31. Ilmu dari Rama

10 6 10
                                    

Sejuk, tenang, temaram.

Indahnya malam bergelimang bintang,
Gelap gulita bercahayakan rembulan.

Diri ini pernah duduk termenung,
Bertemankan bayangmu di dalam angan.

Angin, mulai berhembus kencang,
Menenggelamkan sisa rasa yang yang pernah singgah, hilir mudik pergi bersamaan dengan rindu yang mulai gerah.

Deburan ombak mulai mengikis karang di tepian, namun tak sedikit pun mampu menenggelamkan cemburu yang bergelora di ujung kalbu.

Happy reading gais🧡🌷



_________________________


Pagi menjelang siang, Jaja, Rama dan Dewa mengendap-endap di dekat loker murid laki-laki.

Rama memberi instruksi kepada Jaja untuk berjalan mengikuti di belakangnya, sedangkan Dewa berjaga-jaga di depan pintu masuk.

"Kalau ada yang mau masuk, lo tahan sampek kita berdua ngasih kode keberhasilan," bisik Rama pada Dewa, yang hanya dibalas anggukan malas oleh Dewa.

Rama berjalan mengendap-endap, sembari melongok ke kanan dan ke kiri berjaga kalau saja ada orang di tempat ini.

Rama tersenyum jahat ketika berhasil menemukan loker yang dicarinya sejak tadi.

"Mana jepitnya Ja ?"

Rama menengadahkan tangannya di depan Jaja, namun pandangannya tetap konsisten pada loker di depannya.

Setelah mendapat apa yang di minta dari Jaja, Rama mulai melancarkan aksinya membuka loker tersebut dengan jepit yang Jaja ambil dari kamar Nana semalam, atas perintah dari Rama.

"Juk, lo ambil aja semuanya!" bisik Jaja, membuat Rama menganggukkan kepalanya.

"Juk, ambil juga duitnya kalau ada!" Lagi dan lagi Rama hanya membalas dengan anggukan kepala.

"Juk...,"

Rama membalikkan badannya, lalu menatap tajam Jaja yang bersuara sejak tadi.

"Berisik anying! Iye-iye gue ambil semuanya, gak usah berisik Jajancok, ah elah gue gadein juga lu!"

Jaja menggaruk tengkuknya yang tak gatal. "Ya elah ngambekan lu!"

Setelah beberapa saat fokus pada kerjaannya. Rama dan Jaja memasukkan beberapa barang dari dalam loker tersebut ke dalam kresek hitam, kemudian Rama mengunci kembali loker tersebut.

Rama dan Jaja dengan kompak bertos ria, sambil tersenyum penuh kemenangan.

Kini keduanya berjalan santai dengan Jaja yang menentang kresek hitam itu, menyapa Dewa yang terlihat kusut karena diberi tugas menjaga di depan pintu.

"Gimana bro, ada keluhan selama menjalankan misi ?" tanya Rama dengan kedua tangannya yang menyugar rambut miliknya ke belakang.

"Lain kali gak usah ngajakin gue, nyusahin anjir!" keluh Dewa, berjalan lebih dulu meninggalkan kedua temannya.

"Ngapa tu bocah ?" tanya Jaja, merasa heran dengan Dewa.

Rama mengedikkan bahu acuh. "Pms kali."

Mereka bertiga berjalan lurus melewati koridor kelas sepuluh, lalu berbelok tepat menuju area belakang sekolah.

Memanjat salah satu pohon agar bisa melompati tembok tinggi, menuju warung Mak Titin kebangsaan mereka bertiga.

Ketiga memilih bolos di jam pertama, tepat jam pelajaran Bu Jamilah, guru yang terkenal killer dan judes.

Bukan Kembar!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang