BACA SEASON 1 DULU YANG BERJUDUL THE LEFTOVERS
⭐ TERSEDIA LENGKAP DI WATTPAD ⭐
-oOo-
Semenjak rombongan monster Kureiji menyingkir dari wilayah perkotaan, mereka menemukan satu masalah baru yang harus ditangani. Tak mau masalah ini larut dalam kekac...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
-oOo-
HEAVEN tidak ada di sungai.
Claude menghabiskan tiga puluh menit untuk mengitari lahan di sekitar sungai sambil memanggil-manggil namanya, tetapi usahanya tidak ada hasil. Wayne pasti berniat menggodaku, begitulah yang Claude pikir selagi dirinya kembali ke kawasan pemukiman dengan perasaan jengkel dan malu. Karena anak itu tahu aku menyimpan perasaan pada Heaven. Karena dia bisa membaca raut wajahku. Tuduhan ini terasa konyol. Setelah dipikir-pikir, Claude sadar bahwa dia hanya dongkol saja karena tidak bertemu Heaven, seharusnya tidak perlu berlebihan.
Dia baru saja sampai di kawasan pemukiman dan hendak masuk ke rumah tempat kawan-kawannya tadi mengadakan rapat. Namun saat hendak menaiki undakan teras, tidak sengaja atensinya mendarat pada rumah bercat putih yang terletak di paling ujung jalan. Dari jauh, gerbang rumah itu terbuka. Claude yakin kemarin mereka sudah menutupnya seusai menjarah barang-barang di dalamnya.
Apakah Heaven ada di rumah itu?
Pemikiran itu, entah bagaimana bagaikan sihir yang mendorong Claude menghampiri rumah tersebut. Dia melewati celah lebar pada pintu gerbang, lalu memasuki pintu yang sudah dibobol. Claude memanggil-manggil Heaven seraya mengintip kamar-kamar di lantai dasar, tetapi tidak ada yang menyahut. Pemeriksaannya beralih ke lantai dua, memanggil-manggil lagi. Tetap tidak ada suara.
Saat Claude pikir Heaven tidak ada di rumah itu, sesuatu menghentikan langkahnya.
Bukan. Bukan bunyi langkah kaki atau suara tipis yang menyahuti seruannya, atau bunyi kepakan sayap serangga dan cicitan tikus yang menggema dari sudut-sudut lantai. Claude tidak mendengarnya, tidak mencium, ataupun merasakan. Akan tetapi dia tahu ada sesuatu yang mendiami rumah ini. Alarm purba dalam kepalanya berdenyut ritmis. Insting monster.
Claude mengikuti ke mana firasatnya menuntun. Dia menuruni tangga, lalu berbelok ke sebuah lorong pendek yang diapit rak kayu dan kabinet susun. Di ujung lorong, ada sebuah pintu kecil yang menghubungkan lantai pertama dan ruang bawah tanah. Di dalam sana, benaknya berkata.
Bukan monster.
Tapi bukan pula manusia.
Pada satu titik, pria itu seakan tidak percaya dengan asumsi atas firasatnya. Bukan monster dan bukan manusia? Memang tidak bisa dijelaskan secara jelas, akan tetapi dia tahu ada sesuatu yang mendiami ruang bawah tanah. Barangkali binatang peliharaan yang dulunya ditinggalkan oleh pemiliknya, tetapi binatang macam apa yang bisa bertahan hidup tanpa makan dan minum sampai selama ini?
Tidak, belum lama, kok. Kemarin saat kawan-kawannya memeriksa rumah ini, Claude tidak merasakan firasat apa pun.
Tidak punya alasan untuk kabur, Claude akhirnya memutuskan memeriksa sendiri ruangan itu. Pintunya terdorong dengan mudah karena kuncinya telah dibobol, entah oleh siapa. Jauh di dasar hatinya, dia setengah berharap yang akan ditemuinya di bawah sana adalah Heaven. Namun di sisi lain, dia tidak mau menemukan Heaven di tempat lembab, bau, dan gelap seperti ini. Untuk apa pula wanita itu kemari, bukan?