21. Anak Bulan

70 20 6
                                    

Hay kalian><
Gimana kabarnya? Ku harap kalian baik-baik saja.

Setelah sekian lama off dunia wattpad, akhirnya author comeback di cerita ini.

Happy Reading🦖🧡

___________

"Perjalanan membawamu bertemu denganku, ku bertemu kamu."

Jaja melantunkan suaranya, mengikuti iringan gitar yang tengah di mainkan olehnya.

"Seperti.. mu yang ku cari, konon aku juga seperti yang kau cari."

"Ku kira kita asam dan garam, dan kita bertemu di belanga, kisah yang ternyata tak seindah itu ..."

"Ku kira, kita akan bersama.. begitu banyak yang sama, latar mu dan latar ku. Ku kira tak kan ada kendala, ku kira ini kan mudah, kala ku jadi kita."

"Kasih sa__yangmu membekas, redam kini sudah pijar istimewa, entah apa maksud dunia tentang ujung cerita kita tak bersama."

"Semoga rindu ini menghilang, konon katanya waktu sembuhkan, akan ada kah lagi yang sepertimu.."

"Ku kira, kita akan bersama.. begitu banyak yang sama, latar mu dan latar ku. Ku kira tak kan ada kendala, ku kira ini kan mudah, kala ku jadi kita."

"Kau melanjutkan perjalananmu, ku melanjutkan perjalanan ku.. uuu.. u.. uu.."

"Ku kira, kita akan bersama.. begitu banyak yang sama, latar mu dan latar ku. Ku kira tak kan ada kendala, ku kira ini kan mudah, kala ku jadi kita."

"Ku kira kita aka...n bersama."

"Hati hati di jalan ..."

Jaja menyelesaikan pertunjukkannya di sebuah cafe atas permintaan Nana, suara gemuruh tepuk tangan mengawali senyum manis yang terpancar di wajah Nana.

"Gimana suara gue, keren kan?"

Nana menggeleng. "Kurang, harusnya tadi lo ngajakin gue."

"Alah, tadi di ajakin gak mau. Bilangnya malu," cibir Jaja, membuat Nana terkekeh geli.

"Ya udah yuk balik, gue mau belajar buat besok," ajak Nana pada Jaja.

"Kuy."

Nana dan Jaja melangkahkan kakinya keluar dari cafe tersebut, menuju parkiran tempat motor kesayangan Jaja berderet rapi, berjejer di antar banyaknya motor.

Jaja menghidupkan mesin motornya. "Ayo naik."

Nana mendudukkan dirinya di jok belakang motor matic kesayangan Jaja.

Angin malam menyapa keduanya, membuat udara semakin dingin. Hembusan demi hembusan menerpa kulit wajah Nana dan Jaja.

Nana mengerutkan keningnya, ketika Jaja memberhentikan motornya di pinggir jalan, padahal jaraknya ke rumah masih lah jauh.

"Mau kemana Ja?" tanya Nana, ketika melihat Jaja turun dari motor.

Jaja memegangi perutnya. "Lo tunggu di situ bentar, gue kebelet pipis Na."

Setelah mengucapkan itu, Jaja berlari-lari kecil menuju semak belukar di dekat pohon besar.

"Kebelet pipisnya gak tau tempat banget sih, kalo kesambet di sono gimana? Bikin riweh yang ada!" gerutu Nana, sembari menghembuskan nafas panjang.

Nana memutar bola matanya ke kanan dan ke kiri. "Serem juga ni tempat."

Srekk

Nana turun dari atas motor, berusaha mencari asal suara barusan.

Matanya menyipit, kala melihat seorang perempuan paruh baya meletakkan kardus di antara semak belukar.

"Ngeri amat tu ibu-ibu, kalo yang liat si Rama apa kagak di gaplok itu," gumamnya.

Perempuan paruh baya tadi terlihat panik saat meletakkan kardus tersebut, melihat kanan dan kiri untuk memastikan sesuatu.

Setelah di rasa aman, perempuan paruh baya tersebut hendak berlari, namun gagal karena Nana berteriak memanggil ibu-ibu tersebut.

"Bu..," panggil Nana, membuat perempuan paruh baya tersebut kaget bukan main.

Nana memandangi wajah perempuan itu dengan seksama, seperti seorang maling yang sedang tertangkap basah, ibu itu berlari tunggang langgang menjauh dari Nana.

"Aneh, gue kan cuma mau nyapa aja, kok malah lari," gumam Nana, sembari memandang punggung yang kian mengecil termakan jarak.

Puk

Nana menoleh ke belakang, mendapati Jaja yang menatapnya heran.

"Ngapain di sini?" tanya Jaja.

"Tadi ada ibu-ibu naro kardus di semak-semak itu, niat gue cuma mau nyapa aja, eh si ibu malah lari kayak ngeliat setan," adu Nana ada Jaja.

Nana menunjuk kardus yang tertutupi semak belukar itu dengan rasa penasaran.

"Gimana kalo kita liat dulu itu kardus isi apaan, siapa tau duit segepok yakan," ucap Jaja, memberi saran tapi malah di hadiahi tatapan sinis oleh Nana.

Keduanya melangkah pelan, berusaha mendekat ke arah semak belukar tersebut.

Uwekk uwekk uwekk

Jaja dan Nana menahan nafas, ketika mendengar suara yang menurut keduanya tak asing lagi di telinga.

"Bayi?" ucap keduanya kompak, sambil sesekali saling tatap.

Untuk memastikan bahwa mereka berdua tak salah dengar, Jaja memutuskan untuk membuka kardus itu.

Dan betapa terkejutnya Jaja dan Nana, di dalam kardus itu terdapat bayi laki-laki yang baru saja dilahirkan.

Terlihat dari bercak darah yang belum di bersihkan di area tubuh si bayi.

Dengan tangan gemetar, Jaja menjauh dari kardus tersebut. Berusaha menarik Nana untuk ikut bersamanya.

"Ja, kita mau tinggalin bayi itu sendirian di sini? Kalo dia di makan hewan buas gimana?"

Jaja menghentikan langkahnya, berusaha menarik nafas sedalam-dalamnya. "Tapi di bayi manusia loh Na? Siapa yang mau ngerawat dia? Kita? Kita aja masih SMA."

"Dengan memilih meninggalkan bayi itu di sini gitu? Sama aja dong kita sama ibu-ibu tadi, membiarkan bayi gak berdosa mati kedinginan dan kelaparan," ujar Nana, sambil melepas cekalan tangan Jaja pada pergelangan tangannya.

Melangkah pelan menuju kardus berisi bayi laki-laki itu, lalu menggendongnya.

"Cup cup cup, udah ya jangan nangis lagi." Nana berjalan ke arah Jaja, dengan senyum teduhnya. "Ayo pulang Ja, biar gue yang rawat dia."

Jaja menggeleng. "Kita rawat bareng-bareng!"

Nana tersenyum lebar mendengar ucapan Jaja. "Iya, kita rawat bareng-bareng."

Jaja melepas hoodie nya, lalu memberikannya kepada Nana sebagai penghangat tubuh bayi mungil itu.

Keduanya berjalan bersama menuju motor Jaja, dan melanjutkan perjalanan pulang yang semat tertunda.






______
Jangan lupa vote/komen/share ke temen-temen kalian🧡

Terima kasih

Bukan Kembar!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang