistolmu. Kena kepala orang meledak kan ribet urusannya," ucap Rimba.

"Adek buatkan nasi goreng lagi!" pekik Stevan.

"Belikan cimol pah!" pekik Fano.

"Masak dulu nasi gorengnya nanti cimolnya papa belikan!" pekik Stevan.

"Okey!" pekik Fano.

"Papa ketagihan nasi gorengmu dek," ucap Rimba.

"Lumayan dapat pelanggan tetap. Aku juga dapat hal-hal yang kumau," ucap Fano.

Stefano Mahardika (END) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang