27. Calon tumbal proyek

18 7 10
                                    

Hai gais.

Welcome back dengan saya Alissa yang cuantik, kata mamak ku😅.

Akhirnya setelah sekian lama mangkrak di perpus, detik ini aku mulai meluangkan waktu untuk memikirkan kembali alur cerita yang udah gak tau mau dibawa kemana, kayak hubungan kita gini, wkwk.

Happy reading friends🧡🌷





_____________________

Dengan tergopoh-gopoh Nana mengetuk pintu kamar Jaja, Dewa dan Rama.

Di belakangnya ada Ayra dan Faiza yang sama sekali tidak mengerti, hal apa yang membuat Nana mengetuk pintu kamar para laki-laki itu dengan tak sabar.

"Sebenarnya ada apa sih Na ?" tanya Faiza, penasaran.

Nana enggan menjawab, dan malah semakin memperlihatkan wajah panik ketika Jaja dan dua temannya yang lain belum juga mengeluarkan tanda-tanda akan membukakan pintu.

"JAJA, BUKA PINTUNYA!"

Nana berteriak sembari mengetuk pintu dengan keras.

"JAJA, DEWA, RAMA BUKA PINTUNYA!"

Ayra dan Faiza menutup telinga mendengar teriakan nyaring Nana.

Ceklek.

Rama menguap dengan lebar saat membuka pintu, dirinya menggaruk kepala yang terasa gatal.

"Apaan sih Na, malem-malem bukannya tidur malah gedar gedor pintu," ucap Rama, sambil mengusap wajah agar kembali seluruh kesadarannya.

Bukannya menyahuti ucapan Rama, Nana malah menggeser pria itu agar bisa leluasa masuk ke dalam kamar.

Nana mendengus kesal kala melihat Jaja yang tertidur pulas dengan mulutnya menganga.

Tanpa belas kasihan, Nana menarik gelas berisi air di atas meja lalu menyiramkannya pada Jaja, membuat sahabatnya itu melenguh namun tetap tertidur pulas.

"JAJA, BANGUN GAK LO?!"

Nana menarik tangan Jaja sepenuh tenaga, membuat sang empu terjatuh mengenaskan.

"KEBAKARAN, HELP ME PLEASE! GUE MASIH PENGEN NIKAH SAMA NANA," teriak Jaja, sambil melompat ke atas kasur.

"TOLONG GUE, ADA BANJIR!"

Dewa yang tertidur di sofa, nampak kaget dengan teriakan melengking Jaja.

"Apaan sih berisik banget!" keluhnya, sembari mengucek mata.

Dewa duduk di sofa, memperhatikan sekitar yang sangat berantakan.

Rama, Ayra dan Faiza yang hanya terbengong menjadi penonton dadakan di dekat pintu.

Nana yang menatap Jaja penuh dendam, hingga Jaja yang berdiri kaget di atas kasur sambil memegangi gulingnya.

Nampaknya Jaja mulai sadar akan kejadian itu, dan menyengir lebar ketika sahabat-sahabatnya memperhatikan dirinya.

"Hehe piss, damai kita bro. Selow aja brodie, mata lu pada kayak mau nyantap orang, buset!" ucap Jaja, dengan jari telunjuk dan jari tengahnya yang membentuk huruf V.

Sedangkan Nana mengangkat gelas di tangannya, seolah mengarahkannya pada Jaja. "Turun gak lo!"

Jaja reflek melepas bantal di pelukannya, lalu menangkupkan tangan di depan dada. "Sabar beb, sabar. Iye iye nih gue turun, buset manusia gak sabaran amat."

"Ada apa gerangan kawan, nampak dari wajahnya terlihat muram nih. Butuh pelukan abang Jaja kah ?" gurau Jaja, berusaha mencairkan suasana hati Nana.

"Gue peluk pake gergaji mau? Lama-lama gue jadiin tumbal proyek juga lo!" seru Nana, dengan tampang galaknya.

Jaja menyengir kuda lalu dengan santainya dia mengusap kepala teman kecilnya itu dengan tak santai membuat Nana semakin meradang.

Dan benar saja, hanya dalam hitungan detik Nana langsung menjewer telinga Jaja, membuat sang empu meringis kesakitan.

"Duh ampun Na ampun, iya deh iya gue gak akan bercanda gitu lagi," ucap Jaja.

"Lo gak liat handphone dari kemarin Ja? Udah gue bilang kan, cek hp Jaja! Takut mama nyariin gue, hp gue kan mati," seru Nana, lalu melepaskan jewerannya pada telinga Jaja.

Jaja mengusap-usap telinganya yang memanas akibat ulah Nana. "Emang ada apaan sih? Heboh bener, lagian mama Bulan gak akan nyariin lo, kan udah tau pergi liburan rame-rame."

"Mama udah pernah bilang kan kalau dia bakal lapor ke polisi soal kita yang nemuin bayi waktu itu," ucap Nana.

Faiza dan Ayra memilih kembali ke kamar mereka dan melanjutkan tidur, sedangkan Rama dan Dewa mendekat ke arah Nana di atas kasur.

"Barusan gue ngidupin handphone dan menerima banyak panggilan tak terjawab dari mama, papa, bunda dan juga ayah," sambung Nana.

Jaja mengernyit heran. "Lah tumben barengan gitu."

"Mama bilang, polisi udah nemuin orang tua kandungnya Radit. Besok kita harus balik ke Jakarta karena orang yang ngaku sebagai orang tuanya Radit mau melakukan tes DNA supaya jelas dia benar orang tua kandung Radit atau bukan," jelas Nana dengan wajah sendu.

"Lah, sedih lu Na ?" ejek Jaja, sembari tertawa kecil, namun wajah Nana malah semakin sedih mendengar ejekan Jaja.

Jaja menghembuskan nafas panjang, lalu membawa Nana ke dalam pelukannya. "Na, Radit pasti akan jauh lebih bahagia jika dia bersama orang tua kandungnya. Sebab, sebaik apapun keluarga kita berdua menyayangi dia, tetap dia adalah hak dari keluarga kandungnya."

"Jangan sedih, kita masih punya Reygan buat di ajak main bareng. Lo juga masih punya Ayra, Faiza, Rama, Dewa, dan gue yang bisa lo cari setiap kali lo butuh," sambung Jaja.

Jaja tersenyum sembari menangkup wajah Nana dengan kedua tangannya. "Reyna yang gue kenal gak pernah cengeng kayak gini, dia selalu ceria walaupun dengan wajah juteknya itu."

Dewa mendekat ke arah Jaja dan Nana. "Gue juga masih setia dari dulu jadi abang yang baik buat lo berdua."

Rama mendelik tak terima mendengar ucapan Dewa. "HEH Dewanjing! Lo kok pilih kasih sih, gue gak ikut hitungan barusan njir."

Dewa mengedikkan bahu acuh. "Maaf, kita gak kenal!"

Lalu dengan santai dirinya menuju ke tempat mereka bertiga menaruh koper juga barang-barang lainnya.

"Oh gitu ya mainnya sekarang, oke fine kita putus Wa, kita PUTUS!" ucap Rama, dengan gaya pura-pura ngambeknya.

"Packing sekarang, besok pagi kita harus balik," ucap Dewa memberi instruksi.

"Ih gak mau, adek gak mau packing!" tolak Rama dengan wajah yang dibuat seimut mungkin, namun sukses membuat ketiga temannya jijik di saat yang bersamaan.

"Temen lo bukan ?" tanya Jaja, sambil menyikut pelan bahu Nana.

Nana menggeleng cepat lalu mengambil langkah cepat keluar dari kamar tiga laki-laki itu. "KARUNGIN AJA JA, JADIIN TUMBAL PROYEK!"

Jaja tertawa terbahak-bahak mendengarnya. "JADIIN TUMBAL PESUGIHAN AJA NA!"

Rama mendelik tak terima. "Heh sendal Fir'aun! Lo aja sini gue jadiin tumbal sesajen."

"Yeuu, kutu afrika banyak tingkah!" seru Jaja.

Dewa hanya meratapi nasibnya memiliki teman yang dirasanya kurang. "Dosa apa gue punya temen lulusan rumah sakit jiwa semua."






______________
Thank you gais,
Jangan lupa vote dan komen.

See you🧡



Bukan Kembar!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang