***
Pagi menyongsong. Cia melenguh kecil saat cahaya matahari pagi yang begitu cerah tampak malu-malu menampakkan sinarnya lewat celah-celah jendela kamar. Ia merogoh ponsel di atas meja nakas, kemudian menghela nafas pelan.
"Males sekolah rasanya." gumam Cia menatap langit-langit kamar. Pikirannya kembali berkelana dengan kejadian kemarin malam. Foto itu, kenapa sangat persis dengan Zein. Apa benar itu Elzein? Cia memang belum berani bertanya pada Zein, bahkan pesannya dari kemarin belum cowok itu balas. Usahanya bahkan tidak sampai situ saja, beberapa kali Cia menelpon Zein, namun nihil, hanya jawaban dari operator yang mengatakan kalau nomor Zein sedang tidak aktif. Sebenarnya ada apa dengan cowok itu?
"Sayang, udah bangun?" Suara dari luar kamar membuyarkan lamunan Cia. Cia segera mendudukkan dirinya di atas ranjang.
"Udah, Bun!" teriak Cia dari dalam.
"Buruan mandi, sekolah."
"Iya, ini mau mandi." ujar Cia lagi. Dengan berat hati, Cia mulai turun dari ranjang queen size-nya. Sebenarnya ia malas sekali ingin bersekolah hari ini, tapi kalau nanti orangtuanya bertanya alasannya apa, Cia harus memberi alasan apa?
***
"Gimana sama sekolah barunya?" Ghani bertanya pada Cia. Saat ini mereka sedang berada dalam mobil, Ghani berinisiatif ingin mengantar anaknya pagi ini. Tentu saja Cia sangat senang. Ini sungguh momen langka mengingat Ghani adalah orang yang super sibuk dengan pekerjaan.
Cia yang sedang memainkan ponselnya, langsung menatap sang Ayah. "Baik kok."
"Ada yang ganggu pikiran kamu?" Cia tersenyum tipis dan menggeleng. Ghani menghela nafas pelan. "Kalo ada masalah di sekolah ngomong ke Ayah dan Bunda, ya. Jangan diem aja."
Cia mengangguk cepat. Matanya kembali melirik ponsel, lagi-lagi helaan nafas kasar yang terdengar. Zein belum juga membalas pesannya.
"Daritadi liatin hp terus, ada apa sih?" tanya Ghani yang melirik sekilas Cia.
"Nggak ada apa-apa, cuma liatin jam aja."
"Liatin jam atau nunggu pesan dari Zein?"
Cia membulatkan matanya. "Ih nggak ya!" sungut Cia tak terima. Padahal itu memang benar.
Ghani terkekeh. "Anak Ayah sekarang udah besar. Udah bisa cari pasangannya sendiri. Saran Ayah, cari pasangan juga harus pilih-pilih, kamu sebagai perempuan harus pintar memilih. Kamu udah besar, udah bisa bedain mana yang salah dan mana yang benar. Tugas Ayah cuma mengingatkan aja." jelas Ghani.
Cia tersenyum manis dan mengangguk dua kali. "Pasti, Yah."
"Sekarang, Ayah juga nggak bisa selalu berada di samping kamu, selalu jagain kamu. Karna itu Ayah udah sepenuhnya percaya sama Zein kalo dia bisa jagain kamu." ujar Ghani lagi. Tangannya terangkat, mengelus puncak kepala Cia. "Kalo sekarang masih ada Kakak kamu, pasti dia langsung cemburu karna kamu lebih dekat sama orang lain dibanding Kakaknya sendiri." sambung Ghani sambil terkekeh. Namun, kekehan itu terdengar hambar.
KAMU SEDANG MEMBACA
ELZEIN
Teen Fiction[ FOLLOW SEBELUM MEMBACA! ] BANYAK MENGANDUNG KATA KASAR, JANGAN DI TIRU YAA!! Kisah ini hanya menceritakan tentang seorang Elzein Mahardika Caesar yang begitu tertarik dengan gadis bernama Alicia Anastasia Mahessa. Cia tak pernah menyangka saat ia...